2. LICIK

34 14 20
                                    

Tama memarkirkan Tamjor, motor kesayangannya itu di parkiran sekolah.

Tama kemudian melepas helm full face nya. sadar atau tidak sadar, ia berhasil membuat semua mata tertuju padanya.

Tama...my prince

Njir ganteng banget

Gue kantongin boleh ga si

Tama, kebetulan AC di rumah gue mati, kalo lo mau jadi penyejuknya...gue mau ko

Tama...my badboy

Astaga...suguhan pagi apa lagi ini ya tuhan.

"Tama..." Teriak Gino dan Farhan dari sebrang, sekaligus melempar cengiran dan lambaian tangan ke arah Tama.

Mendengar suara kompak yang memanggil namanya, Tama mengedarkan matanya, mencari asal pemilik suara tersebut yang terdengar tidak asing di telinganya.

Gila, kepentok tiang listrik? itu yang terlintas di pikiran Tama setelah melihat ekspresi Gino dan Farhan di sebrang sana.

Tama yang beberapa detik belum paham dengan ekspresi Gino dan Farhan yang begitu excited, seketika itu ia langsung membelalakan kedua matanya lebar, seperti sudah tau apa yang akan dikabarkan oleh kedua sahabatnya itu kepadanya.

Dengan kecepatan cita yang ia miliki, Tama berlari kencang entah kemana, meninggalkan Gino dan Farhan yang malah sudah berlari menuju parkiran motor untuk memberi kabar yang sungguh membagongkan padanya. Tapi ini si Tama malah udah ngacir duluan, gimana toh.

"Dih... nembus tu anak?" lontar Farhan, yang sudah tidak lagi melihat perginya Tama kemana.

Nembus maksudnya si Farhan itu ibarat perempuan yang datang bulan abis itu nembus ke rok. Tau sendiri kan paniknya gimana. Apalagi nembusnya pas pake rok putih. Alamat sudah.

"Tama udah tau, kali." tebak Gino mengira-ngira.

"Masasih? tau darimana?" Bingung Farhan.

"Mbuh gue juga...ah udah lah, susul yuk!"

Gino dan Farhan pun berlari masuk ke dalam gedung sekolah.

•••••

Tama akhirnya sampai di depan ruang BK. Ia lalu mengetuk dan masuk ke dalam ruangan hening itu. Benar-benar hening.

Tama berjalan mendekat dan berdiri di depan meja kepala sekolah. Kini Tama berada di tengah-tengah Velerin dan Marvel. Ya, dua orang itu sudah berada di sana sejak dari tadi.

"Saya langsung to the point." Ujar Tama, memulai pembicaraan.

"Yang pertama, Tama gak salah. Yang kedua, si cewek ini pura-pura hamil. Dan yang ketiga, si Marvel bang** ini biangnya. Keluarin aja Pah. Gak sudi Tama satu sekolah sama pengecut yang sukanya main di belakang, menciut kalo di depan. Kayak kerupuk kesiram air."

"Saya gak bisa percaya gitu aja sama kamu." Ujar Adiguna.

Tama terkekeh mendengar ucapan Adiguna. "Sejak kapan emang Papah percaya sama Tama, hah? Apa yang Tama lakuin selalu salah di mata Papah walaupun itu benar. Pantesan aja mama pergi ninggalin Papah, modelan orangnya aja kayak gini. Banci" Cibir Tama, hendak pergi meninggalkan ruangan itu.

Salah sendiri mulai duluan, batin Tama.

"TAMA!" Pekik Adiguna, membuat Tama terdiam di tempat.

"Jangan samakan sekolah dengan rumah! Kamu harus bersikap sopan di sini. Hargai saya sebagai kepala sekolah, jangan seenaknya!"

Behind The Hate (ON GOING) Where stories live. Discover now