2.6; One Step Closer

203 21 18
                                    

Happy weekend!
Gue attach lagu diatas coz i think vibesnya cocok sama chap ini. Jangan lupa vote and comment!
Thankyou!

•••

Alana dan Professor Yang terduduk bersebelahan di kursi loby balai sidang setelah menonton persidangan yang cukup menguras tenaga tadi. Suara gemericik air menarik atensi Alana untuk melihat ke arah jendela, ternyata hujannya masih deras. Mereka berdua terjebak di gedung ini karena hujan. Firasat Alana benar, seharusnya Professor Yang memarkir kendaraannya di basement saja.

Alana menghela napas gusar karena sudah satu jam mereka menunggu hujan reda namun hingga saat ini tidak ada tanda-tanda hujan akan reda, atau setidaknya tidak se-deras sekarang. Selain itu ada sesuatu yang membuatnya gelisah yaitu minggu depan adalah pekan ujian akhir semester dimana Alana sama sekali belum menyicil belajar karena sibuk dengan tugas yang selalu muncul.

Dilihatnya Professor Yang sedang sibuk membaca berkas, tidak, itu adalah tugas yang diberikan di kelasnya sambil mencorat-coret beberapa hal menilai tugas tersebut menggunakan pensil merah khasnya. Alana menggeleng melihatnya pantas saja Professor Yang tetap membawa tas jinjingnya kemari, ternyata ia memang mempunyai niat untuk menilai tugas-tugas tersebut dimanapun kapanpun.

Dasar workaholic!

Sebuah ide bodoh terlintas di benak Alana, ia memincingkan matanya serta memiringkan badannya ke arah Professor Yang karena penasaran ingin melihat berapa nilai yang diberikan untuk tugasnya. Belum sempat ia melihat, Professor Yang menoleh ke arahnya sehingga jarak wajah mereka menjadi sangat dekat.

Sialan! Sialan!

Tidak ada yang berniat mengubah posisinya. Professor Yang malah memelototi dirinya dan Alana masih terpaku mencoba memproses apa yang terjadi. Otaknya mendadak lemot dengan segala ke tiba-tiba an ini.

Muka Alana terasa panas, ia malu. Keduanya saling menjauhkan badan ketika menyadari mereka terlalu dekat. Alana mencari cara agar menghindar dari suasana canggung ini, netranya menangkap keberadaan vending machine di sekitarnya.

Ia lantas berdiri berjalan menuju mesin tersebut untuk membeli sekaleng susu coklat, sepertinya otaknya butuh relaksasi. Setelah mengambil kaleng tersebut terbesit pikiran membelikan satu kopi hangat untuk Professor Yang, ia kembali melakukan transaksi di vending machine tersebut. Setelahnya Alana berjalan kembali ke tempat mereka duduk.

"Prof, untuk anda," Alana menyodorkan kopi kalengan tersebut kepada Professor Yang.

Bukannya segera diambil, Professor Yang malah beradu tatap dengannya. Alana berdeham mencoba memberi isyarat untuk segera mengambil kopi kalengan tersebut dari tangannya. Entahlah ini seperti menjadi kebiasaan diantara mereka. Their thing.

Benar saja, walaupun nyaris tidak terlihat tapi sepertinya fokus Professor Yang baru saja kembali merasuki dirinya. Hal itu terbukti dari matanya yang mengerjap beberapa kali setelah Alana berdeham. Professor Yang segera mengambil kaleng tersebut dari tangan Alana tanpa mengucap sepatah katapun.

Wah sialan, bilang terimakasih aja engga.

Alana mengumpat. Tentu saja ia kesal, tapi apa yang ia harapkan dari berbicara dengan tembok? Alana akhirnya kembali duduk dengan memberikan jarak lebih dari Professornya. Ia takut kejadian tadi terulang.

Hening.

Alana tenggelam pada pikirannya sendiri sambil membaca e-book di handphone miliknya. Sementara itu Professor Yang masih tenggelam dengan pekerjaannya hingga suara kaleng dibuka memecah keheningan diantara mereka selain suara hujan di luar sana.

VeerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang