Bab 4 Kesurupan

9 2 11
                                    


Langit gelap menurunkan bulir-bulir gerimis. Dingin menyelimuti malam. Nindi bergelung dalam selimut di kamarnya. Napasnya teratur, terbuai mimpi. Di tengah tidur lelapnya, tenggorokan terasa kering. Indra penciumannya merasakan bau yang mencekat.

"Uhuk ... uhukk ...."

Nindi terbangun dari tidurnya. Dadanya terasa sesak. Dia terbatuk-batuk. Tidak ada asap di kamarnya, tapi bau rokok sangat menusuk hidung. Tangannya meraih gelas yang berisi air putih di atas nakas dan meminumnya.

Nindi memandang ke seluruh ruangan kamarnya. Tidak ada aneh dengan ruangan itu. Dalam benaknya bertanya-tanya dari mana asal bau tersebut, karena di rumah itu tidak ada yang mempunyai kebiasaan merokok.

Nindi beranjak dari tempat tidurnya. Dia bermaksud memeriksa kondisi di luar kamarnya. Perlahan melangkah ke arah pintu. Saat membuka pintu kamar, dia seperti melihat mamanya berjalan ke ruang tamu.

Nindi melihat jam dinding menunjukkan pukul tiga pagi. Dia seperti mendengar pintu depan dibuka. Mendengar hal itu Nindi bergegas ke ruang tamu. Benar saja, dia melihat mamanya berjalan perlahan ke arah pintu pagar.

Nindi sedikit bingung, kenapa mamanya keluar dari rumah. Dia membuntuti dan memanggilnya, namun mamanya seperti tak mendengar panggilannya.

"Mama ...."

Nindi setengah berlari mengejar sebelum mamanya berjalan semakin jauh. Namun, saat sampai di pagar mamanya hanya berdiri terpaku. Nindi kembali memanggil.

"Ma, mau ke mana?"

Melihat mamanya terus berdiri terpaku, Nindi memberanikan diri menepuk pundak mamanya sambil kembali memanggilnya.

"Mama!"

Gina kaget ada yang menepuk pundaknya, dan matanya yang terpejam langsung terbuka. Namun, Gina sangat kaget kenapa dia berada di halaman tanpa alas kaki. Nindi merangkul dan mengajak masuk ke rumah.

Setelah di dalam, Gina duduk di ruang tengah. Nindi memberikan segelas air putih. Gina meminumnya dengan tenang. Pandangannya kosong, dia hanya ingat dia sedang tidur dan bermimpi berjalan. Gina tidak menyangka dia benar-benar berjalan saat tidur. Untunglah Nindi melihatnya.

"Bagaimana perasaan Mama?"

"Mama baik-baik saja. Sebaiknya kamu tidur lagi. Masih terlalu pagi."

Setelah merasa tenang mereka masuk ke kamar masing-masing menikmati sisa malam itu.

Pagi hari seperti hari-hari biasanya. Gina sibuk memasak di dapur. Nindi mencuci piring di wastafel. Dari dapur ada pintu dan jendela yang mengarah ke pekarangan di samping rumah. Bowo terlihat sedang membersihkan rumput dan tanaman-tanaman yang sudah kering.

Bowo mengumpulkan sampah-sampah menjadi satu gundukan. Ketika sedang mencangkul tanah yang hendak ditanami bunga, cangkulnya tersangkut sebuah bungkusan kain putih.

Bowo mengambilnya dan membuka bungkusan itu. Bungkusan kain putih itu berisi tanah, rambut, paku dan kertas dengan tulisan menggunakan huruf-huruf dan simbol yang tidak Bowo mengerti. Bowo tidak ambil pusing dengan bungkusan itu dan langsung membuangnya ke tempat gundukan sampah yang sudah dikumpulkan.

Dari dapur Gina berseru kepada suaminya.

"Pa, minum teh manisnya dulu!"

"Ya, sebentar lagi."

Bowo melanjutkan pekerjaannya. Setelah beberapa saat membersihkan pekarangan, tenggorokannya terasa kering. Dia memutuskan beristirahat.

Bowo masuk melewati pintu belakang dan mencuci tangannya. Saat mencuci tangannya, kepalanya terasa pusing, pandangannya tiba-tiba kabur dan tubuhnya pun limbung. Gina yang berdiri tidak jauh darinya spontan teriak dan menghampiri.

Misteri Rumah WarisanWhere stories live. Discover now