Time to Love (Final Beneran Banget WKWKWK)

4.7K 616 130
                                    

Renjun tidak bisa tidur sejak tadi.

Ia sudah memejamkan mata selama hampir tiga puluh menit, atau mungkin lebih. Katanya kalau kita menutup mata selama lima belas menit dan tidak bergerak sama sekali, kemungkinan besar itu akan menjadi solusi agar tubuh kita bisa langsung terlelap dalam tidur. Sudah lama sekali Renjun meyakini teori itu, namun sayangnya, itu tak berlaku malam ini.

Renjun yakin ada yang tidak beres dengannya; ia tidak bisa tidur. Namun kemudian, saat ia menyadari apa yang ia lakukan sedari tadi--menutup mata lalu membukanya lagi untuk mengecek pintu kamar, Renjun tahu bahwa asumsinya itu keliru.

Ia bukannya tidak bisa tidur, hanya memang sengaja untuk tidak tidur. Dan barangkali, pintu kamarnya lah yang menjadi sebab. Benda itu sedari tadi tak berkutik, tak digerakkan oleh seseorang yang seharusnya mendorong pintu agar tubuhnya bisa masuk ke dalam kamar dan ikut membaringkan diri di tempat pembaringan.

Ada helaan napas kasar saat Renjun menyadari asumsi terbarunya itu. Ia menunggu Jeno untuk segera bergabung bersamanya dan anak-anak, sementara yang ditunggu tak kunjung datang meski jam sudah nyaris mencumbu angka-angka penunjuk waktu larut.

Setelah menunggu selama tiga puluh menit berikutnya, lalu berikutnya lagi, lalu berikutnya lagi, apa yang Renjun dapat tak lebih hanya sebuah perasaan kecewa; kecewa akan dirinya yang terlalu berharap pada situasi yang tak seharusnya. Jam di ponselnya sudah menunjukkan pukul sepuluh lebih, atau mungkin sebelas kurang. Ia tahu bahwa ia harusnya sudah tidur jam segini, tapi barangkali, Jeno tidak.

Barangkali Jeno belum tidur, karenanya, Renjun memberanikan diri untuk memastikan itu.

Pintu kamar ia buka dengan hati-hati. Langkahnya yang ragu-ragu Renjun bawa menyusuri seisi rumah, dalam hati berharap bahwa Jeno tak menangkap aksinya secara basah. Langkah itu lantas terhenti di ruang utama, di depan sofa panjang yang kini terlihat sedikit berantakan.

Renjun mengulum senyum. Untuk pertama kalinya, ia tak merasa kesal oleh sedikit kekacauan di rumah.

....

Jeno merasa sedikit terusik oleh semerbak aroma yang secara tiba-tiba menusuk indra penciumannya. Ia yang sudah tenggelam dalam mimpi lantas tak memberi atensi lebih akibat dari kantuk yang lebih mendominasi. Namun lantas, aroma yang tak biasa ia cium di malam hari seperti ini semakin mengusiknya secara lebih. Waktu Jeno akan menutup wajahnya dengan bantal sofa yang sejak tadi setia ia peluk guna menghalau aroma yang mendistraksi kenikmatan tidurnya, sesuatu ternyata telah lebih dahulu mengenai pipinya. Suara yang mengiringi tepukan itu membuat Jeno semakin yakin bahwa ini adalah paket lain dari gangguan berupa aroma tadi.

Saat membuka mata, hal yang tak disangka-sangka tersaji di hadapannya. Sosok familier sang istri yang tengah berdiri kaku di hadapannya membuat Jeno sontak mengerut bingung.

"Renjun?"

"No...."

Jeno berdehem kecil untuk panggilan itu. Masih sepesekian persen dari nyawanya yang terkumpul, namun Jeno tahu bahwa ia harus segera bangun. Setelah mengerjap-erjapkan mata guna beradaptasi dengan cahaya lampu yang lupa ia matikan, Jeno kini dapat benar-benar menangkap pemandangan di depannya. Dan Renjun yang menyadari itu hanya dapat tersenyum kikuk.

"Kamu masih ngantuk ya No?"

"Hnggg...."

Iya, sejujurnya Jeno masih merasa sangat sangat sangat mengantuk. Tapi alih-alih mempermasalahkan itu, ia kini lebih sibuk mengkoordinasikan kebingungan yang tercetak jelas di wajah bangun tidurnya. Sembari celingukan dengan bibirnya yang mengerucut refleks, papa tampan itu lantas menggaruk-garuk tengkuknya tanpa sadar. Renjun yang terkekeh setelahnya membuat Jeno semakin kebingungan.

FAMILY TALE [ NOREN-LE ]Where stories live. Discover now