Je T'aime

3.3K 471 61
                                    

Ayo baca sebelum ini diunpublish! Wkwkwk

(Ga baca juga gapapa, soalnya ini ga jelas).


.


.


.



"Aku udah bilang kalau jabatan aku di kantor itu ngga main-main! Perihal bawa kamu sama anak-anak doang mah ngga akan jadi masalah!"

"Iyaaaa aku ngerti, tapi kan ngga enak sama yang lain! Lagian ngapain sih kamu jadi maksa begini?"

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan lebih dua puluh tiga waktu sepasang mama dan papa ini masih asyik berdiskusi--ribut--di dapur alih-alih berada di tempat tidur. Renjun yang sedang semangat berbenah perabotan-perabotan baru--dan mahalnya--harus terintrupsi oleh presensi sang suami yang ikut hadir beberapa saat yang lalu itu. Sejujurnya ia mengira bahwa Jeno sudah tidur, karena besok hari senin dan suaminya itu harus bangun pagi. Atau kalau tidak, setelah pergi berbelanja begini biasanya suaminya itu akan mengurung diri di kamar anak-anak. Kalau anak-anak sudah pada tidur, biasanya ia akan melanjutkan main game di sana.

Tapi yang kini terjadi justru berbeda. Jeno datang ke dapur dengan tampang yang cukup serius, membicarakan idenya yang langsung Renjun tolak, dan kemudian merajuk. Renjun yang baru saja dibelanjakan satu set perabotan mahal impiannya itu, untungnya, masih bisa sabar dan tenang dalam menyikapi permintaan suaminya yang aneh malam ini.

Ikut pergi ke kantor, itu pintanya. Renjun benar-benar tak mengerti jalan pikiran suaminya ini.

"Aku tuh stres di kantor! Kerjaannya nyebelin!"

"Ya namanya juga kerja? Kan waktu kuliah juga kita udah biasa bangun buat kelas pagi terus--"

"Ih ini bukan soal bangun paginya!" 

Jeno menyela dengan sengit. Ayah dari calon empat bayi itu semakin mengerucutkan bibir kesal waktu sang istri tampak kembali fokus pada tempat bumbu porselennya alih-alih kepadanya. Kalau sudah begini, Jeno jadi merasa sia-sia karena telah menyogok istrinya itu dengan barang-barang mahal tersebut.

Yah walaupun sebenarnya niat awalnya itu bukan menyogok, sih. Itu memang murni karena Renjun mau untuk merenovasi dapur kesayangannya dan Jeno tak keberatan untuk membiayai.

"Aku tuh suka kangen kamu sama si Lelodut kalau di kantor!"

"Ya ampun Nonoooo~"

Renjun geleng-geleng kepala sembari memandang suaminya itu dengan tatapan tidak percaya. Sejenak euforianya terhadap perabotan barunya itu hilang, terdistraksi oleh semacam urgensi untuk benar-benar meladeni suaminya sekarang. Dilihatnya Jeno yang wajahnya masih merajuk dengan bibir yang maju penuh nestapa, yang rasanya memberikan Renjun perasaan serba salah.

Renjun kesal sih dengan Jeno yang seperti ini, tapi tidak dapat dipungkiri bahwa ia juga merasa kasihan

"Kamu kan bisa telfon aku nanti? Biasanya juga kalau jam istirahat kerjaan kamu kan nelfonin aku sambil gangguin Lolo  Lele!"

"Oh berarti kamu ngerasa keganggu tiap aku video call terus pengen liat muka si Lelodut?"

"Ngga gitu sayangkuuuuu~"

Lama-lama Renjun greget juga dan rasanya ingin mengusak wajah itu di ketiaknya supaya Jeno bisa berhenti merajuk dan menampilkan wajah ngambeknya yang kekanakan. Ia yang sudah kehilangan minat sepenuhnya pada perabotannya itu akhirnya memilih untuk mendudukkan diri kursi di depan Jeno. Dengan helaan napas berat dan tangan yang sibuk mengelus-elus perut, Renjun tatap Jeno dengan serius.

FAMILY TALE [ NOREN-LE ]Where stories live. Discover now