ketidaksengajaan

48 9 0
                                    

Takdir memang benar-benar lucu.

Renjun tidak percaya takdir benar-benar ingin membuatnya tertawa tapi disinilah ia sekarang. Tepat dihadapannya, berdiri sosok yang 8 tahun lalu sempat mengisi relung hatinya. Sosok yang dulu selalu memenuhi hari-harinya. Sosok yang selalu mengucapkan kata cinta di telinganya. Sosok yang dulu pernah begitu ia cintai. Lee Donghyuck.

"Senang berkenalan dengan anda, Huang Renjun."

Pemuda itu menjabat tangannya kemudian tersenyum tipis. Tubuhnya yang dibalut celana kain hitam dan kemaja putih serta sweater rajut yang terlihat mahal itu tampak pas ditubuh Lee Donghyuck.

Renjun membalas jabatan tangan itu dan menganggukkan kepalanya.

Masih sedikit sulit baginya untuk memproses semua ini. Dirinya saat ini sedang berada di salah satu rumah produksi buku yang cukup terkenal untuk mengurus penyusunan buku terbarunya setelah pindah rumah produksi 4 bulan yang lalu. Lee Donghyuck ditunjuk sebagai editornya untuk projek kali ini dan selama rapat itu berlangsung, Renjun tak berhenti menangkap tatapan sekilas yang terus Donghyuck berikan pada dirinya. Berusaha untuk tak menghiraukan hal tersebut, Renjun fokus mendengar ucapan ketua untuk tim editornya kali ini.

"Kak Renjun kan selama ini terkenal karena tema buku kakak yang kebanyakan tentang sci-fi kan ya kak. Nah, kali ini kira-kira tema apa ya yang mau kakak ambil?" Seungmin, Renjun mengingat nama ketua tim editornya itu saat perkenalan tadi, memberikan pertanyaannya sembari tersenyum.

"Kali ini jujur saya mau nyoba buat nulis dengan tema yang beda sih ya. Script sih udah ada, soalnya sempet di tolak kemarin karena ga sesuai dengan naskah buku yang lama, haha," ucap Renjun sembari tertawa. Seungmin menganggukkan kepalanya dengan senyum yang masih melekat di bibirnya.

"Bisa dijelasin ga ya kak kira-kira ntar bukunya mau berisi tentang apa?" Seungmin melanjutkan pertanyaannya. Renjun menolehkan kepalanya kearah Doyoung, selaku managernya, yang kemudian memberikan anggukan kepada Renjun sembari menyerahkan kumpulan kertas berisi naskah yang dimaksud oleh Renjun.

"Kebetulan saya ada bawa salah satu copy dari buku tersebut, bisa silahkan dibaca nanti kalau kira-kira ada pertanyaan terkait apa yang saya tulis atau sekiranya masukan, boleh langsung sampaikan saja ke saya," ucap Renjun. Seungmin menerima kumpulan kertas tersebut dan mulai membacanya perlahan. Matanya terlihat beberapa kali membesar, tanda terkejut, dan bibirnya yang mencebik.

"Ini baru pembukaan atau sudah masuk ke inti cerita ya kak?" Seungmin mendongakan kepalanya kembali untuk menatap Renjun.

"Kebetulan tulisan ini tuh saya susun pas lagi tiba-tiba kepikiran domestic stuff gitu jadi untuk awalan dan akhirnya, serta intinya belum ada kepikiran. Baru itu aja tapi itu baru sebagian aja sih, sisanya ada di laptop saya masih saya kerjakan," jawab Renjun. Seungmin menganggukan kepalanya dan menoleh untuk menatap rekan satu timnya.

Renjun melirik kearah Donghyuck yang saat itu tengah membaca naskah miliknya sebelum mengalihkan tatapannya saat dirasa Donghyuck akan mendongakan wajahnya.

"Oke, kalau gitu ini bisa kak Renjun lanjutkan ya. Nanti kami akan membuat grup chat untuk membahas lebih lanjut terkait ide-ide dan hal-hal lainnya dan juga dari rumah produksi kami akan mengirimkan email jika ada tawaran-tawaran lainnya datang untuk kak Renjun," ucap Seungmin. Renjun menganggukan kepalanya.

Rapat itu kemudian selesai dengan Renjun yang kembali menjabat tangan ketiga orang yang nantinya akan bekerja sebagai tim editornya itu. Renjun melangkahkan kakinya keluar dari ruangan tersebut bersamaan dengan Doyoung yang kemudian diikuti oleh tim editornya. Saat tengah menunggu lift bergerak ke lantai dimana mereka berada, suara Donghyuck mengalihkan perhatian Renjun.

"Hei," sapanya. Renjun menoleh dan melemparkan senyum.

"Hei," balasnya.

"Apa kabar lo? Udah lama ga ketemu, tau-taunya sekarang ada dibawah naungan rumah produksi tempat gue kerja," ucap Donghyuck, basa basi.

"Baik aja sih kabar gue. Kerjaan lancar, keluarga aman, masih bisa jalan masih bisa napas," tawa kemudian keluar dari bibir kedua pemuda itu. "Lo sendiri, apa kabar? Setelah lulus, ga pernah lagi gue liat batang idung lo kayaknya," lanjut Renjun. Donghyuck menatap Renjun lamat sebelum mengalihkan tatapannya keluar jendela. Langit tampak cerah diluar sana.

"Healing gue," mulai Donghyuck. Renjun memiringkan kepalanya seakan bertanya.

"Dua tahun setelah lulus, keluarga runtuh, mental state gue juga declining jadi bunda mutusin buat ngirim gue ke salah satu mental institute diluar negeri. Gue balik kesini baru 3 tahun yang lalu, berusaha untuk ngebangun kehidupan gue lagi dari awal bareng bunda sekaligus trying to not have a breakdown every few days." Donghyuck menatap Renjun. Senyumnya terlihat lebih tipis dari yang tadi.

He's still struggling, batin Renjun.

"But I'm actually in a better situation now. Bunda sehat, pekerjaan ada, sirkel kehidupan udah ga kayak lubang neraka," kekehan keluar dari bibir Donghyuck, mengalihkan atensi Renjun ke hal apapun selain wajah Lee Donghyuck.

"Well, setidaknya gue seneng bisa denger lo pelan-pelan membaik," ucap Renjun. Donghyuck mengangguk. "Kita bakal lebih sering ketemu satu sama lain setelah ini. Please do treat me well, ya, Lee Donghyuck." Renjun tersenyum yang dibalas dengan kekehan ringan oleh Donghyuck.

"Will do, sweatheart, will do."

Renjun tersenyum dan begitu suara lift terdengar menandakan lift yang ia tunggu sampai keatas, Donghyuck melambaikan tangannya tanda perpisahan begitu Renjun telah berdiri didalam lift tersebut. Bahkan ketika pintu perlahan-lahan tertutup, wajah Donghyuck masih tampak diseberang sana.

Senyumnya masih sama. Ringan namun penuh beban. Sosoknya masih sama. Penuh canda dan luka. Dia masih sosok Lee Donghyuck yang aku kenal dulu. Namun, disaat yang bersamaan juga berbeda dengan sosok Lee Donghyuck yang aku kenal dulu. Dia tampak lebih bebas. Setidaknya, dia benar-benar bahagia sekarang.

-End-

𝙨𝙤𝙢𝙚𝙩𝙞𝙢𝙚𝙨Where stories live. Discover now