lost in the dream

30 2 0
                                    


now playing: MONSTA X - Lost in the Dream

***

Tangan itu mengelus lembut kepala yang tengah bersandar dengan nyaman di dadanya. Seulas senyum tak lepas dari bibirnya. Pergerakan naik turun dada sosok yang dipeluk membuat sang pemeluk berusaha untuk lebih mengeratkan pelukannya. Tangan yang tadinya mengelus kepala sosok tersebut beralih mengelus punggungnya perlahan.

Kedua sosok tersebut tampak tidak berniat untuk bangun dari posisi mereka saat itu. Langit yang perlahan menampakkan warna jingga keorenan, pertanda hari telah sore, pun tak dihiraukan oleh keduanya. Suara deburan ombak tak jauh disana mengalun bagaikan musik bagi kedua insan yang masih asik dengan dunianya tersebut. Saling tenggelam dalam detak jantung satu sama lain, mendengarkan hembusan napas yang terlepas, seperti hanya terdapat keduanya di dunia saat itu.

"Hyuck," panggil sosok yang dipeluk.

Donghyuck mengendurkan sedikit pelukannya untuk melihat wajah pemuda yang telah menjadi penjaga hatinya sekian tahun itu. Bak kucing yang menyembulkan kepalanya dari sela-sela tubuh sang induk, pemuda tersebut mendongakkan kepalanya untuk menatap mata Donghyuck lembut. Tatapan tersebut begitu lembut hingga Donghyuck dapat dengan mudah membaca segala bentuk kalimat cinta yang terpancar dari tatapan tersebut.

"Kenapa, hm?" Donghyuck bersuara, melemparkan pertanyaan kepada sang pujaan hati.

"Udah berapa lama kita kayak gini?" Pemuda tersebut bersuara. Pergerakan tangan Donghyuck pada punggung pemuda tersebut terhenti sejenak sebelum kembali bergerak dan gumaman pelan terdengar.

"Hm, ngga tau?" Pernyataan, yang terdengar lebih seperti pertanyaan itu, terlontar.

Pemuda yang tadinya masih tampak nyaman di dekapan Donghyuck kemudian menegakkan tubuhnya. Netranya menatap wajah Donghyuck lamat, berusaha menyampaikan apa yang ingin ia sampaikan melalui matanya pada Donghyuck.

"Hyuck," suara tersebut kembali terdengar, kali ini lebih seperti desahan putus asa. Bibirnya tertekuk ke bawah serta matanya menatap Donghyuck sedih.

"Hyuck, we need to stop--"

"Renjun, stop. Enough." Belum sempat Renjun menyelesaikan ucapannya, Donghyuck telah lebih dulu memotong kalimatnya.

"I thought we would stop talking about this?" Donghyuck berucap, suaranya sarat akan kesedihan yang mendalam. Renjun menatapnya sedih. Perasaannya tak karuan. Ia tidak tahu harus berbuat apa lagi agar Donghyuck berhenti. Agar Donghyuck sadar bahwa apa yang tengah dilakukannya saat ini itu tidak benar.

"Tapi, Hyuck, kamu tau ini salah, kamu tau we should stop this. So, what stops you from doing so?" Renjun bersuara. Donghyuck dapat mendengar dengan jelas bahwa suara Renjun bergetar. Pujaan hatinya itu tengah menahan setengah mati agar dirinya tidak menangis dan Renjun tahu jelas bahwa air matanya merupakan hal yang paling dibenci oleh Donghyuck. Ia tidak bisa melihat sosok yang begitu ia cintai itu meluruhkan air mata dihadapannya.

"Hyuck, you need to get back. Kamu ga akan dapetin apa-apa disini dan kamu tau itu. Let's stop, ya?" Renjun berucap pelan. Tangannya mengelus tangan Donghyuck lembut, berusaha untuk meyakinkan belahan hatinya itu untuk berhenti. Saat ini sudah lebih dari cukup bagi Renjun, mereka tidak akan bisa berjalan lebih jauh daripada ini.

"But, you weren't there. Kamu ga ada disana, Ren. Aku harus apa tanpa kamu?" Suaranya bergetar. Tetesan air mata perlahan luruh dari netra Donghyuck. Renjun dapat merasakan hatinya seperti sedang ditusuk pedang. Sakit. Ia tidak suka melihat Donghyuck menangis, sama seperti Donghyuck yang tidak suka melihat dirinya menangis.

"Tapi disini kamu juga ga akan dapetin apa-apa, Hyuck."

"But you are here! Kamu disini. Aku bisa peluk kamu. Aku bisa megang kamu. Aku bisa liat senyum kamu lagi!" Suara Donghyuck perlahan meninggi. Ia luapkan semua amarah serta kesedihannya pada Renjun. Kedua sosok itu sama-sama menangis. Sama-sama merasa tersakiti. Semesta sepertinya memang tidak menyukai keduanya bersama. Bahkan setelah bersatu pun, semesta masih tidak ingin membiarkan keduanya menyelami perasaan mereka dalam damai.

"Tapi ga semestinya kamu gini, Hyuck. Aku yakin pasti kamu udah disini lebih dari waktu yang seharusnya, iya kan?" Renjun berucap pelan. Tangannya terangkat untuk menangkup wajah Donghyuck, pemuda yang merupakan dunianya, pemegang hatinya. Pemuda yang begitu ia cintai. "Pendant kamu mana?" tanyanya serak. Donghyuck bergeming.

"Hyuck, pendant kamu mana?" ulangnya lagi, kali ini dengan tekanan.

"Ga tau. Aku udah ga inget kapan terakhir aku liat pendant itu sejak aku disini," ucap Donghyuck pelan. Renjun menghela napas. Ia pejamkan matanya kuat kemudian membukanya dan menatap netra Donghyuck lembut.

"Ya udah, sekarang mending kita tidur aja ya? Ayo," ajak Renjun pelan. Donghyuck mengikuti arahan tangan Renjun. Membaringkan tubuhnya menghadap pemegang dunianya. Matanya yang sembab masih belum selesai meluruhkan air mata yang telah Donghyuck simpan. Renjun tersenyum tipis. Tangannya terangkat untuk menghapus air mata Donghyuck yang kembali jatuh dari netra yang telah memerangkapnya itu.

"Hyuck, kamu harus selalu inget ya, aku sayang banget sama kamu. Meskipun aku udah ga ada di samping kamu lagi, kamu harus tetep ngelanjutin kehidupan kamu ya? Aku sayang, cinta banget sama kamu. So, please, live for me, ya? Aku mohon," ucap Renjun pelan, hampir terdengar seperti bisikan.

Air mata kembali luruh dari netra keduanya. Momen-momen seperti ini adalah yang paling Donghyuck benci. Karena ia tahu, saat ia membuka mata nanti, Renjun sudah tidak akan berada di sebelahnya lagi.

"I love you so much, Lee Donghyuck."

***

Donghyuck membuka netranya perlahan. Ia menoleh ke arah jendelanya dan melihat bahwa cahaya mentari tampak malu-malu mulai menunjukkan wujudnya. Ia menyibak selimutnya dan menegakkan tubuhnya. Netranya memperhatikan area tempat ia berada.

Ini kamarnya dan Renjun.

Donghyuck menolehkan kepalanya dan menatap pendantnya yang terletak dengan aman diatas meja nakasnya. Dengan perasaan berat, tangannya terulur untuk memutar pendant tersebut. Donghyuck menunggu pendant tersebut berputar sembari beharap-harap cemas bahwa ini bukanlah realitanya. Namun saat pendant tersebut berhenti berputar dan terjatuh, luruh juga seluruh pertahanan Donghyuck.

Ini realitanya. Ini memang benar realitanya. Namun dalam realita ini, Renjun sudah tidak lagi berada di sebelahnya. Setengah bagian dari kasurnya tidak lagi ditempati oleh sang pemilik hati. Dingin. Kosong. Tak berpenghuni. Air mata kembali turun dari netra tersebut.

Suara isakan perlahan-lahan memenuhi ruangan tersebut. Sekaligus dengan mentari yang perlahan-lahan namun pasti menunjukkan wujudnya pada dunia.

Donghyuck benci realitanya. Donghyuck benci dunia yang membenci kisahnya dengan Renjun. Donghyuck membenci semesta yang memisahkannya dari Renjun. Ia benci dunia yang merupakan realitanya. Ia hanya ingin tidur dan kembali bertemu dengan Renjun. Di dunia dimana kisah keduanya tidak dapat diusik oleh siapapun. Di dunia dimana hanya terdapat keduanya. Di dunia dimana Donghyuck dapat menumpahkan seluruh cintanya pada Renjun dengan leluasa. Di dunia dimana mimpi dan realita melebur menjadi satu.

In this reality, where there is none of your existence, how am I supposed to stay alive when you already bring half of my world with you?


-End-


loosely inspired by: Inception.

23/11/06

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 06, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

𝙨𝙤𝙢𝙚𝙩𝙞𝙢𝙚𝙨Where stories live. Discover now