Epilog

1K 123 5
                                    

Minggu pagi di Kota Bangkok terasa lebih sejuk sejak hujan deras mengguyur ibu kota Thailand itu dari dini hari. Gulf yang kebetulan bangun lebih awal memulai harinya dengan menikmati secangkir teh serai sambil duduk menghadap balkon condonya.

"Sayang...," ucap kekasihnya yang baru bangun, menghampirinya lalu beringsut memeluk Gulf dengan selimut yang ia bawa menutupi tubuh mereka. Kepala Mew mendusel di bahu Gulf persis seperti anak kecil.

"Kau sudah bangun, Phi." Gulf mengusak rambut pria yang sekarang sudah resmi menjadi kekasihnya tersebut.

"Sejak kapan turun hujan?" tanya Mew dengan mata terpejam.

"Mungkin sejak subuh. Apa P'Mew lapar? Aku bisa buatkan sarapan."

Mew menggeleng. "Nanti saja. Sekarang biar aku seperti ini dulu." Mew semakin merapatkan tubuhnya mendekap Gulf, sementara pemuda itu hanya bisa mengulum senyum mendapati tingkah pria yang lebih tua darinya tersebut bertingkah manja.

"Sayang," panggil Mew lagi. Matanya kini terbuka dan nampak masih mengantuk.

"Kenapa?"

"Mau noton Big Mountain?" Aku mengangkat kedua alis.

"Kenapa tiba-tiba kau mengajakku ke sana?" tanya Gulf dengan gelak tawa, teringat masa lalu.

"Aku sudah pesan dua karcisnya, sudah booking hotel, plus dua tiket pesawat." Mew terkekeh sambil mengecup pipi kekasihnya.

"Sepertinya aku pernah mendengar ucapan itu," seloroh Gulf pura-pura tidak tahu. Seisi ruangan itu terasa riang dengan tawa keduanya yang berderai di tengah hujan. "Baiklah. Kita ke sana." Gulf memberikan kecupan ringan di bibir Mew.

"Sayang." Mew kembali memanggil.

"Apa lagi?"

"Aku lapar."

Gulf langsung bangkit berdiri untuk menyiapkan sarapan sang kekasih. Namun Mew terus mengganggunya dengan terus menempel pada Gulf, ia memeluknya walau Gulf berjalan ke sana kemari, tapi Gulf sama sekali tidak protes dan hanya tertawa-tawa bahagia.

Sudah satu tahun semenjak akhirnya mereka memutuskan menjalin hubungan bersama. Sudah satu tahun pula Mew tinggal bersama di condo Gulf. Ia sudah menjual apartemen mewahnya dan lebih memilih tinggal bersama sang kekasih terlepas condo itu lebih kecil dari apartemennya yang dekat Chao Phraya tersebut.

Tapi baik Mew atau Gulf tak pernah merasa seutuh itu. Tiap hari rasa bahagia itu semakin bertambah saja, menyempurnakan hidup keduanya.

Kini angan-angan yang dibangun Gulf dalam mimpinya dan sempat hancur itu satu per satu menjadi nyata. Gulf merasa penuh. Ia sudah tak butuh-butuh apa lagi.

~...~

Seperti tahun-tahun sebelumya, festival musik yang sempat mereka kunjungi tahun lalu itu masih saja ramai bahkan semakin semarak saja. Gulf seperti bernostalgia kembali menjejakkan kakinya di sini, bersama dengan orang yang paling ia cintai dan mencintainya.

Semenjak masuk ke dalam arena konser, jemari mereka bertautan tak lepas barang sedetik pun. Mew tidak perlu melihat penampilan musisi-musisi itu karena di sisinya, manusia paling indah berdiri dengan begitu memikat. Tak bosan Mew mengeja keelokan Gulf. Tak lelah ia mempelajari setiap seluk beluk tentang kekasihnya.

Mata serupa taburan rasi bintang di langit itu menatap ke arahnya. Senyumnya tidak jemu membuat Mew jatuh cinta lagi dan lagi. Parasnya yang rupawan mendekat ke telinga Mew dan berbisik, "P'Mew." Bahkan saat mulutnya merapal satu per satu huruf dalam namanya pun terdengar bak mantra sihir di telinga Mew. Tak pernah semerdu ini ketika namanya dipanggil. "Aku mencintaimu."

Betapa kalimat itu memiliki sejuta keajaiban. Ia mampu membuat Mew terbang ke langit ke tujuh, membuat perutnya diisi banyak kupu-kupu berterbangan, dan betapa ia nyaris pingsan tak mampu membendung harsa yang meruah di hatinya.

Detik berikutnya kedua tangan Mew sudah menangkup kedua pipinya, membuat wajah Gulf menoleh ke arahnya lalu bibir mereka bertautan, tak peduli dengan kerumunan banyak orang dan suara gaduh musik yang berdentam kencang.

"Aku lebih mencintaimu, Gulf Kanawut."

~...~

The End

Deja VuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang