Your Favorite

29 5 0
                                    

Sepotong roti bakar dengan selai stroberi dan segelas susu hangat (yang aku yakin sekarang sudah tidak hangat lagi) menemani pagi hariku di sudut cafe bernuansa retro yang berada di San Fransisco

اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.

Sepotong roti bakar dengan selai stroberi dan segelas susu hangat (yang aku yakin sekarang sudah tidak hangat lagi) menemani pagi hariku di sudut cafe bernuansa retro yang berada di San Fransisco. Angin musim gugur yang dingin berhembus pelan di luar sana, membuat beberapa orang yang berlalu lalang di trotoar mengeratkan jaket wolnya yang hangat. Aku hanya tersenyum tipis menatapi mereka tanpa berniat menyentuh sarapanku.

Itu karena pria yang kutunggu sejak 30 menit lalu itu belum juga menampakkan wajahnya dan membuatku kehilangan selera makan! Ugh. Pria itu selalu begitu.

"Hei, honey!" aku memalingkan wajahku dari dinding kaca yang membatasi cafe dengan area luar dan sudah mendapati Yeonjun (or Daniel—sebagian temannya memanggilnya begitu). Ia menampakkan senyum sambil memamerkan giginya, dan hidungnya terlihat sedikit berwarna kemerahan. "Sorry, I'm late," ucapnya dengan suara sengau sembari menempati pantatnya di kursi di hadapanku.

"It's fine. I'm used to it*," kataku kembali memperhatikan jalanan dengan daun-daun kering yang berterbangan karena tertiup angin. (*Nggak masalah, aku sudah terbiasa)

"Kau belum memakan sarapanmu?" setelahnya kudengar Yeonjun bersin. Oh-wow. Aku tidak akan memakan sarapanku. Tidak setelah terjangkiti oleh kuman-kuman yang disemburkan Yeonjun. Oke, Yeonjun, kau tambah membuatku kehilangan selera makan.

"Uhm... Yeah... I think you're not going to eat that, right? Sorry, that's my bad.*" Yeonjun meringis sambil kemudian memanggil pelayan untuk membersihkan meja kami dan bermaksud untuk memesan ulang. (*Aku rasa kau tidak akan memakan itu, kan? Maaf, itu salahku.)

"Hey, babe, kau mau apa? Atau mau kupesankan sesuai dengan menu yang tadi?" kata Yeonjun, yang entah kenapa dia sama sekali tidak menyadari bahwa aku sedang marah padanya.

"Terserahmu saja."

Yeonjun mengangguk kecil kemudian dia memesan menu sarapanku yang tadi ditambah dengan pancake blueberry dengan secangkir kopi Americano. Setelah pelayan itu pergi, dia bersiul-siul kecil sambil memainkan jari-jarinya di atas meja. Sedangkan aku hanya melipat kedua tanganku sambil bersandar di kursiku, menatapi Yeonjun dengan wajah datar yang akan dibilang orang lain dengan wajah jutek. Yeah, aku memiliki wajah yang lumayan sangar jika tidak berekspresi hingga membuat orang lain (terutama para pria) enggan mendekatiku. Sebenarnya aku cukup heran kenapa Yeonjun bisa menjadi pacarku.

"Yeonjun," aku membuka suara sambil memajukan tubuhku, membuat Yeonjun menghentikan aktifitasnya bernyanyi-nyanyi sendirian dengan jari-jari yang mengetuk-ngetuk di meja mengikuti irama musik yang mengalun pelan. Yeonjun memandangiku dengan kening mengerut dan raut penasaran.

"Apa kau benar-benar mencintaiku? Terkadang perlakuanmu membuatku merasa bahwa kau tidak mencintaiku."

Sepasang kelopak mata itu mengerjap beberapa kali dan kerutan yang awalnya hanya sedikit itu muncul semakin dalam. "What kind of question is that?! Of course I love you! So much!*" bentaknya dengan suara berbisik. (*Pertanyaan macam apa itu?! Tentu saja aku mencintaimu! Sangat!)

Matanya yang tajam bagai elang itu memandangku dengan pandangan yang benar-benar sulit kuartikan. Itu semacam aku sudah menanyakan hal-hal seperti, apa kau sudah mandi sebelum pergi kemari? Karena sebenarnya aku sering berpikir bahwa kau jarang mandi.

"Alright, alright! Jangan memandangku dengan pandangan seperti itu!" bisikku kesal sambil menyembunyikan senyum yang kutahan dibalik bibir yang sengaja kumajukan. Aku bahkan harus menggigit bagian dalam mulutku untuk tidak berteriak senang. Pernyataan Yeonjun tadi sudah lebih dari cukup untuk menghilangkan rasa kesalku terhadapnya. Hanya saja, aku masih gengsi dong!

"Habisnya kau menanyakan hal-hal yang sudah pasti seperti itu, sih! Memangnya ada apa?"

Aku mengangkat kedua bahuku, sedangkan fokus mataku masih berkeliaran ke sana kemari menghindari tatapan tajam Yeonjun yang sangat kusukai.

"Oke, bagian mana dari tubuhku yang kau sukai?"

Lagi-lagi Yeonjun terlihat terkejut dengan pertanyaanku. Ia mengetuk-ngetuk jarinya di dagu dengan tangan lainnya menopang dagunya, terlihat berpikir. Mau tidak mau aku harus menanyakan hal ini, karena aku sendiri penasaran apa yang membuatnya mencintaiku. Jika dia memang mencintaiku, paling tidak pasti ada satu bagian dari tubuhku yang dia sukai kan?

"Well... aku suka semua bagian dari dirimu, sayang. Aku suka matamu yang selalu berbinar ketika menatapku"—hey! Yeonjun, kau terlalu berlebihan!—"aku suka bibirmu saat kita berciuman setiap malam di sofa depan TV di apertemenmu"—Yeonjun, berani sekali kau mengungkit-ungkit soal ini—"aku suka wangimu yang harum ketika aku berada di dekatmu, aku juga suka pipi bulatmu yang menggemaskan yang mengingatkanku pada bakpau..."

Dan blablabla. Aku tidak sanggup lagi mendengar perkataan Yeonjun karena sekarang I'm completely melt like chocolate. Wajahku memanas dan aku yakin bahkan warna wajahku lebih merah daripada warna hidung Yeonjun yang sedang terserang pilek, membuatku mengubur dalam-dalam wajahku di meja. Aku benar-benar terbang ke langit ke tujuh saat mendengar perkataan Yeonjun dan aku yakin aku tidak akan pernah jatuh lagi karena Yeonjun akan selalu membawaku terbang.

"Hey, kau tidak mendengarkanku ya? Dengarkan sampai selesai! Kau belum mendengarkan bagian akhirnya." Yeonjun merengut sambil menangkup kedua wajahku yang benar-benar merah dan memanas. "Tapi, bagian favoritku dari dirimu adalah wajah jutekmu itu."

Aku berhenti sejenak untuk terbang karena aku sedikit bingung dengan perkataan Yeonjun. Dia menyukai wajah jutekku? Hey, bukannya para pria lebih menyukai wanita yang berwajah imut dan ramah? Tapi, kenapa dia malah menyukai bagian diriku yang sama sekali berbeda dengan favorit lelaki lain?

"Kenapa kau malah menyukai wajah jutekku? Bukannya malah menyeramkan memiliki kekasih dengan wajah yang selalu terlihat marah sepertiku? Aku pikir lelaki lebih suka wanita berwajah imut," ucapku, masih dengan wajah yang ditangkup oleh tangan besar Yeonjun.

Yeonjun tersenyum, mengeluarkan karismanya yang menyihirku. "Karena dengan begitu lelaki lain tidak akan mengetahui bahwa kau sebenarnya sangat menggemaskan dan mereka tidak akan mendekatimu. Jadi, aku tidak perlu khawatir bahwa kau akan direbut oleh lelaki lain."

-fin-

[Ficlet] Your Favorite | YEONJUNحيث تعيش القصص. اكتشف الآن