Chapter 32. The Eventful Autumn

339 79 54
                                    

He Lianpei mengeluarkan dekrit kerajaan dengan senang hati, Jing Qi yang menerimanya malah lebih senang lagi, pasangan senior-junior ini membuat He Lianqi yang tadinya senang mulai merasa kurang bahagia, dia mengamati Jing Qi sambil berpikir.

Dia masih belum bisa memahami Pangeran Nanning muda ini, terutama entah metode apa yang Jing Qi gunakan saat mulai mendekati He Lianzhao terang-terangan dan diam-diam, dia membuat He Lianqi dan Li Daoshi waspada, tapi mungkin saja ketakutan mereka tidak beralasan⎯⎯ ​​mungkin memang kebetulan, atau ​​mungkin Pangeran Nanning muda ini memang sengaja membuat rencana.

Apapun itu, semua orang di aula kerajaan selalu ketakutan di setiap langkah, dan He Lianqi bukanlah pilihan terbaik, dia lebih suka membunuh orang yang salah daripada melepas mereka. 

Siapa sangka sekarang ini sepertinya semua orang yang berdiri di sana, tahu ada sesuatu yang mencurigakan dengan masalah Guangdong dan Guangxi, tiga segel terpaku di bibir mereka semua, hanya Kaisar dan utusan kerajaan yang tetap optimis.

🌸 Tiga segel terpaku di bibir: enggan membahas.

Jing Qi buru-buru kabur keluar dari istana He Lianpei, jangan sampai dia tertangkap He Lianyi, wajah Putra Mahkota yang selalu terkendali dan mantap itu akhirnya bisa dibilang berwarna-warni. Sayang, He Lianyi bergerak lebih cepat daripada saat dia melarikan diri dari bencana, begitu Jing Qi tiba di gerbang istana, dia melihat ada tandu yang menunggunya dengan sederet pengawal berdiri di depan dalam formasi pembajakan, seolah berkata, "Kalau kau mau lewat sini, tinggalkan barang berhargamu."

Jing Qi tertawa garing, tidak berusaha menghindar dan mengendalikan diri sambil melambatkan langkah, dia berdiri tegak di depan tandu, "Salam Yang Mulia."

"Kesini!"

'Tandu' itu bahkan melupakan kesopanan saking marahnya, Jing Qi menggosok hidung dan patuh melangkah ke depan tandu, dia diseret masuk ke dalam dengan paksa oleh tangan terulur.

Jing Qi terhuyung, dia meraih pintu tandu supaya tidak langsung jatuh bersujud di depan He Lianyi, melirik hati-hati wajah Putra Mahkota yang seperti hujan angin dan mengancam memporak-porandakan bangunan. Jing Qi merasa pilihan terbaiknya saat ini menunduk sampai matanya mengawasi hidung dan hidungnya mengawasi mulut, pura-pura patuh.

He Lianyi memelototinya dengan wajah dingin, "Kembali ke Istana Timur."

Tandu Putra Mahkota memang besar, lembut dan wangi dupa, meskipun perawakan Jing Qi tidak bisa dianggap bangau di antara ayam, tapi bisa dibilang ramping dan jangkung; ketinggian tandu masih kurang untuknya, padahal dia sudah membungkukkan pinggang sedikit dan menunduk, tapi tetap saja nyaris tidak bisa berdiri. Kalau cuma sebentar sih tidak apa-apa, tapi kelamaan begini juga membuat dia benar-benar tidak nyaman.

🌸 Bangau di antara ayam: tidak menonjol meski berdiri di tengah orang banyak.

Diam-diam dia melirik He Lianyi, yang sama sekali tidak menatapnya, seolah sengaja mau membuatnya menderita. Jing Qi cuma bisa menghela napas dalam hati dan berharap siksaannya sampai ke Istana Timur lebih cepat.

Begitu tandu yang bergoyang sampai, He Lianyi keluar dalam langkah besar, bahkan tidak meliriknya, Jing Qi buru-buru keluar dari ruang penyiksaan dan mengikuti dengan berlari kecil, diam-diam meregangkan bahunya yang sakit, mengambil keuntungan Putra Mahkota yang tidak peduli.

Lu Shen sudah menunggu di ruang belajar dan melihat He Lianyi menyerbu masuk dengan marah, belum juga sempat membujuknya, pria itu melempar kuas, tinta, kertas, dan batu tinta yang ada di atas meja ke tanah dengan amarah tak terkendali, lalu membanting cangkir teh ke pintu tanpa melihatnya, pecahan dan tetesan air memercik ke mana-mana. 

Qiye/七爷/Lord SeventhWhere stories live. Discover now