satu [b]

769 117 3
                                    

Sejurus kemudian, tangan Rega melewati Suri yang membelakangi pintu kulkas. Rega meraih sebotol air mineral, dan berlalu dari hadapan Suri tanpa berkata apa-apa lagi.

Suri paham suasana hati Rega bila mendengar nama Pijar disebut. Rega tidak menyukai Pijar. Bukan saja karena status Pijar sebagai kekasih Suri, melainkan ada hal lain yang membuat Rega begitu antipati pada Pijar.

Di antara Suri dan Rega hampir tidak ada rahasia. Rega adalah orang yang akan Suri curahkan banyak cerita tentang apa saja. Termasuk mengenai hubungannya dengan Pijar yang bisa disebut ajaib. Sebuah hubungan di mana hanya Suri yang memiliki cinta untuk Pijar, tapi tidak sebaliknya.

Hubungan cinta satu arah yang sering disinisi Rega sebagai kemunduran Suri dalam mengelola urusan cintanya. Namun, Suri selalu memberi pemahaman pada Rega untuk memaklumi pilihannya. Menjadi seorang pencinta tanpa dicintai balik sepenuh hati, dirasa sudah cukup bagi Suri.

"Mau ngapain dia balik ke Indonesia?" tanya Rega ketika Suri sudah kembali duduk bersamanya.

"Pulang."

Satu kata yang baru disebutkan Suri bermakna lebih dalam. Kedatangan Pijar ke negara asalnya bukan lagi sekadar persinggahan sementara. Kekasihnya itu sudah memutuskan untuk menetap lama di Indonesia.

"Berapa lama?" Rega bertanya lagi.

Suri mengangkat kakinya ke atas sofa, lalu mendekap sebuah bantal mungil di depan dada. Ia melayangkan pandang ke wajah tampan Rega yang menunggu jawabannya. Di wajah itu juga Suri melihat adanya celah kerisauan.

"Mungkin akan lama, Ga. Mas Pijar udah berencana mau stay nggak sebentar di Indonesia," terang Suri.

Rega menenggak air mineralnya sekali lagi, lalu berkata, "Udah bosan dia di Belanda?"

"Ya nggak mungkin juga dia selamanya di sana, Ga."

"Kak Suri pasti senang, kan. Bisa dekat sama si om-om itu?"

Suri setengah menahan tawa kalau Rega sudah menyebut Pijar dengan sebutan om-om.

"Ngomongnya nggak usah pakai sinis bisa nggak?"

"Apanya yang salah? Dia memang om-om."

Apa yang dibilang Rega memang ada benarnya. Rentang usia Pijar terpaut empat belas tahun dengan Rega. Sehingga cukup pantas untuk dipanggil selayaknya paman.

"Semoga aja dia nggak jadi pulang," cetus Rega enteng.

"Jangan didoain jelek gitu."

"Bagi aku itu doa baik." Rega tak mau kalah.

Suri menghela napas pelan. Tak mau ambil pusing dengan ucapan Rega tadi. Ia maklum pada Rega yang menganggap Pijar seperti hama pengganggu. Ditambah Rega yang terang-terangan menyukai Suri. Rega menyingkirkan segala batasan yang ada di antara mereka. Meskipun pada kenyataannya, bukan Rega yang membuat Suri tertarik.

"Aku ngantuk. Aku tidur sebentar di sini, ya." Tanpa permisi, Rega langsung merebahkan kepalanya di atas bantal yang ada di pangkuan Suri.

"Kamu nggak pulang?" tanya Suri sembari merapikan helai rambut Rega. "Kalau kemalaman nanti dicariin orang rumah."

"Nanti pulang. Mau puas-puasin di sini dulu. Besok-besok ada si om pasti bikin ribet."

Suri terkekeh, dan menarik pelan hidung mancung Rega.

"Aku kurang ganteng, ya?" Rega terus berbicara meski matanya terpejam.

Ketampanan Rega tidak perlu diragukan lagi. Lelaki itu menempati level di atas rata-rata dalam urusan fisik.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 12, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Too Good at GoodbyesWhere stories live. Discover now