14. He's Into Her

134 16 2
                                    

Pita-pita berwarna merah muda dan putih menghiasi setiap kursi di sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pita-pita berwarna merah muda dan putih menghiasi setiap kursi di sana. Rangkaian-rangkaian bunga cantik juga menambah keindahan keindahan yang sederhana. Dengan di hadiri beberapa kerabat terdekat saja. Tepat hari ini, Aruna mengenakan gaun pernikahan yang bundanya pernah kenakan saat menikah bersama ayah dulu. Sekujur tubuhnya serasa dingin saat melangkahkan kaki menuju altar. Di ujung sana dia menemukan seorang laki-laki dengan jas rapi tengah menunggu kehadirannya bersama pendeta.

Sisa rasa kehilangan itu belum hilang. Meski sudah tiga bulan berlalu tanpa ayahnya. Sepanjang langkah kecilnya, air mata Aruna tidak kunjung berhenti. Semua yang terjadi di hidupnya tak sesuai yang ia inginkan. Yang dia ingin adalah ayah selalu di sisinya, mengantarnya ke altar seperti ini. Namun juga yang ia harapkan sosok Leo lah yang berdiri di sana menanti kehadirannya, bukan Nathan.

Berpura-pura kuat bukan hal mudah baginya. Berjalan di tanah yang tak ingin ia pijaki. Aruna berusaha tersenyum, berharap Tuhan 'kan memberikan seluruh senyuman di hari esok dan seterusnya. Senyuman yang tulus, tidak seperti hari ini.

Ayah ingin Nathan bertanggung jawab atas perbuatannya, maka itu Aruna membantu Nathan untuk memenuhi permintaan terakhir ayahnya. Meski hatinya tidak mau, namun Aruna akan tetap melakukannya. Semua untuk ayah.

Mahesa duduk di kursi depan sehingga dapat melihat adik perempuannya menikah mendahuluinya. Tidak ada masalah baginya, semua orang berhak bahagia termasuk Aruna. Matanya berkaca-kaca sebab ia akan menjadi saksi pernikahan sang adik tanpa didampingi ayah dan bunda. Bunda masih belum sadarkan diri selama tiga bulan ini. Mereka sudah menghabiskan begitu banyak uang untuk biaya perawatan bunda. Jemarinya perlahan menyeka air matanya yang hendak jatuh. Mahesa menarik sudut bibirnya, senyuman tipis tergambar di wajahnya begitu Aruna tiba di altar.

Perempuan itu menghentikan langkahnya di depan seorang laki-laki yang akan menjadi suaminya sebentar lagi. Aruna menatap wajah Nathan penuh keraguan, sedangkan sebaliknya, Nathan menatap Aruna tulus. Tatapan itu berbeda dari tatapan sebelumnya. Berbeda dengan saat itu, di mana Nathan berkata tidak akan menikahinya. Saat Nathan juga meminta Aruna untuk menggurkan kandungan jika memang Aruna dinyatakan hamil.

Jangan tanya mengapa Nathan bisa berubah secepat itu, pasalnya ia juga tidak tahu kenapa. Dia tidak pernah merasa hatinya berdebar seperti saat berhadapan dengan Aruna. Dia tidak pernah merasa begitu damai seperti saat menatap mata Aruna. Kini Nathan sangat ingin memiliki Aruna. Dalam hatinya sangat yakin bahwa Aruna adalah perempuan yang ibunya maksud di dalam mimpi. Aruna lah pasangan yang memang Tuhan pilih untuknya.

“Saya mengambil engkau menjadi istri saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya; Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang tulus.”

Dengan lantang Nathan mengucap janji di hadapan Tuhan, pendeta, dan para saksi. Ketika Aruna ingin mengucap janji, air matanya justru berjatuhan dan membasahi pipinya.

Selepas Aruna menyelesaikan ucap janjinya, Nathan melingkarkan sebuah cincin sederhana di jemari tangan Aruna. Bukan rasa bahagia yang ia rasa melainkan sedih, Aruna masih belum siap menikah bersama Nathan. Dalam hatinya berkali-kali dirinya memohon maaf karena seakan berbohong di hadapan Tuhan.

Kini saatnya prosesi terakhir, di mana pendeta membiarkan keduanya melakukan ciuman pertama mereka. Mendengar itu Aruna sempat menolak, namun akhirnya ia membiarkan Nathan mengecup singkat keningnya. Lagi, tidak ada rasa bahagia karena itu bukan Leo.

🦋🦋🦋

Mereka berpelukan erat, seolah keduanya tidak ingin dipisahkan lagi. Mereka masih ingin bersama. Usapak tangan Mahesa terasa hangat di punggungnya. Aruna meneteskan air matanya lagi tak rela ditinggal pergi jauh untuk kesekian kali.

"Bang, kenapa nggak di sini aja sih?" lirih Aruna.

"Una, sekarang kan kamu juga udah ada Nana. Nanti aku sering-sering mampir deh ke Jakarta, ya? Kan juga jenguk bunda. Jangan sedih lagi." Mahesa mengusap pucuk kepala Aruna juga.

Aruna tidak lagi berkata-kata, dia hanya bisa menangis sesegukan tak mau melepas pelukan itu.

"Ayo udah gede, malu sama suaminya!" Mahesa kini meledeknya.

Nathan hanya berani tersenyum tipis mendengar itu. Iya, kini sudah resmi dirinya adalah suami Aruna. Namun sampai detik ini sejak dua hari lalu keduanya menikah, Aruna seakan tidak menganggapnya ada.

"Hati-hati, Bang. Hubungin aku terus!" seru Aruna.

Akhirnya pelukan itu melonggar dengan sendirinya, Mahesa menarik koper dengan tangannya menjauh dari mereka. Terasa berat meninggalkan adiknya itu, tapi Mahesa yakin bahwa Nathan bisa menjaga adiknya yang manja. Dia harus kembali memenuhi kewajibannya di tempat lain. Mahesa melambaikan tangan sebelum menaiki bus antar kota. Dia akan kembali melewati perjalanan jauh.

"Una, pulang yuk! Mendung nih," ajak Nathan. Perempuan yang ia panggil menoleh sekilas kemudian berlalu tanpa menanggapi ucapannya sama sekali.

Hal itu tidak membuat Nathan lantas marah, dia mencoba untuk bersabar menghadapi Aruna. Sesuai perjanjian mereka berdua, hubungan itu hanya sampai bunda Aruna sadar dan kembali sehat. Pernikahan mereka tidak untuk waktu yang lama.

"Oh iya, Una. Besok saya kan masuk agak siang, paginya saya temani kamu ke pasar, ya?" Laki-laki berusaha melakukan yang terbaik meski ia tahu hubungan mereka hanya sebatas memenuhi kesepakatan mereka.

"Nggak perlu," jawab Una singkat.

"Emang kamu nggak mau gitu ke pasar sama suami, biar kayak couple goals?"

Aruna berbalik menatap Nathan tajam dan dingin bak pedang es.

"Couple ndasmu!" Perempuan itu kembali melangkahkan kaki meninggalkan Nathan ke parkiran di mana Nathan memarkirkan motornya.

Entah hati mereka yang belum selaras atau memang bukan jodohnya, yang pasti Aruna tak merasakan apa pun. Hatinya tidak bersama Nathan melainkan masih di sana untuk Leo. Tanpa terlihat sekali pun, tangisan Aruna dapat Nathan dengar. Matanya nanar mengamati aspal ibu kota yang berdebu di jam-jam sore. Motor beat Nathan melaju dengan kecepatan normal, sengaja mengulur waktu untuk melihat jingganya senja.

Wajahnya terlihat tenang meski isi kepalanya ribut. Dia masih belum bisa berdamai dengan dirinya sendiri, sebab penyesalan dan rasa bersalahnya. Dirinya mungkin memang brengsek, tapi kali ini dia harus bertanggung jawab untuk hidup Aruna. Perempuan yang ia buat hancur dunianya. Mungkin Aruna tidak mengerti mengapa Nathan melakukan ini, tidak apa, tidak harus sekarang. Lain waktu, jika sudah saatnya maka perempuan itu akan tahu dengan sendirinya.

Satu hal terpenting, ialah ketulusan Nathan untuk menebus kesalahannya ini.




To be continued...

To be continued

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
This All Goes to You 3 | JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang