Chapter Ten

11 2 0
                                    

Tabuh dari sudut-sudut mesjid berbunyi, memecahkan alam sunyi. Sayup-sayup terdengar suara adzan shubuh bersahut-sahutan memanggil hamba Allah yang masih terlelap untuk menunaikan kewajiban.

"Rayy!... Rayya! Bangun Nduk." ucap eyang Asiyah. Ia menepuk lembut kemudian mengusap punggung cucu kesayangannya itu.

"Mmmm..." jawab Rayya. Bukannya malah bangun, tetapi menarik selimut ungu pastelnya itu.

"Sholat shubuh, Nduk."

"Mmm... memangnya jam berapa sekarang Eyang."

"Jam empat seperempat. Ini kan Sabtu jadi nggak perlu buru-buru persiapan ke kampus, masih panjang."

"Astaghfirullah, Eyang. Hari ini Rayya mau pergi dengan tim. Eyang kenapa nggak bangunin Rayya lebih awal!" Rayya langsung bangkit menuju kamar mandi, meninggalkan eyangnya yang geleng-geleng kepala.

Eyang Asiyah menyiapkan sarapan kesukaan cucunya itu. Bubur ayam. "MasyaAlloh cantik sekali cucu eyang." ucap eyang asiyah ketika melihat Rayya mengenakan jeans overal dengan baju dalam pink dibalut jilbab berwarna pink pastel.

Rayya berpamitan setelah taxi yang dipesan sudah tiba di halaman parkir. "Doain Rayya ya Eyang. Assalamualaikum."

Di parkiran kampus, dua mobil sudah terpatri menunggu calon penumpang.

"Na, Rayya sudah datang?" tanya Alban setelah keluar dari mobilnya.

Hana yang ditanya hanya menggelengkan kepalanya. Ia asyik mendengarkan sesuatu dari ponselnya.

"Al, gue sudah bawa semua yang kita butuhkan nanti."

"Ok, sip, Tom." Alban melihat arlojinya beberapa kali. Setelah menelpon juniornya itu. Setelah beberapa saat, Rayya akhirnya tiba di parkiran kampus. Semua sudah berada di mobil. Tinggal Rayya yang bergegas menuju mobil.

"Rayya naik mobil yang mana Kak?" tanyanya ke Tommy.

Sebelum dijawab, Alban sudah membukakan pintu mobilnya. Rayya masih diam. Ia ragu. "Di belakang saja, kak." pintanya.

"Di depan temani saya. Sekalian jadi navigasi, ok!" Rayya mengangguk setelah kakak seniornya itu berhasil meyakinkannya. Mobil yang ditumpangi Hana dan Tommy sudah membunyikan klaksonnya. "Ayo berangkat, keburu macet."

Perjalanan yang mereka tempuh membutuhkan waktu sekitar tiga jam sampai akhirnya tiba di situs yang dituju. Sebuah situs kuno di daerah pedalaman Jawa Barat yang memiliki bangunan-bangunan bersejarah yang masih terawat dengan baik. Selama ini para warga di sekitar ikut menjaga dan merawat situs tersebut dengan penuh keikhlasan.

Alban bersama rombongan tiba menjelang zhuhur dan disambut oleh kepala desa setempat. Kemudian diantar ke sebuah rumah induk sebagai tempat menginap mereka. Hana dan Rayya berada di kamar yang sama, sedangkan Alban dan Tommy di satu kamar yang berseberangan dengan kamar kedua gadis itu. Setelah teh hangat dan sinkong rebus habis dilumat Rayya dan tim, mereka langsung menuju situs. Setibanya di situs mereka berpisah, Rayya dan Hana fokus bangunan di sebelah kiri begitu sebaliknya dengan Alban dan Tommy.

Alban memulai memotret angle-angle yang unik. Tommy membuat sketsa tidak jauh dari tempat Alban berdiri. Ditempat terpisah, Hana dan Rayya mulai mengobsevasi. Rayya mengambil jepretan dengan kamera DSLR, sedangkan Hana hanya asyik dengan ponselnya, sesekali ia terlihat sibuk berbicara di ponselnya.

"Kamu yang ke sana!" perintah Hana menunjuk ke sebuah pintu terbuka di ujung situs tersebut.

"Sama-sama yuk, Kak."

"Kamu duluan saja! Kenapa? Kamu takut?"

"Bukan Kak. Maksud Rayy bukannya butuh dua pendapat agar lebih objektif."

Love Blooms In RayyaWhere stories live. Discover now