° Six °

1.1K 168 58
                                    

Matahari sudah terbenam sejak beberapa jam yang lalu-Ei kini tengah berada di puncak Tenshukaku. Ia tidak bisa menyiapkan meja di puncak Tenshukaku, sebab tidak mungkin meletakkan meja di sana.

Ei duduk sendirian di puncaknya, meletakkan rumput susuki dan makanan yang sudah (Name) beli termasuk dango milk di atas bagian atap yang mendatar.

"Neesama, maaf aku terlambat."

Terdengar suara dari belakang Ei, tanpa perlu menoleh ia sudah mengetahui siapa sosok yang memanggilnya. Sosok itu melangkah untuk mendekati Ei, seraya ia duduk tepat di samping sang archon electro. Ei tersenyum sumringah. "(Name)! Tidak apa-apa, kok. Yang penting bulannya masih terlihat jelas."

"Untung aku datang tepat waktu," balas (Name) sebelum ia terkekeh kecil. Ia mengambil botol air mineral dari balik saku dalam haori-nya, kemudian menenggak beberapa teguk air. "Hahh ... segarnya. Udara di puncak Tenshukaku ini sejuk juga, ya."

"Iya, kau benar, adikku." Ei tersenyum manis melihat sang adik, netra ungunya ia arahkan ke kiri dan ke kanan, seperti mencari-cari sosok seseorang. Tiada siapapun di sana selain mereka berdua, seketika alisnya bertaut keheranan. "Loh?"

"Kenapa, neesama?"

"Mana Shogun?"

Seketika, (Name) menyemburkan air mineralnya dan terbatuk-batuk sesaat setelah Ei mengatakan kalimat itu. Ei yang khawatir pun cepat-cepat menepuk punggung adiknya, kemudian mengelap bibirnya dengan lengan kimono-nya.

Netra ungu Ei memandang adiknya dengan kecemasan. "(Name), kau baik-baik saja?"

(Name) mengangguk dan menepis tangan Ei yang mengelap bibirnya. "Jangan melakukan ini, aku sudah dewasa, neesama!"

"Baiklah, baiklah. Namun, ke mana Shogun?"

"Shogun ... tadi dia bilang mau menyelesaikan urusan administrasi dengan Kanjou Commission."

Ketika (Name) mengatakan itu, ia memandang ke arah lain-sebab ia telah berbohong sesuai perintah Miko. Sesungguhnya, (Name) dan Shogun datang ke sana bersama, tetapi di tengah perjalanan mereka, Miko menyeret Shogun dan menyuruh (Name) saja yang menemani Ei.

Mendapati reaksi (Name) yang aneh, Ei sesungguhnya mengetahui adiknya tengah berbohong-tetapi, ia memilih untuk tidak menanyakan itu.

"Oh ya, ini makanan yang sudah kita beli. Ayo makanlah, (Name)." Ei mengambil sepotong imomeigetsu dan memberikannya kepada sang adik.

(Name) menerima imomeigetsu tersebut dan memakannya dalam diam, bersama-sama dengan Ei. Sepasang netranya dihadapkan ke langit, memandang bintang-bintang yang berpendar di antara bulan di Teyvat.

"Seharusnya lebih enak kalau ada dango, ya," celetuk (Name) di saat mengunyah imomeigetsu itu. "Sayang, kita tidak mendapatkannya."

Wajah Ei berubah menjadi sumringah, netra ungu miliknya berbinar-binar. Diambilnya sebotol dango milk yang telah dibeli kemarin, membuka penutupnya dan disodorkan kepada sang adik. "Kata siapa kita tidak punya dango? 'Kan ada dango milk!"

"Ini, cobalah!"

(Name) memandang minuman itu dengan tatapan ngeri-dango yang lengket itu dicampur dengan susu? Kombinasi yang mengerikan, bahkan seorang (Name) yang sudah mengembara dan mencicipi berbagai kuliner makanan dan minuman pun tak habis pikir.

"Aku ... tidak mau."

Netra Ei yang sedari tadi berbinar-binar mengharapkan reaksi adiknya yang akan menyukai minuman itu seketika berubah lesu-sebab sang adik justru menolak sebelum mencoba. "... Kenapa tidak mau?"

"Ugh, pasti rasanya menjijikkan. Bayangkan, makanan selengket dango dipadukan dengan susu. Entah seperti apa teksturnya, hih-!" (Name) merinding seraya menggeleng-gelengkan kepalanya, sepenuhnya menolak minuman itu. "Aku takkan sudi mencoba minuman itu!"

Ketika (Name) menyandingkan dango milk dengan kata 'menjijikkan', seketika perempatan siku imajiner muncul di kepala Ei. Ia merasa tersinggung saat (Name) menghina salah satu minuman favoritnya. "(Name)-"

"Aku tidak peduli, aku takkan mencobanya!"

"Dicoba dulu, ini enak."

"Tidak. Dan tidak akan pernah, sampai kapanpun aku takkan mau menelan minuman menjijikkan itu!"

"(Name)-"

"Aku? Seorang Raiden (Name) menelan benda lengket, benyek dan menjijikkan itu?! Hihh, jangan memaksa-HMPH?!"

Kesabaran seorang Raiden Ei sudah habis, tanpa pikir panjang Ei memaksa (Name) untuk meminum dango milk itu. Mulut botol tersebut ia sodorkan paksa ke bibir (Name), memaksa untuk meminumnya.

Sampai akhirnya (Name) berhasil menelan beberapa teguk dango milk.

"Enak?" tanya Ei.

"Neesama, aku mau sebotol lagi."

***

(Name) mengobrol bersama dengan Ei, sambil memakan makanan yang sudah mereka beli. Ini adalah momen pertama mereka bertemu dan berbincang dalam jangka waktu lama, setelah ratusan tahun mereka terpisah.

Tidak banyak topik yang mereka banyakan, hanya membahas seputar pengembaraan (Name) yang berujung dengan bertemu Rex Lapis dan kisah Ei selama ia berada dalam Plane of Euthymia, kejadian yang menggoyahkan keyakinannya setelah bertemu dengan sang pengembara.

Ini adalah saat paling tepat untuk memperbaiki hubungan mereka yang telah merenggang, mungkin ini merupakan tujuan asli Miko menyuruh mereka berdua saja.

"Setelah ini-aku takkan mengembara jauh-jauh. Aku di sini saja, menemani neesama," kata (Name).

Senyuman manis terulas di wajah Ei, ia tertawa kecil. Ia mengusap-usap pucuk kepala adiknya itu. Waktu berjalan begitu cepat-rasanya baru kemarin ia dan Makoto bermain bersama (Name) yang saat itu masih kecil. "Aku senang mendengarnya, tetaplah bersamaku, (Name)."

"Malam ini, bulannya sangat indah, ya, adikku?"

(Name) sangat tersentak mendengar kalimat yang diucapkan Ei-sebab kalimat itu merupakan frasa khas Inazuma yang digunakan untuk menyatakan perasaan pada seseorang. "Neesama! Jangan sembarangan mengatakan itu, kalimat itu merupakan frasa yang berarti-"

"Aku tahu. Aku mencintaimu, 'kan?" Ei tersenyum manis dan terkekeh pelan. "Aku mencintaimu, kok. Sebagai adikku."

(Name) terlalu bingung untuk memberikan reaksi seperti apa. Pada akhirnya ia hanya menundukkan kepala untuk menyembunyikan rona merah yang terpampang di wajahnya.

Ei hanya tertawa kecil, kemudian ia meraih kepala adiknya dan membuat (Name) bersandar di pundaknya. "Sesekali seperti ini tidak apa-apa, 'kan?"

"... aku malu, rasanya seperti bocah saja."

"Yah-bagaimanapun juga, di mataku kau tetap (Name) kecil yang dulu menangis saat aku dan Makoto meninggalkanmu sendirian."

Keduanya diam tanpa kata. Meski tanpa ucapan resmi, kini hubungan mereka berdua sudah kembali seperti dulu kala. Bulan di malam itu menjadi saksi kembalinya sang adik dan kakak yang saling menyayangi satu sama lain, setelah konflik selama ratusan tahun.

End

Tsukimi « Raiden Shogun (Ei) x Reader » (Genshin Impact)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt