15. Perih

71 7 0
                                    

Setelah cokelat karamelnya habis, Galuh tidak lagi meminta hal lain kecuali ingin bertemu Fariz. Sejak satu jam pergi bersama Ibnu, Elga terus menanyakan keberadaan putranya. Padahal, Elga tahu kalau Galuh tak akan ke mana-mana. Tetap saja, khawatir akan terus datang karena Galuh masih begitu kecil untuk lepas dari pengawasannya.

"Om, habis ke rumah Bu Guru, nanti mau ke mana?"  tanya Galuh tiba-tiba. Anak itu tampak lelah, terlihat sayup matanya yang tak bisa   menahan kantuk.

"Kita pulang ke rumah, istirahat dulu, nanti kita ketemu lagi sama Papa dan Bunda, oke?"

"Aku mau telepon Bunda," ucapnya. Ibnu akan menuruti apapun kemauan keponakannya. Ia pun segera memberikan ponsel yang sudah terhubung dengan Elga.

Beberapa menit kemudian sambungan telepon itu mulai terdengar.

"Bunda!" Teriak yang akan membuat Ibnu mengomel, terlalu nyaring dan berisik. Kali ini, Ibnu hanya bisa tertawa, karena yang mengomel setelah mendengar suara Galuh adalah Fariz, Papanya sendiri.

"Berisik! Kamu sama siapa di sana Gal?" tanya Fariz. Dengan cepat Galuh menjawab, meski di sebelahnya ada Ibnu yang setengah mati menahan tawanya. Belum lagi melihat raut wajah Galuh yang tampak biasa saja.

"Sama Om Ibnu, Om Irgi, tapi lagi bobo. Tadi aku habis anterin Bu Guru cantik, Pa," celotehnya. Hal yang begitu menggemaskan dan hal yang selalu bisa membuat Fariz tersenyum.

"Jadi kalian lama-lama di luar habis anter cewek cantik yang tadi datang ke sini?" sahut Elga.

"Kak El, nggak usah ikut-ikutan kayak Galuh deh, anak Kak El bawel banget, sumpah gue dipalak nih," protes Ibnu tak akan ada apa-apanya untuk Fariz yang saat ini sedang menikmati bulan madu berdua di rumah sakit.

"Nanti gue transfer, jajan anak gue nggak ngabisin isi ATM Lo juga, kan? Nggak boleh pelit!"

"Dih, nggak sadar diri banget, yang pelit siapa? Lo atau gue? Tolong, ya Kak El, suaminya direparasi dulu, aku kasihan sama Kak El, kalau dia lama-lama di rumah sakit. Makin nggak waras aja otaknya. Inget, bulan madu tuh liburan, bukan  di rumah sakit."

"Om Ibnu! Papa lagi sakit, nggak boleh marah-marah, dosa lho!"

Satu lagi yang Ibnu lupa jika ia sedang kesal dengan Fariz, bahkan ia lupa kalau saat ini ada Galuh yang duduk di kursi penumpang di sebelahnya. Anak itu akan melotot dan memarahi dirinya jika mendengar hal buruk tentang Papanya. 

"Tuh, dengar Nu, anak kecil nggak pernah bohong,"  tambah Fariz.

"Ada ya, orang sakit makin bawel kayak lo? Ya udah gue cuma mau bilang, gue sama Galuh mau pulang dulu, kasian bocil udah ngantuk,  katanya ada pr juga, belum dikerjain.  Lo cepet pulang, jangan lama-lama,  hemat biaya, rumah sakit mahal," ucap Ibnu. Setelah sambungan teleponnya terputus, Ibnu pun kembali melajukan mobil yang sempat ia parkir beberapa menit lamanya dipinggir jalan guna menghindari kecelakaan lalu lintas yang kerap terjadi karena kelalaian pengemudi.

"Hari ini nggak ada drama tidur di lantai, ya? Masuk angin, besok masih sekolah." Galuh hanya menganggukkan kepalanya, merasa bosan mendengar ucapan Ibnu yang diulangnya berkali-kali sejak tadi.

"Bu guru aku cantik, ya Om?" tanya Galuh yang begitu tiba-tiba membuat Ibnu menoleh cepat, kemudian mengacak rambut keponakannya sampai si pemilik kesal.

"Kamu suka sama Bu guru? Nanti dimarahin Papa, lho," kata Ibnu membuat Galuh menggeleng, kemudian mencubit lengan kekar Ibnu sampai memerah. Hal yang sering terjadi jika Ibnu mulai bicara yang aneh-aneh dan hasilnya akan menerima balasan dengan cepat.

"Aku bilangin Bunda, kalau Om tadi berdua-berduaan sama Bu guru," ancam Galuh. Padahal, sejak tadi yang memulai percakapan tentang kecantikan Nirmala adalah Galuh, tapi anak itu juga yang mengancam akan melaporkannya pada Fariz dan Elga.

JEJAK ASA (Selesai)✅Where stories live. Discover now