2. Serba Dibatasi

11 0 0
                                    

Adriana Camilla Oktavia, ia merupakan seorang anak yang terlahir dari keluarga yang sangat dekat dengan alam. Ayahnya Indra Adyatama seorang pecinta alam, waktu mudanya dihabiskan untuk mendaki banyak gunung.Beberapa gunung tertinggi di Indonesia telah ia taklukkan bersama teman-teman komunitasnya. Sedangkan Ibunya Mahestirani, seorang aktivis peduli lingkungan. Ia memiliki Komunitas Eco Clean, komunitas yang memanfaatkan sampah menjadi barang-barang yang lebih bernilai. Ketika mendengar kegiatan kedua orang tuanya mungkin tidak terlintas sedikitpun jika anaknya hanya lah seorang mahasiswa kupu-kupu.

Mahasiswa kupu-kupu menjadi sebuah gelar yang disematkan untuk gadis yang kerap dipanggil Riri ini. Alasan utama gelar itu disematkan pada Riri karena ia selalu pulang lebih cepat selepas jam perkuliahan selesai. Ia melakukan ini berdasarkan permintaan sang ayah, Indra.

Indra memiliki alasan yang kuat membatasi kegiatan anak semata wayangnya ini. Sebab, Riri kecil pernah memiliki riwayat penyakit tifus. Bukan hanya tifus, Riri kecil sangat rentan terkena penyakit. Penyakit muntaber, demam berdarah hingga demam kejang yang biasa disebut step pernah Riri rasakan.

Apabila penyakit musiman mulai menjangkit di sekitar lingkungan keluarga Riri, maka penyakit itu dengan cepat terjangkit pada Riri. Sebab, gadis ini memiliki daya tahan tubuh lebih lemah dari anak seusianya. Tak heran jika rumah sakit menjadi tempat yang paling sering Riri kunjungi saat kecil.

Berdasarkan riwayat penyakit yang pernah menimpa Riri, Indra selalu melarang Riri mengikuti kegiatan lain di kampus selain aktivitas akademik. Rupanya trauma menyaksikan sang putri kesakitan masih membekas pada Indra. Padahal, semenjak memasuki sekolah dasar Riri tidak pernah lagi menderita sakit parah dan harus dilarikan ke rumah sakit.

Pagi ini, denting alat makan beradu di atas meja makan bundar. Tidak jauh berbeda dengan hari-hari sebelumnya, hanya ada tiga kursi yang terisi dari lima kursi yang melingkar mengelilingi meja.

Riri bergegas menghabiskan sepiring nasi goreng sosis miliknya. Tingkah lakunya itu membuat Ayahnya menggelengkan kepala. Pemandangan seperti ini sering terjadi jika Riri memiliki jadwal kuliah pagi. Semenjak memasuki perguruan tinggi, Riri sering bangun kesiangan dikarenakan harus menyelesaikan tugas kuliah hingga larut malam.

"Tadi malam tidur jam berapa, Ri?" tanya Indra pada Riri lalu meletakkan sendok di piringnya.

"Seperti biasa, Yah," jawab Riri lalu berhenti sejenak. "Jam satu malam," sambungnya.

Indra mengembangkan senyumnya dengan terpaksa ketika mendengar jawaban Riri. Pikirannya terbang begitu jauh. Kegelisahan timbul dalam hati Indra, ia tahu persis jika pola tidur sang putri tak teratur akan membuat Riri mudah lelah dan daya tahan tubuhnya menurun. Di saat seperti itu, berbagai penyakit dapat dengan mudah masuk, terumata Riri memiliki riwayat penyakit tifus.

"Yah," panggil Riri ketika menyaksikan senyum kecut dari bibir Indra. Ia berusaha menenangkan ayahnya dengan menggenggam tangan Indra.

"Ayah tidak perlu khawatir. Riri baik-baik aja, kok," jelas Riri.

Indra memandangi putrinya lalu menarik tangannya dengan kencang dari genggaman Riri. Reaksi Indra membuat gadis yang duduk di sebelah kiri Indra menunduk. Ia tahu benar sikap ayahnya ini menunjukkan ketidaksukaannya terhadap kebiasaan Riri tidur larut malam.

Tidur larut malam dikarenakan mengerjakan tugas saja membuat ayahnya marah. Apalagi, jika ia datang ke rumah larut malam selepas melakukan kegiatan lain di luar rumah. Tidak bisa dibayangkan apa yang akan terjadi pada Riri apabila ia tidak menaati sang ayah.

Riri mencoba menghabiskan sarapannya dengan detak jantung tak beraturan. Matanya mulai memerah. Suapan demi suapan ia nikmati dengan terpaksa. Hingga akhirnya ia mendaratkan suapan terakhir nasi goreng di mulutnya. Ia meraih segelas air putih di depannya lalu meneguk sisa air di dalam gelas itu sampai habis.

Bermula di JanuariWhere stories live. Discover now