Free

1.1K 98 32
                                    

Warning! Suicide. Blood. Main character death.

---

"Waktu lo lima menit, gue nggak tanggung kalo Tante Wira dateng." Kekasih Gun itu meninggalkan New dengan tubuh penuh alat Tay yang terbaring di ranjang rumah sakit.

Ini sudah seminggu sejak terakhir kali si manis menatap wajah tampan yang matanya terpejam dengan damai di sana, "Halo, Sun." Sapanya, pelan.

Tangannya dibawa untuk menggenggam tangan si tan, infus yang tertancap di sana berkali-kali kembali mengiris hatinya. Matanya memandang wajah Tay dalam diam. Lekat-lekat seolah melukiskan tiap-tiap garisnya dalam benak.

Menghapalnya. Untuk dikenang dalam memori.

Wajah pucat dengan mata terpejam. Bibir yang kerap mengecupnya hingga beberapa waktu lalu. Bagaimana kebaikan yang telah dilakukan si tan dalam hidup New.

New ingin berterima kasih untuk itu.

Untuk mengantarkan sarapan pagi untuknya.

Untuk perhatian yang diberikan.

Untuk rasa sayang yang membuat hatinya menghangat.

Untuk tak menyerah dalam usaha mengambil hatinya—walau rasa sakit ikut menghantui seorang Tay tiap malamnya.

"They said that I should leave you... I guess you also want me to go, isn't it?" Gumamnya kemudian.

Tay terdiam. Masih terlalu fokus dengan mimpinya di sana.

New menundukkan kepala, mengecup dahi pria yang terbaring. Kali ini, ia sudah berjanji untuk tak menunjukkan wajah menangisnya pada Tay. Setidaknya, di hari perpisahan mereka, ia harus pergi dengan senyuman untuk merayakan bebasnya lelaki itu dari belenggu New Thitipoom.

"Hidup bebas setelah ini, jadi Tay Tawan yang aku kenal, bisa? Tanpa New Thitipoom. Hanya Tay Tawan dan segala sinarnya. Karena nama kamu matahari." Bisiknya perlahan di telinga pria itu.

Ada banyak kata yang tersimpan dalam hati, tetapi New tak berani menyampaikan. Melihat bagaimana ketenangan dalam lelap seorang Tay di sana.

"Thank you for coming into my life, Te."

Walau ada harga mahal yang harus New bayar untuk bisa bertemu Tay dalam hidupnya.

"Last one..."

---

New melangkahkan kaki menuju toko bunga pinggir jalan. Membeli sebuah buket dengan uang yang tersisa di kantungnya. Wajah tersenyumnya membuat beberapa orang yang berpapasan ikut memasang lengkungan.

Lajunya berhenti pada gundukan tanah dengan keramik yang di atasnya terukir beberapa huruf. Sebuah nama. Nama yang begitu New rindukan. Sosok yang begitu berarti dalam hidup New.

"Ibu, New datang." Gumamnya perlahan. Jemarinya digunakan untuk membersihkan rumput liar yang menghiasi tempat persemayaman cintanya. Dicabut satu per satu, dibersihkan dari beberapa tanah yang menempel, serta ditaburi kelopak bunga di atasnya. Tak lupa satu buket bunga yang dibeli menjadi sentuhan terakhir dalam rangka memperindah pusara tersebut.

"Maaf karena jarang ke sini, kuliah New makin sibuk. New udah mau masuk semester akhir, Ibu. Sebentar lagi skripsi dan lulus."

New bersimpuh di sana, mendekatkan wajah pada gundukan tersebut, merebahkan diri. Hari sudah sore, sebentar lagi matahari akan terbenam, digantikan bulan sebagai penyinar. Lelaki manis itu tak peduli berapa pasang mata sudah menatapnya aneh karena berbaring di atas tanah, persis di samping tempat peristirahatan terakhir sang ibu.

Right From The Start ✓Where stories live. Discover now