Chapter 18 : Don't Die

52 16 45
                                    

"Tolong jemput saya sekarang."

Itu adalah ucapan yang ku dengar dari bibi sebelum menutup telponnya. Wah untungnya dua jam sangat cepat berlalu. Aku sekarang sudah terbebas dari harus melayaninya selama itu. Saat ini kami sedang duduk di kursi yang ada di halaman sembari menunggu mobil jemputan bibiku datang.

"Hah...kau tidak berubah ya jika ku perhatikan."

Aku melirik ke arah bibi sedikit saat mendengarnya mulai berbicara. Memangnya kau ingin aku berubah menjadi siapa?

"Kau masih sama seperti dulu. Sangat menjengkelkan. Sampai aku menyesal pernah ingin mengurusmu setelah Ibumu pergi."

Aku memutar bola mataku sambil tertawa mendengar omong kosongnya. "Memangnya kau sendiri sudah berubah? Dan yah aku juga tidak akan pernah menyesal karena menolak tinggal bersamamu." ucapku berharap agar ia menutup mulutnya karena aku sedang tidak ingin stres di musim dingin ini.

Namun wanita tua ini malah semakin membalas. "Yah kau masih membuktikan padaku bahwa kau anak yang keras kepala."

"Bagaimana denganmu? Kau juga masih membuktikan padaku bahwa kau tidak punya rasa malu setelah mencuri semua uang hasil penjualan komik Ibuku yang ia tabung. Dan sekarang setelah dua tahun berlalu, kau masih berani rupanya menemui anaknya." Dan aku tanpa sadar di luar kendali sekarang telah meluapkan semua kemarahan ku pada wanita di depanku ini.

"Apa uang itu ada hubungannya denganmu? Aku ini adiknya. Itu artinya aku juga berhak atas ua-"

"Aku anaknya, darah dagingnya. Dan kau tidak punya hak seenaknya untuk mengambil semua uang Ibuku. Sepertinya jika aku adalah Ibuku, aku tidak akan sudi mempunyai adik seperti dirimu."

Bibiku sekarang hanya dapat menatapku dalam diam. Ah tidak aku hampir jijik memanggilnya sebagai bibiku. Dan begitulah akhirnya percakapan menjengkelkan itu berakhir. Sampai tujuh menit kemudian mobil yang akan membawa bibi pergi akhirnya tiba di halaman rumah.

Aku mengantar bibi ke mobilnya lalu setelah ia masuk, aku beralih ke depan tempat sang supir mengemudi. "Pak. Tolong untuk antar Bu Yina dengan selamat sampai Busan. Jangan biarkan dia mati di jalan sebelum menyesal karena kesalahannya." ujarku dengan suara keras lebih kesengajaan agar wanita dengan marga Park yang duduk di belakang supir itu dengar.

Supir yang mendengar itu hanya mengangguk kebingungan lalu pergi meninggalkan halaman rumahku setelah itu. Lega rasanya saat melihat mobilnya yang pergi dengan cepat. Seolah rasanya ia tidak akan pernah mengusikku lagi selama hidupku.

Waktu memang cepat berlalu. Karena rasanya baru saja aku mengantar bibi ke mobilnya dan sekarang aku sudah duduk di sofa bersama Hueningkai dan Taehyun dan tiga lainnya yaitu Yeonjun, Soobin, dan Beomgyu duduk di bawah karpet dengan menikmati coklat panas di tambah sembari menonton film horor sekarang.

Sekedar info aku adalah yang paling penakut di sini. Dan mereka semua dengan kejamnya menyiksaku dengan menempatkanku di tengah agar tv tepat berada di depanku. Ini kah balasan dari mereka setelah aku mencoba membuat mereka nyaman di dalam kamar Ibuku selama dua jam?

"Heejyo-ah, percayalah padaku, aku sudah menonton film ini ratusan kali. Saat ia membuka pintu kamarnya, nanti akan muncul hantu bermata merah di sana."

"Yak diam kau! Kau sengaja agar aku takut hah? Kwon Taehyun?!!"

Aku tanpa rasa belas kasihan langsung mencubit perut Taehyun sampai ia memunculkan ekspresi kesakitan-nya yang membuatku puas. "Katakanlah lagi di mana hantu itu akan muncul. Jika kau bilang ada di sini aku tidak akan mencubitmu lagi. Melainkan memotong kehidupanmu."

ANTI-ROMANTIC | †×†Where stories live. Discover now