13

8K 933 3
                                    

"Ada rujak, Nay." Bisma menunjuk sebuah gerobak rujak di pinggir jalan.

"Kata bang Anta nggak sehat jajan pinggir jalan." Nayla menolak.

Bisma kembali melakukan mobilnya. Mobil Ananta maksudnya.

Nayla tidak nyaman dengan sikap Bisma yang perhatian padanya. Seolah mereka pasangan suami istri.

"Sekalian mampir ke pengadilan agama. Masih siang, belum tutup." Nayla memberikan arahan.

Bisma mencengkram setirnya kuat.

"Belok kanan, lurus sedikit."

Bisma mengabaikan arahan Nayla. Ia malah menghentikan mobilnya di pinggir jalan.

"Kenapa malah berhenti? Nanti keburu tutup." tanya Nayla polos.

Rahang Bisma mengeras ia melepas seatbelnya dan menghadap ke arah Nayla.

"Lo beneran mau kita cerai?"

Nayla mengangguk. Bisma mengusap wajahnya. Ia meraih tangan Nayla.

"Emang nggak ada pilihan lain?"

"Bukannya lo yang ninggalin gue? Lo juga nggak cinta sama gue." Nayla berkata datar.

Flash back.

Nayla baru saja bangun tidur, ia ingin membangunkan Bisma untuk sarapan di luar. Hari ini dia malas masak.

Setelah lama mengetuk pintu tanpa adanya sahutan, akhirnya Nayla memutuskan untuk membuka pintu kamar yang tak terkunci itu.

"Bisma? Lo lagi di kamar mandi?"

Sepi ....

Mata Nayla menemukan secarik kertas di atas nakas yang ditindih jam weker.

Gue pergi.

Hanya dua kata itu yang tertulis. Nayla bingung.

Pergi ke mana? Untuk apa? Berapa lama ....

Apakah Bisma berpikir bahwa Nayla tidak punya perasaan, sehingga bisa ditinggalkan begitu saja, ia manusia juga.

Setidaknya Bisma bisa mengucapkan kata yang lebih dari itu. Nayla butuh alasan, Nayla juga untuk kejelasan.

Berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun, tak ada kabar berita dari Bisma.

Pria itu seolah menghilang tanpa jejak. Nayla lelah ... Menunggu bukan hal yang menyenangkan. Apalagi menunggu tanpa kepastian.

Disaat dirinya terpuruk, bisa saja Bisma sedang bersenang-senang, entah dimana, bersama siapa.

Ini tak adil, Nayla tak suka ....

Seharusnya Nayla tak apa-apa, Bisma bukanlah siapa-siapa di hatinya. Mereka hanya dipaksa bersama karena keadaan.

Apa Bisma mengira hanya dia yang terpaksa di sini? Tidak, Nayla juga terpaksa.

Seharusnya saat itu Bisma tak usah menolongnya. Biar saja Nayla terkunci di kamar mandi hingga membusuk.

Nayla benci dirinya yang mulai terbiasa dengan kehadiran Bisma di hidupnya.

Nayla benci pada dirinya yang mulai merindukan pria itu ....

Rencana kuliah di jurusan kedokteran hanya menjadi mimpi, pada kenyataannya Nayla sibuk meratapi dirinya sendiri, sibuk merindukan pria brengsek, bernama Bisma.

Mama papa Nayla tak terima dan meminta pertanggungjawaban dari keluarga Bisma.

Mereka tak terima puteri mereka ditelantarkan begitu saja. Mereka menuntut status puteri mereka.

Gadis bukan, janda bukan. Bagaimana itu maksudnya ....

Diantara semua ketegangan itu Ananta menyelamatkan keadaan. Pria itu mengatakan sanggup untuk merawat Nayla. Ia akan mengambil alih tanggung jawab adiknya.

***

"Gue nyesel, Nay."

"Lalu? Apa penyesalan lo bisa merubah keadaan?"

Bisma diam, di sini memang ia yang patut disalahkan. Ia pergi begitu saja, seperti pecundang. Hanya karena ingin mengejar mimpinya sebagai pelaut.

"Seharusnya lo nggak pernah kembali." Nayla berkata dingin.

***

Udah, Bang. Balik aja ke laut. Nikah ama duyung, jadi raja mermaid. Empok Nayla udah kagak mau sama lo 😁

Istri SengketaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang