11

4K 613 17
                                    

Ada yang nungguin cerita ini?



***

Hari-hari Jeongwoo setelah kembali ke sekolah, terasa membosankan bagi pemuda Park itu.

Selain diisi oleh usaha teman-temannya untuk mengembalikan ingatan Jeongwoo, hanya diisi oleh segala tingkah ajaib kekasihnya, si ganteng Haruto.

Sudah genap dua bulan Jeongwoo berada di dunia ini.

Dan rasanya memang menyenangkan.


Beberapa ingatan Jeongwoo mulai muncul. Bahkan ingatan saat dirinya belum tertukar dengan Jewe, sudah kembali.

Keadaan tangan kanan serta kaki kirinya sudah sembuh. Hanya saja kaki kirinya itu masih agak sakit kalau digerakkan. Dan Dokter juga menyarankan tetap rutin melakukan perawatan.




Saat ini, Jeongwoo tengah duduk di atas ranjangnya. Bersandar pada kepala ranjang sembari membaca novel. Suatu hobi lama yang sangat ia sukai.




Tinggal beberapa halaman lagi, dan Jeongwoo akan menyelesaikan bacaannya, namun kepalanya tiba-tiba terasa sakit.

"Akh!"

Rasanya seperti terhantam sesuatu dan tersengat listrik. Jeongwoo sadar dia akan mendapat suatu ingatan lagi kali ini.











"Jewu!"

Jeongwoo kecil yang sedang terisak dengan posisi berjongkok di samping sebuah pohon besar, mengangkat kepalanya. Wajah imutnya memerah, dengan lelehan air mata di kedua mata serigalanya.

"Hiks hiks, Haru.."

Haruto yang usianya sekitar enam tahun itu ikut berjongkok di depan Jeongwoo.

"Jewu ndak boleh nangis. Haru sama Doy udah marahin mereka yang ngejek Jewu. Jadi Jewu jangan nangis lagi ya. Nanti kalo mereka ngejek Jewu lagi, langsung bilang sama Haru! Haru bakal lindungi Jewu dari orang-orang jahat kayak mereka!"

Jeongwoo kecil mendenguskan ingusnya sembari mengusap air mata.

"Hiks, makasih ya Haru."

"Iyaa sama-sama! Ayo dong Jewu senyum lagi, Haru paling suka liat senyumnya Jewu. Manis banget soalnya!"

Jeongwoo kecil menarik dua sudut bibirnya ke atas, melengkung membentuk kurva yang benar-benar nampak manis di mata Haruto.

"Nah gitu dong! Ayo kita main lagi. Doy udah nungguin di sana,"

Jeongwoo mengangguk.

Haruto bangkit pertama, kemudian mengulurkan tangannya yang disambut baik oleh Jeongwoo.

Keduanya berlari kecil mendekati Doyoung yang tengah asik bermain ayunan.













Jeongwoo tersenyum. Lelaki itu kemudian beralih menatap pintu balkon kamarnya yang tertutup. Tak bisa mengakses pemandangan luar yang biasanya memperlihatkan balkon kamar rumah sebelah.

"Ternyata lo udah sebucin itu sejak kecil ya Haru," Gumamnya diiringi kekehan kecil.


"Wait, itu kalo gak salah ingatan pas kita umur enam tahun, berarti sama gue dong?"

Jeongwoo mengernyitkan dahi. Kemudian geleng-geleng kecil sambil menepuk kedua pipinya.

"Enggak enggak. Mau kapanpun itu, sama aja."

Jeongwoo lantas kembali melanjutkan kegiatan membaca novelnya.


Namun belum selesai, pintu kamarnya terbuka. Menampakkan sosok sang kekasih yang tersenyum lebar sambil membawa sesuatu di tangannya.

"Hai sayang! Aku ganggu gak?"

Jeongwoo sempat terkejut. Namun akhirnya hanya tersenyum tipis dan menggeleng menjawab pertanyaan Haruto.

"Enggak kok. Ayo sini,"

Percayalah, dua bulan di sini membuat Jeongwoo benar-benar bisa beradaptasi menjadi seorang 'pihak bawah'.

"Lo bawa apa?" Jeongwoo meletakkan novelnya di nakas kemudian berjalan mendekati Haruto yang duduk di sofa.

Gaya bicara Jeongwoo tidak berubah. Dan hal itu di maklumi semua orang.


Haruto menyempatkan diri mengusap rambut Jeongwoo sekilas. Sebelum membuka tas plastik hitam yang dia bawa.

Kejadian sekilas yang dampaknya tidak baik bagi kerja jantung Park Jeongwoo.


"Martabak manis, buat si manis kesayangan Haruto."

Jeongwoo terkekeh. Merasa geli dan gemas mendengar kata-kata Haruto.

"Apasih, alay deh."

Haruto tertawa. Membuka kotak wadah martabak manis atau sebut saja terang bulan itu, kemudian Haruto berganti jadi mengambil remote tv dan menyalakan tv di kamar Jeongwoo.

Jeongwoo tanpa kata langsung mencomot satu potong terang bulan rasa coklat keju susu kesukaannya itu dikala Haruto masih sibuk gonta-ganti channel tv.



"Pelan-pelan sayang makannya. Buat kamu aja kok ini,"

Haruto terkekeh kemudian mengelap sudut bibir Jeongwoo yang belepotan coklat.

Tv sudah berganti kini jadi menampilkan salah satu film di Netflix karena tidak berhasil menemukan hal seru di channel biasa.

"Lo gak mau makan juga? Gue gak bisa ngabisin sendirian lah!"

Haruto lagi-lagi terkekeh. "Iya-iya aku bantuin,"

Jeongwoo tersenyum senang. Kini jadi bersandar pada bahu Haruto sembari menikmati film dan terang bulan itu.



"Keadaan kamu gimana? Masih ada yang sering ngerasa sakit?"

Jeongwoo menggeleng.

"Gak ada sih. Aman kok. Nyeri aja dikit kakinya. Sama kalo tiba-tiba mau nginget sesuatu, kepalanya jadi pusing, sakit."

Haruto mengangguk. Tangannya beralih mengusap-usap kepala Jeongwoo.

"Kalo sakitnya sampe parah banget, langsung kabarin, oke? Jangan ditahan,"

"Iyaaa Haru!"

"Aku nginep di sini sekarang. Udah ijin sama Mama Papa Abang,"

"Oke!"



Keduanya lalu diam. Larut menonton film dan menghabiskan sekotak terang bulan.

Juga, menghabiskan waktu untuk semakin mendekatkan diri.









***

Tbc

Beautiful Hell (END)Where stories live. Discover now