21. Ego

455 83 8
                                    

Suasana tegang menguasai ruang senyap itu. Semua yang ada disana hanya diam menciptakan hening yang nyata. Mereka sibuk dengan pikiran dan perasaan masing-masing.

Anak-anak itu berdiri santai di belakang orang tua mereka yang sedang saling bersitegang dengan para orang tua lawan. Tidak terlihat raut takut atau bersalah dari mereka, mereka sudah siap bertanggung jawab atas kelakuan mereka.

Saat mereka bersikap masa bodoh dengan suasana yang mencekam itu, berbeda dengan Jeno yang sejak tadi melirik khawatir ke arah Jaemin.

Jaemin sendiri sejak tadi hanya diam dengan tatapannya yang datar seperti biasanya, namun Jeno tahu ada kekhawatiran yang disembunyikan oleh sepupunya itu.

"Jaemin ..."

Manik hitam milik Jaemin bergerak menatap wajah kepala sekolah yang sekarang sedang menghela napas pelan.

"Orang tuamu dimana? Kenapa mereka belum datang?."

Jaemin mengerjapkan matanya saat mendengar pertanyaan dari kepala sekolah. Seketika dia merasa canggung saat seluruh perhatian beralih padanya. Jujur dia terlalu malas menjelaskan alasan ketidak hadiran orang tuanya.

"Saya tidak punya orang tua lagi pak." Ujar Jaemin dengan nada datarnya.

Kecuali Jeno dan Donghae, semua yang ada disana memandang Jaemin terkejut saat mendengar pernyataannya barusan.

"Maaf Jaemin, kalau begitu bagaimana dengan walimu yang lain?."

Jaemin diam sambil menatap sejenak wajah kepala sekolahnya itu. "Tidak ada pak." jawabnya.

Kepala sekolahnya terdiam saat mendengar jawaban Jaemin. Dia menghela napas sejenak, lalu mengangkat kepalanya dan menatap sopan orang-orang di depannya.

"Baiklah, kalau begitu kita mulai saja pembicaraannya. Ada yang keberatan?." Tanyanya.

Para orang tua menggeleng, namun ada satu orang yang sejak tadi terlihat jelas sedang menahan emosinya.

"Cepatlah, aku benar-benar tidak bisa menahan amarahku saat melihat apa yang telah mereka lakukan pada anakku!."

Haechan dan Renjun tanpa sadar mendecih saat mendengar perkataan dari pria paruh baya bertubuh tambun tersebut.

Park Leeteuk selaku kepala sekolah kembali menghela napasnya. Dia pikir urusan ini tidak akan selesai dengan mudah karena para orang tua yang terlibat.

"Tenang dulu ayah dari Beomseok. Kita akan mulai pembicaraannya sekarang, jadi tolong jangan membuat keributan."

"Bagaimana mana aku bisa tenang?! Lihat apa yang para preman itu lakukan pada wajah anakku!."

"Cuih!."

Leeteuk menatap malas ke arah pria yang baru saja mendecih. Dia mendelikkan matanya pada pria itu dan memintanya untuk tenang.

Dibelakang pria itu ada Haechan dan Mingyu yang mengikuti tingkah sang papa.

"Lihat?, Bahkan orang tuanya saja tidak sopan." Seru ayah Beomseok saat melihat hal itu.

"Pak Leeteuk, abaikan saja pria tua itu dan kita mulai pembicaraannya. Aku tidak punya banyak waktu seperti dia, banyak pekerjaan yang harus ku selesaikan." Ujar Heechul selaku orang tua dari Mingyu dan Haechan.

"A-apa katamu?!."

Leeteuk memukul kuat kayu penyangga yang sedang didudukinya hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras. "Tenanglah ayah dari Beomseok. Masalahnya tidak akan selesai jika anda terus memulai keributan, dan saya harap anda menghargai saya sebagai kepala sekolah disini."

Jejak SemuWhere stories live. Discover now