The Narration That Has Never Been Told: 03

321 52 2
                                    

Kunjungan ke rumah Indri pada waktu itu berjalan melebihi harapannya, seakan-akan Andrea telah melangkahi dua batu pijakan sekaligus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kunjungan ke rumah Indri pada waktu itu berjalan melebihi harapannya, seakan-akan Andrea telah melangkahi dua batu pijakan sekaligus. Indri menerima penawaran dengan tangan terbuka, jadwal pertemuan di kantornya juga telah ditentukan. Laki-laki itu hanya perlu meminta salah satu pegawainya untuk segera merampungkan proposal. Perihal lain yang membuatnya lebih bahagia adalah Ruby ternyata belum melupakan Andrea, meski dia harus memancing ingatan gadis itu dengan aksi yang cukup memalukan.

"Farhan ke mana?"

"Dia lagi pergi ke luar, Pak."

"Kalau udah balik tolong suruh dia masuk ke ruangan saya."

"Baik, Pak."

Suara ketukan sepatu baru terdengar tiga kali, dan Andrea tanpa sengaja menangkap sebuah objek yang menarik pandangan. Dia kembali melangkah mundur, Ratna yang sedang sibuk di depan komputer tiba-tiba mendongakkan kepalanya.

"Boleh saya liat sebentar buku ini?"

"Silakan."

"Terima kasih," ucapnya segera.

AMPLOVE

Surat cinta untuk gadis yang duduk di bawah bingkai jendela.

"Kamu beli di mana?"

"Di toko buku yang ada di dalam mall, Pak."

"Ini buku harian?"

"Bukan Pak, ini novel. Saya beli juga karena desain yang vintage dan sampulnya mirip kaya amplop."

"Oh, ceritanya bagus?"

"Baru baca sampai pertengahan, tapi sejauh ini saya sih suka."

Kutipan singkat di bawah judul buku tersebut berkeliaran di benaknya selama sepekan. Dia membayangkan gadis duduk seorang diri di bawah bingkai jendela pada malam hari. Matanya sendu memandang langit pekat tanpa dihiasi gugusan bintang. Di hari Sabtu, Andrea berencana pergi ke mall untuk membelinya.

Setelah kegiatan berbagi makanan kepada para kaum duafa usai, dia meminta sang sopir untuk menurunkannya di depan mall. Hal itu dilakukan agar menghemat waktunya, dia berniat kembali ke kantor dengan memesan ojek atau pulang naik bus.

"Permisi, saya mau tanya."

"Iya, tanya apa?"

"Novel yang sampulnya seperti amplop warna cokelat di mana ya? Dari tadi saya cari tapi gak ketemu."

"Sebentar, coba saya periksa di komputer."

Betapa sesaknya suasana toko saat itu, gadis-gadis remaja sibuk berpose candid di depan rak buku. Andrea terpaksa berhenti sejenak, dan kembali berjalan ketika tidak ada lagi bunyi kamera terdengar berurutan. Sedangkan pegawai toko telah berdiri di depan komputer, jemarinya mengetik sebuah judul seperti yang dilihat melalui ponsel milik Andrea.

AMPLOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang