33. Kumpul Bareng

1.3K 138 4
                                    

***

Randu mengerutkan dahinya heran saat melihat Gilang tengah berdiri di depan Nurse station. Sambil memegang kedua ujung stestoskop yang melingkar di lehernya, ia langsung menghampiri Gilang.

"Ngapain lo ke sini?" tanya Randu heran, "mau konsul nambah adik buat Kalila?"

"Sembarangan! Enggak, gue mau jenguk Vallery. Dia di ruangan berapa?"

"Telat lo, gue udah acc balik pagi tadi."

"Lah, telat dong? Kok lo nggak ngasih tahu gue?"

"Ya, ini barusan gue ngasih tahu kan?" balas Randu tak mau kalah, "udah, ntar aja jenguknya bareng Febi sama Kalila sekalian. Sama bareng gue juga ntar."

"Kalau itu pasti, Ran. Cuma kan gue praktek di sini, masa nggak nyempetin jenguk ke sini dulu, kan gue nggak enak."

Randu mangguk-mangguk paham. Ia paham betul maksud Gilang. Dulu saat Febi lahiran, Lingga memang menyempatkan untuk datang langsung ke rumah sakit begitu tahu istri sang sahabat hendak melahirkan. Ya, meski ini sudah kelahiran bayi kedua Vallery dan Lingga, tetap saja ia tidak enak.

"Ya, gimana dong, gue udah terlanjur acc kepulangannya. Ya kali gue suruh Vallery balik lagi buat lo jenguk."

Gilang tertawa. "Ya enggak gitu maksud gue. Terus kapan rencana lo mau jenguk?"

Randu menggeleng. "Belum tahu, gue belum nyari kado. Cewek gue sibuk ngurusin nikahan orang jadi belum sempet."

Gilang mengangguk paham lalu tersenyum menggoda Randu. "Cie, roman-romannya lancar nih hubungan lo sama Ayu. Langsung gas abis ini?"

Randu garuk-garuk kepala salah tingkah. Bibirnya tersenyum lebar saat mengingat hubungannya dengan Ayu terbilang cukup lancar. Perempuan itu memang sedikit keras kepala, tak jarang gengsi kalau meminta bantuan. Tapi menurutnya kebiasaan Ayu perlahan sedikit berubah, meski harus dengan bujuk rayu saat perempuan itu menerima bantuannya.

"Pelan-pelan lah, Lang, takutnya nanti malah kabur kalau langsung gue gas," sahut Randu.

"Iya juga sih, kata Febi kan Ayu rada susah diajak nikah. Dia ada trauma kali ya?"

Randu menghela napas. "Gue belum bisa memastikan sih, cuma gue rasa iya. Makanya gue nggak mau terburu-buru ngajak dia nikah."

"Susah juga ya kalau gitu. Lo yakin nggak papa, Ran? Maksud gue, lo nggak pengen nikah juga gitu kayak kita-kita? Lingga udah punya dua anak, gue satu, Wisnu juga paling bentar lagi. Udah isi kan si Dita?"

Randu mengangguk, membenarkan. Wisnu memang sudah memberitahu kabar ini selepas tahu hasil testpack yang Dita coba menunjukkan dua garis. Pria itu bahkan tak jarang melakukan sesi konsultasi lewat chat seputar kehamilan. Ia senang karena teman-temannya sudah memiliki keluarga kecil mereka masing-masing, perasaan iri tak jarang timbul dalam hatinya. Tapi kembali lagi ke dalam realita, Randu sadar betul tidak semua orang memiliki kisah atau nasib yang sama. Meski harus melewati berbagai liku-liku untuk sampai di jenjang lebih serius, ia tidak masalah asal semua itu Randu lalui bersama Ayu, sang wanita pujaan hati.

"Gue tahu konsekuensi ini dari awal, Lang, jadi gue nggak terlalu masalah seandainya harus nunggu sedikit lebih lama. Dari sebelum gue berniat serius sama dia, gue emang udah nyiapin diri lebih awal."

Gilang tidak berkomentar banyak setelahnya. Ia hanya mengangguk paham sambil menepuk pundak Randu. Ia cukup salut dengan keseriusan Randu. Gilang sadar Randu pria yang baik, ia yakin kalau bersama sahabatnya Ayu pasti akan baik-baik saja. Ia mempercayai keduanya.

"Udahan ngomongin dia, bikin kangen dia aja tahu."

"Halah, dasar bucin mentang-mentang masih," ledek Gilang tak lama setelahnya.

GamaphobiaWhere stories live. Discover now