PROLOG

18K 1.1K 15
                                    

Koridor kampus saat ini tengah ramai seperti biasa. Kampus tua yang menjadi tempat belajar banyak orang ini pun tak pernah bisa sepi bahkan menjelang malam sekalipun. Namun, walau ramai tak pernah ada suasana yang menyenangkan bagi seorang gadis selama menuntut ilmu di sana. Bagaimana tidak, gadis itu sangat populer tetapi tak pernah sekalipun pembicaraan yang membicarakan tentangnya terdengar baik.

"Cih, merusak pemandangan saja," kata seseorang kepada temannya sambil melihat sang gadis dari atas kepala hingga ujung kaki.

"Dia sadar gak sih kalo wajahnya itu gak pernah pantas buat diliat? Jerawatnya parah banget hahaha," ujar beberapa orang yang lain.

Gadis itu letih. Hatinya lelah. Bahkan ia merasa putus asa untuk sekedar melawan. Sejak kecil hingga kini ia dewasa pun hinaan serta cacian tak pernah usai terdengar di telinganya. Ia berusaha mengabaikan segala hal yang terus menyiksanya, namun bohong jika ia berkata bahwa ia baik-baik saja.

Gadis itu membuka lokernya pelan. Ia meletakkan beberapa buku yang ia pegang di tangannya ke dalam loker. Seperti biasa, loker tersebut berisi banyak surat yang berisi ujaran kebencian terhadapnya. Ia selalu bertanya-tanya. Apa salah tak terlahir cantik? Ya, walaupun di era modern ini sudah banyak yang glow up karena saat ini pun sudah banyak yang menjual skin care, tapi bukan kah tak semua orang mampu untuk membeli? Setidaknya ia hanya ingin meminta hak untuk hidup tenang. Ia hanya ingin menyelesaikan pendidikannya dengan baik dan mendapatkan pekerjaan layak untuk mengubah hidupnya.

Setelah mengambil semua surat di loker dan membuangnya ke tempat sampah, gadis itu beranjak pergi dari tempatnya. Membelah lautan manusia yang ada di hadapannya. Ia mengenakan earphone dan mulai memutar lagu favoritnya.

Waktu berjalan lambat di kampusnya. Gadis itu benar-benar sangat membenci hal itu. Setelah beberapa menit berjalan dengan tergesa-gesa, kini ia tiba di sebuah halte bis. Ia duduk di kursi tunggu, menunggu bis tujuannya tiba. Gadis itu lalu mematikan lagu di ponselnya, melepaskan earphone, dan membuka sebuah aplikasi yang menyediakan banyak cerita asyik yang membuat ia melupakan sejenak derita hidupnya.

Melihat-lihat beberapa cerita bergenre fantasi kesukaannya dan setelah sekian lama ia mengusap layar ponsel dengan jari kurusnya itu, sang gadis pun menemukan cerita yang menarik perhatiannya.

Ia membaca cerita itu perlahan. Mengetahui jika tokoh utamanya adalah kebalikan dari dirinya membuat ia sedikit membayangkan betapa indahnya hidup di dunia itu. Namun, sang gadis mulai tersadar. Ia amat tahu, tak mungkin ada dunia yang akan menerimanya dengan penampilannya saat ini. Wajah berjerawat, kusam, serta pakaian yang lusuh. Ini benar-benar membuat gadis itu merasa sangat rendah.

Semakin lama, ia semakin tenggelam dalam cerita. Bis yang gadis itu tunggu-tunggu telah tiba. Sang gadis sedikit mengalihkan pandangannya pada ponsel dan memfokuskan dirinya untuk segera naik ke bis dan duduk di bangku penumpang.

Perjalanan menuju rumahnya memakan waktu 30 menit lamanya. Gadis itu kembali fokus pada layar ponselnya. Tak lama ia kini menemukan fakta bahwa sang tokoh utama ditaksir oleh Kaisar dan Duke? Wah, betapa beruntungnya. Tapi hal itu seakan-akan menggambarkan bahwa dunia tampaknya tak adil. Dunia fantasi cerita itu membawa sang gadis terombang-ambing. Walau klise, tapi ia mengakui bahwa dirinya merasa iri.

"Awas!!!" teriak para penumpang meneriaki sang sopir bis.

Gadis itu terkejut saat mendengar para penumpang bis panik. Suara seorang bayi yang menangis pun kian membuat suasana menjadi runyam tak terkendali. Sebuah truk tronton melaju begitu cepat di hadapan bis dan menabrak keras bis yang tengah ditumpangi banyak orang, termasuk sang gadis malang itu.

Gadis itu terkulai lemas. Dirinya tertimpa kursi bis yang patah. Cairan hangat mengucur pelan dari atas kepalanya. Terdengar sayup-sayup suara meminta tolong dari penumpang yang selamat. Sang gadis meringis kesakitan. Wajahnya memucat menahan sakit. Tak pernah terbesit dipikirannya untuk meminta tolong seperti penumpang lainnya yang masih bisa bernapas. Ia tersenyum sambil berharap bahwa Tuhan mengambil nyawanya saja. Ia begitu lelah menghadapi pedihnya kehidupan dunia. Detik itu juga gadis itu menghembuskan napas terakhirnya. Dengan wajah tersenyum tanpa rasa penyesalan, ia meninggalkan dunia kejam yang telah menyiksanya hingga menorehkan banyak luka di hatinya.

Lady Alyssa [END]Where stories live. Discover now