[38] "Anak hebat, mami bangga!"

5.1K 1.2K 79
                                    

"Mungkin topeng yang kita gunakan terlalu tebal, hingga orang-orang mengira kita terlampau bahagia."

__Afgan__

Semenjak ia dan sang putra pulang ke rumah, Lastri merasa aneh dengan sikap Afgan yang cenderung menjadi pendiam.

Ia jadi curiga, apa yang di bahas antara putranya dengan Sam sebelum mereka pulang tadi.

Saat waktu malam tiba, Lastri tidak melihat Afgan keluar dari kamar. Kecuali, saat mengambil wudhu.

Jam menunjukkan pukul setengah delapan, karena tak tahan dengan sikap putranya itu. Lastri memutuskan untuk bertanya dan masuk ke dalam kamar Afgan.

Setelah mengetuk pintu, Lastri berjalan perlahan ke arah kamar. Beruntung, pintu tidak di kunci.

Seperti biasa, si pemilik senyum manis itu selalu duduk di dekat jendela, menikmati indahnya langit bertabur bintang.

"Kebiasaan banget kamu tuh, Gan. Mami 'kan udah bilang, abis sholat, sarung tuh langsung di buka nanti kusut!" omel Lastri.

Afgan tak menghiraukan. Pemuda itu cukup mendengarkan omelan, tanpa melakukan pembelaan.

Lastri mengusap kepala sang putra, ia menghela napas berat. "Kenapa? Ada yang gangguin pikiran kamu?"

"Mami."

Sang ibu mengeryitkan dahi. "Mami? Kenapa emang sama mami?"

Bukannya menjawab, Afgan malah mencium punggung tangan sang ibu.

"Mami ingat ini ya, mau sejauh apapun Afgan melangkah. Afgan nggak akan pernah lupa untuk berpamitan terlebih dahulu."

Lastri tersenyum. "Selama ini kamu 'kan emang gitu, Gan."

Memang benar, mau sejauh apapun sang putra pergi. Dirinya pasti akan meminta ijin dan berpamitan terlebih dahulu pada Lastri.

Afgan kembali menatap langit. "Mami siap untuk nikah lagi, nggak?"

Lastri berdecak, ia duduk di kasur sang putra. Posisinya saat ini, Lastri hanya bisa menatap punggung Afgan.

"Nggak!" jawab wanita itu dengan tegas.

"Kenapa?"

"Mami nggak mikirin ke sana, Gan!"

Afgan tersenyum tanpa melihat wajah sang ibu. "Mami masih muda, Afgan rasa, nggak ada salahnya sekalipun mami mau nikah lagi."

"Kamu kenapa sih? Kok ngomongnya gitu? Kamu mau punya ayah tiri?!"

Afgan mengangguk. "Nggak masalah, nanti Afgan bisa seleksi dulu calon ayah barunya. Gimana?"

Lastri menggeleng. "Nggak, mami belum siap."

Baiklah, Afgan tak memperpanjang ucapannya.

"Waktu dulu, mami deket sama om Sam?" tanyanya, ia penasaran dengan kisah om Sam dan sang ibu.

"Nggak, mami hanya bicara seperlunya sama dia. Tapi dari dulu, dia nggak suka kalo mami panggil 'mas' padahal umurnya sama kayak ayah kamu." Lastri mengambil buku catatan sang putra, dan membacanya.

Afgan : Jadi Papa Dadakan! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang