22. Adik Tersayang

2.6K 333 28
                                    

"Jangan bermimpi jika takut untuk terbangun lagi."

~UntukSenja

.
.
.
.

"Bun, adek pada kemana?" Kalimat yang terucap dari Abian kala langkah kaki menuntunnya ke lantai dasar.

Menyapa sang ibunda dengan pertanyaan, sungguh sejak dirinya membuka mata tak menemukan sang adik. Bahkan sholat subuh di masjid hanya ia dan abangnya saja.

Laura yang mendapat pertanyaan tersebut menggelengkan kepala, harusnya anak tengahnya ini tahu tabiat sang adik saat ngambek minta perhatian.

"Bun, adek nggak nyariin Abang sejak kemarin?"

"Enggak tau Bang. Adek-adek kamu nggak ada bilang apa-apa." Tanpa menjawab pertanyaan dari sang bunda, Abian berlalu begitu saja.

Sebenarnya sudah lama sekali ia tak main dengan adik kesayangannya itu, ditambah lagi beberapa notes di novel milik Ian memberinya banyak pertanyaan yang perlu di jawab.

Di samping kolam renang Abian kini berada, kakinya di dimasukkan ke air sampai lutut. Tangan kiri mulai mengayunkan air ke segala arah, sudah menjelang siang namun terlalu dingin untuk berenang. Apalagi suasana mendung mendominasi langit. Mentari sangat minim berbagi kehangatan.

Tak sadar setetes air hujan jatuh ke permukaan. Abian mulai beranjak masuk menuju ruang tamu. Biasanya saat libur seperti ini ruang tamu akan penuh dengan jajanan adik-adiknya. Dan tak akan ada yang namanya sepi kalau mereka sudah mulai adu mulut. Bahkan Bang Arlo lebih memilih untuk tinggal di kamar daripada melerai keduanya.

Abian yang mulai merasa kesepian segera naik ke kamar Ian, kamarnya dan Ian bisa di bilang Sabang dan Merauke karena memang berada di ujung. Saat langkahnya sampai di lantai dua hanya sepi yang menyapa.
Selangkah lagi ia sampai,

Tok... Tok... Tok...

"Dek, lagi sibuk?" Sapaan Abian.

Setelah beberapa saat menunggu akhirnya ada jawaban dari sang empunya. "Lagi belajar," singkat jawab Ian.

"Ini hari libur lho dek, main yuk!"

"Enggak Bang, mau ujian" balas Ian yang membuat dirinya mau tak mau harus mengalah.

Kini Abian melangkahkan kaki menuju kamar si bontot. Kembali diketuknya pintu kamar sang adik sembari berucap. "Dek, nggak keluar kamar? Hari libur lho."

Segera Ilen menjawab, "Enggak Bang, adek mau ujian" seketika wajahnya kembali murung.

Nyatanya hari libur ini tak sebaik yang Bian pikir.

Jari Abian kembali mengetik sesuatu dalam ponsel miliknya, setelah beberapa ketikan ia kembali ke kolam renang. Walau tahu keadaan alam tidak mendukung tapi ia tetap ingin berenang untuk mengusir kegabutan pagi ini.

Di sela-sela adegannya berenang, Abian kembali menggerutu. "Kok pada marah ya sama Gue? Kan gue cuma Deket sama Ira."

Mungkin sifat kepekaan Abian kini berkurang semenjak dekat dengan Ira. Pasalnya ia menghabiskan 24/7 waktunya untuk gadis itu.

Byurr...

Buyar sudah lamunan Bian setelah seseorang tanpa permisi loncat ke dalam air. Siapa lagi kalau bukan Abangnya yang seperti tak ada kerjaan itu, padahal semua aset milik ayah sudah di pindah tangan atas namanya.

"Wahh... Apa-apaan sih Lo Bang!! Permisi kek, kalo gue jantungan Lo mau tanggung jawab?" Cerca Abian tak henti sambil terus mengusap wajahnya yang basah.

Untuk Senja ✓Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt