Part 3A: Museum Linggarjati

1 0 0
                                    

Kita hanya berteman biasa. Tapi mengapa sikapmu selalu membuatku suka?

Dua belas purnama lebih telah berlalu. Kini aku telah duduk di kelas XI IPA 1. Aku tak lagi satu kelas dengan Esti, sahabat sekaligus teman sebangku ketika di kelas X-2. Pun tak jua satu kelas dengan Niko. Esti duduk di kelas XI IPA 3, sedangkan Niko di kelas XI IPA 2. Kelas kami berdampingan. Tak sulit untuk bertemu mereka di jam istirahat atau sebelum jam pelajaran dimulai.

Kami mulai sibuk di organisasi pramuka, mengajar dan mempersiapkan adik-adik kelas sepuluh untuk acara Perjusami (Perkemahan Jum'at Sabtu Minggu) yang biasa dilaksanakan setiap tahunnya oleh sekolah. Esti yang mengikuti organisasi PMR (Palang Merah Remaja) pun sama sibuknya. Tiga organisasi besar sekolah yaitu Pramuka, PMR, dan Paskibra adalah organisasi yang berperan penting dalam perhelatan besar yang diadakan setahun sekali itu.

Hari ini adalah hari pertama tahun ajaran baru. Hari dimana aku tak akan pernah lagi melihat sosok Kak Fachri di sekolah. Satu-satunya kakak kelas yang dekat denganku setahun terakhir ini. Aku telah menganggapnya seperti kakak sendiri, dia sangat baik. Meski tak dapat kumungkiri ada secuil rasa yang tak bisa kuhindari. Entahlah... .

Pagi ini aku berjalan dengan langkah gontai, menuju gerbang sekolah setelah turun dari angkot. Jalanan masih basah sisa hujan tadi malam. Embun menggelayut di ujung dedaunan. Langkahku terhenti ketika indra pendengaranku menangkap suara seseorang yang memanggilku. Seketika aku menoleh.

"Hai, Vio, apa kabar? Udah lama banget ya kita gak ketemu." Niko menyapa dengan suara riang. Liburan kenaikan kelas membuat kami tidak pernah bertemu. Ya, karena selama liburan, aku berada di kota hujan.

"Hahahaa iya ya, libur cuma dua minggu, tapi serasa setahun." Aku tertawa tak kalah riang. Aku memang sangat rindu dengan sahabatku yang satu ini. Meski dia menyebalkan, tapi dia selalu peduli padaku. Dia pendengar yang baik dengan semua keluhan dan cerita-ceritaku yang sama sekali tidak penting.

"Apakah kamu kangen sama aku, Viona?" Dia berbisik.

"Ish..., enggak lah." Aku memelotot. Berlalu dari hadapannya. Berjalan menuju kelas XI IPA 1. Dia berlari kecil, berusaha mengejar.

"Hahahaa..., aku cuma bercanda, Vio," teriaknya sambil menyejajari langkahku. Ingin sekali rasanya membalas berteriak "TERSERAAAHHH" namun hanya terhenti di kerongkongan. Langkahku telah sempai di ambang pintu kelas, tiba - tiba dia menarik tas ku. Lalu berkata pelan.

"Selamat belajar, Viona. Jangan ngelamunin aku mulu. Sampai nanti." Dengan melambaikan tangan dan tersenyum penuh kemenangan, dia berlalu menuju kelasnya. Aku yang masih berdiri mematung, hanya bisa ngedumel dan mengacungkan tinju padanya.

Bel tanda masuk sudah berdering lima menit yang lalu. Aku sudah bergabung dengan teman-teman sekelas, mengobrol. Menunggu guru wali kelas masuk. Biasanya hari pertama masuk ajaran baru, tidak ada KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) hanya pembagian jadwal pelajaran baru dan pembagian pengurus kelas.

Drrrtttttt ... drrrtttttt...

Telepon genggamku bergetar, tanda ada pesan masuk. Kuraih benda kecil itu dari saku rok seragamku. Satu pesan dari Niko.

[Pulang sekolah aku tunggu di kantin belakang]

Aku hanya tersenyum membacanya. Tidak ada keinginan untuk mengirimkan pesan balasan. Kumasukkan lagi hapeku ke dalam rok seragam. Aku membetulkan jilbabku yang sebetulnya tidak berantakan. Lima menit kemudian guru wali kelas datang. Aku sudah duduk di bangku depan bersama Shella.

***

Hari Jum'at pukul dua siang, kami kembali latihan Pramuka, mengajar adik-adik kelas sepuluh. Materi-materi kepramukaan, latihan fisik, dan mental untuk persiapan acara Perjusami. Acara yang tinggal dua minggu lagi dilaksanakan di lapangan Desa Gresik. Seru, bahagia, dan mengesankan pastinya.

"Vi, pulang latihan kamu ada acara gak?" tanya Niko tiba-tiba.

"Gak ada sih. Kenapa memangnya?"

Aku harus waspada, jangan sampai Niko hanya ingin mengerjai aku lagi.

"Aku mau ajak kamu ke Tamkot. Mau gak?"

"Hah, sore-sore?"

Kegiatan latihan Pramuka sudah membuat jadwal pulangku tertunda, Apalagi jika masih harus mengikuti ajakan Niko ke taman kota, bisa-bisa malam hari sampai rumah.

"Iya, bisa gak?"

"Emm ... Maaf ya aku gak bisa. Hari Minggu pagi aja deh."

"Oh ya udah oke. Tapi Minggu pasti bisa ya?"

"Siaap ... kalau gak lupa. Hahahaa"

"Heuh dasar, cewek aneh," selorohnya sambil mengacak kepalaku yang tertutup kerudung. Kami tergelak. Pada saat yang sama, Kak Dimas dan Kak Muhammad, dua orang kakak senior kelas dua belas menghampiri kami.

"Maaf nih ganggu kalian," ujar Kak Dimas, lelaki yang berperawakan tinggi kurus dan berkulit putih.

"Iya, Kak gapapa," jawab kami berbarengan seperti paduan suara.

"Bagaimana persiapan adik-adik kelas sepuluh? Apa ada kesulitan dalam melatih?" tanya Kak Dimas.

"Alhamdulillah lancar, Kak. Semua materi sudah kami berikan. Hanya saja harus lebih ekstra lagi dalam melatih fisik, karena mereka masih terlalu lembek," imbuh Niko.

"Oh oke kalau begitu. Latihannya harus lebih sering lagi, karena acara Perjusami hanya tinggal dua minggu lagi. Kalian semua Bantara kelas sebelas tetap jaga stamina. Karena nanti di acara Perjusami kalianlah yang akan banyak berperan."

"Iya, Kak, siap," jawabku yang diikuti anggukan Niko.

"Oh ya, satu lagi, undangan untuk alumni sudah disebar? Jangan sampai ada yang terlupa," ujar Kak Muhammad mengingatkan.

"Insha Allah sudah semua, Kak. Dan sudah ada konfirmasi dari beberapa alumni yang siap hadir," jawab Niko.

"Oke bagus. Ya sudah silakan lanjutkan latihannya."

Keduanya berlalu meninggalkan aku dan Niko. Kami kembali menuju ke kelompok untuk melanjutkan latihan hingga waktu pulang tiba.







Cinta Dalam DiamWhere stories live. Discover now