15

258 47 1
                                    

        Setelah mengumpulkan keberanian, Nanon mendatangi rumah nenek Prim pada sore harinya. Rasa bersalah menghantui pikiran Nanon hingga ia memutuskan untuk meminta maaf pada Prim.

        "Permisi, Prim." Ucap Nanon sambil mengetuk pintu rumah tersebut. Tak lama, Seseorang membukakan pintu. Terlihat Prim dengan kaus oblong yang tempo hari dilaundry.

        "Ada perlu apa?" Prim bertanya dengan nada ketus. Tatapan matanya pun sinis.
        "Gue mau minta maaf sama lo masalah tadi siang. Gue tau gue salah karena permaluin lo didepan temen temen gue. Maaf Prim."
        "Bukan poin itu yang bikin gue marah sama lo Non. Mending duduk dulu deh. Ada yang mau gue omongin sama lo."

         Prim meminta Nanon untuk duduk di bangku panjang yang terletak di teras rumah. Mereka berdua duduk, Lalu diam untuk beberapa saat sampai Prim membuka obrolan.

         "Lo harusnya minta maaf sama ayah lo, Bukan sama gue. Kecewanya gue ngga seberapa dibanding sakit hati bokap lo, Gimana kalo dia tau anak yang dia sayang cerita ke temen temennya, Kalo dia udah meninggal?"
         "Ayah gue udah tau Prim."

          Mata Prim melebar, Ia terkejut mendengar ucapan Nanon.
          "Ayah lo udah tau? Terus gimana?"
          "Ayah gue biasa aja. Dia tadinya agak kecewa tapi sekarang udah ngga kok."
          "Non, Lo ngga usah minta maaf sama gue, Tapi sebagai gantinya gue boleh ngga injek kepala lo? Serius ada orang kaya gini ya di bumi. Ayah lo pasti kecewa sampe kapanpun. Lo se nggak peka itu?"

           Nanon hanya diam. Ia tak bisa membalas ucapan Prim yang seolah tak memiliki dinding pembatas. Gadis itu berkata apa adanya, Murni tanpa basa basi.

         "Gini aja deh, Lo mau ngga tukeran bokap sama gue?"
         "Pertanyaan kaya gitu cuma keluar dari mulut anak yang hidupnya ngga bahagia sama ayahnya, Iya kan Prim?"
         "Iya, Dan pertanyaan itu cuma gue keluarin buat anak yang ngga bisa bikin ayahnya bahagia. Lo pernah kepikiran ngga sih kalo bokap lo beneran ngga ada? Lo pernah mikir ngga kalo ucapan lo dikabulin sama Tuhan dan akhirnya lo ditinggal mati sama bokap lo? Jangan sampe nunggu kehilangan dulu baru lo sadar seberapa penting beliau di kehidupan lo."

          Untuk pertama kalinya Nanon merenung. Selama ini nasehat dari Off hanya berlalu saja di telinga, Tak pernah menancap di hati seperti kata kata Prim.
  
          "Ayah lo tiap ketemu gue selalu cerita tentang lo. Gue ngga pernah denger kejelekan keluar dari mulut dia seolah lo anak paling baik sejagat raya. Apa sih yang bikin lo setega itu sama bokap sendiri?"

           "Prim, Dari kecil gue selalu dapet hinaan karena kondisi bokap gue. Lo ngga pernah tau gimana rasanya jadi gue, Bertahun tahun gue nahan malu. Gue cuma mau hidup tenang tanpa orang orang tau gimana kondisi bokap gue." Tutur Nanon. Ia akhirnya berterus terang.

           "Kalo gitu lo harusnya marah sama mereka, Bukan sama bokap lo. Dia juga ngga mau punya satu kaki kaya gitu. Semoga Tuhan bukain mata hati lo, Gue masuk ya. Makin lama ngobrol sama lo makin gue pengen gedig kepala lo pake pemberat portal, Balik gih. Sujud sama bokap lo, Lo udah banyak dosa."

           Tanpa menunggu jawaban dari Nanon, Prim beranjak dari duduknya dan masuk ke dalam rumah. Ia bahkan sedikit membanting pintu. Nanon sejujurnya agak ketakutan melihat kemarahan Prim. Niatnya berdamai dengan Prim justru berakhir dengan masalah baru.

***

         Kata kata yang keluar dari mulut Prim benar benar mengganggu pikiran Nanon. Akibatnya malam ini ia tak bisa tidur. Cara bicara Prim, Semua kalimat yang meluncur bebas, Terus menerus menari di kepalanya. Ini kali pertama Nanon merasakan insomnia. Biasanya di jam jam ini Nanon sudah terlelap menjelajahi alam mimpi.

         Lamunan Nanon buyar saat suara mesin cuci terdengar. Disahut dengan suara batuk dari ayah Nanon, Tay. Jam 11 malam namun Tay masih sibuk menggiling pakaian orang orang. Untuk pertama kalinya, Nanon mendengar suara mesin cuci di malam hari. Karena kantuk tak kunjung datang, Nanon memutuskan untuk menghampiri ayahnya.

          "Ayah." Panggil Nanon. Tay menoleh mendengar suara putranya.
         "Loh kamu kok belum tidur? Besok kan kamu sekolah."
         "Ayah sendiri kenapa belum tidur? Dilanjut besok kan bisa Yah. Udah malem gini masih nyuci aja, Duitnya juga ngga seberapa."
         "Baju baju ini besok pagi mau diambil sama yang punya. Mau dipake katanya. Jadi ayah cuci malem ini, Nanti subuh tinggal disetrika."

          Nanon memperhatikan bagaimana ayahnya susah payah bergerak kesana kemari, Sibuk dengan pakaian milik orang lain yang dicucikan.

          "Aku bantuin ya Yah." Nanon menawarkan diri.
          "Eh jangan. Kamu tidur aja sana, Ini bentar lagi selesai kok."
          "Aku bantu lipetin yang itu aja. Biar cepet selesai."

         Dengan terpaksa Tay mengizinkan Nanon membantunya melipat pakaian. Ada perasaan canggung saat Nanon berada di dekat sang ayah. Tay sendiri pun hanya diam. Sesekali ia terbatuk.

          "Ayah, Ayah sakit apa sih sebenernya? Aku perhatiin batuk ayah ngga sembuh sembuh."
          "Kamu kan liat sendiri ayah batuk, Kenapa masih ditanya sakit apa? Ya sakit batuk lah."
          "Sakit batuk kok lama banget dah, Perasaan aku batuk seminggu sembuh."
          "Kita ngga sama. Daya tahan tubuh kamu masih kuat dan semoga selalu kuat. Ayah seneng banget ternyata kamu merhatiin ayah juga hahaha."

            Malam ini, Nanon bisa melihat sorot kebahagiaan di mata ayahnya. Sorotan mata yang tak pernah ia lihat selama ini. Pertanyaan kecil tadi benar benar memberi kebahagiaan tersendiri bagi Tay. Pertanyaan yang mungkin terasa sepele, Namun menjadi spesial saat keluar dari mulut putranya.
          


vote nya jangan lupaaaa

MALAIKAT BERKAKI SATU (END)Where stories live. Discover now