satu: studio.

261 24 3
                                    

rabu pagi yang sedikit kelabu. barangkali surya sedikit malu hingga bersembunyi di balik payoda abu-abu. gerimis pun jatuh membasahi bumi tanpa rasa ragu.

tapi tidak dengan pemuda surai legam yang kini berjalan sedikit terburu-buru. ia lirik jam di tangannya, sudah pukul enam lewat dua puluh satu.

perlambat langkah, ia menghela napas lega. ternyata ia tak jadi terlambat untuk jadwal radio paginya.

galen van dijk.

pemuda manis berdarah belanda yang sama sekali tak bisa bahasa sang ayahanda.

si penyiar radio kebanggaan kampus yang jikalau disapa pasti akan membalas dengan senyum secerah bagaskara.

seperti biasa, hari ini adalah jadwalnya duduk di depan mikrofon lalu putar banyak melodi untuk menemani para penghuni kampusnya.

di perjalan menuju studio kampus-markas kesayangannya, ia mengambil ponsel lalu buka aplikasi musiknya.

buat playlist baru dengan tanggal hari ini sebagai judulnya, jemarinya lalu sibuk masukkan deretan lagu-lagu ke dalam playlist tersebut. hasil rekomendasi dari para insan yang menikmati siaran radionya.

baru saja galen berasumsi hari ini akan baik-baik saja. tiba-tiba sudah ada malapetaka yang berjalan ke arahnya.

dan tentu, ia tak sadar akan hal tersebut karena sedang sibuk dengan playlist lagu miliknya.

sampai pada akhirnya, mereka tak sengaja bertabrakan dan membuat keduanya terjatuh ke lantai kasar di lorong gedung universitas. untungnya, tulang ekor galen tak retak walau mengenai benturan yang cukup keras.

meringis sebentar, galen lalu mencoba untuk menatap seseorang yang menabraknya. ia sudah mengumpulkan niat untuk langsung memaki orang tersebut, walau ia tak mengenalinya. namun ternyata, paras itu justru membuatnya membeku untuk sejeda. napasnya tercekat di dada. ini benar-benar lebih buruk dari sekedar malapetaka baginya.

"andaru?" tanya pemuda surai legam, memanggil nama orang yang tak sengaja bertemu dengannya. ia bangkit, lalu mengulurkan tangan untuk membantu orang yang ditemuinya.

basa-basi saja, sebenarnya.

namun agaknya, sikapnya tak diindahkan oleh sang wira. tubuh tegap itu bangkit sendiri, dwinetra hitam tersebut pun telihat sinis menatapnya.

"minggir lo. gue buru-buru."

padahal galen sudah menyingkir dengan sukarela, tapi tetap saja bahunya sengaja ditubruk oleh lelaki yang semenit lalu memarahinya.

dasar, tak punya tata krama.

andaru nandana.

asma lelaki surai kecoklatan dengan senyum pemikat ibu mertua yang selalu terlampir pada wajahnya. yah, setidaknya begitulah para kaum hawa melabeli senyumannya.

ramah, cerdas, berbakat, bijaksana; ia mendekati sempurna.

dan... andaru itu, merupakan mantan kekasih dari seorang galen.

pertama dan satu-satunya. begitulah galen menyebutkan gelar sang pemuda di dalam kisah cinta miliknya.

acapkali galen dilontarkan pertanyaan yang hampir serupa. yaitu:

kok, kalian berdua bisa jadian?

ah, sebenarnya galen juga bingung harus menceritakan dari mana. mengingat mereka itu tiada tanda-tanda punya titik temu dalam garis takdir keduanya. tapi tiba-tiba sudah dekat saja.

namun intinya, performance duet di saat hari terakhir ospek mahasiswa baru telah mendekatkan mereka.

mana kala lapangan universitas diramaikan oleh banyak insan yang baru saja menjejakkan kaki sebagai mahasiswa. dan mereka, menjadi salah satu bagiannya.

redaksi pagi, jaemle.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang