Bab 3

577 55 5
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمه الله وبركاته

"Kita bisa jalani semua prosesnya tanpa sepengetahuan Sahla

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kita bisa jalani semua prosesnya tanpa sepengetahuan Sahla."

Mendengar perkataan Indaris membuat Junai tercengang. Benar-benar tak habis pikir akan maksud sahabatnya itu. Menikahkan putrinya tanpa sepengetahuan sang putri. Apa itu mungkin?

"Ris? Piye to maksud e?"

"Kita rahasiakan pernikahan ini dari Sahla setidaknya sampai dia lulus kuliah. Mengingat umur Sahla yang masih terlalu muda, kami sebagai orang tua juga nggak tega, takut Sahla benar-benar belum siap untuk menjalankan bahtera rumah tangga. Sementara waktu biarlah mereka menjalankan kehidupan masing-masing dahulu. Empat tahun ke depan barulah kita pertemukan mereka berdua sekaligus beritahukan kepada Sahla."

Junai berpikir sejenak hingga akhirnya ia menyetujui rencana Indaris. Ambisinya untuk menjodohkan putranya dengan putri sahabatnya begitu besar sehingga apapun yang terjadi, perjodohan itu harus tetap terjadi.

"Aku karo keluarga manut," ucapnya tanpa musyawarah pada keluarganya terlebih dahulu. Sementara Riziq dan Abidah saling bertukar kode. Mereka tak tahu apa saja yang Indaris bicarakan melalui telepon karena suaranya hanya terdengar di telinga Junai.

"Rencananya Sahla mau kuliah di Al-Azhar University, Kairo. Setelah keberangkatan Sahla, akadnya kita segerakan saja."

"Yo? Kebetulan Riziq baru lulus dari sana."

"Maa syaa Allah. Kebetulan sekali. Ya sudah, kedepannya kita bicarakan lagi, ya? Sahla turun, takut dia dengar percakapan kita. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh."

Panggilan diputus oleh Indaris. Junai pun meletakkan telpon di tempat semula. Ia berbalik menghadap anak dan istrinya. Terlihat jelas wajah anak dan istrinya yang seolah bertanya apa isi percakapan mereka.

Tanpa ditanya, Junai langsung menjelaskan. Ia berkata, "Sebagai pertimbangan usia anak-anak dan keinginan Sahla untuk tidak menikah sebelum lulus kuliah, maka pernikahan akan ditunda."

Riziq tertegun. Ia berpikir sejenak, bukankah ia baru saja menyerahkan semuanya kepada Allah? Jika Allah saja membuat pernikahan ini tertunda, maka artinya bisa saja memang ia belum berjodoh dengan wanita pilihan kedua orang tuanya. Namun, Riziq tidak merasa lega sedikitpun. Seharusnya ia lega, tetapi ia justru merasa bingung.

Sementara Abidah, terlihat sekali ekspresi bahagianya. Bukan karena ia menentang perjodohan ini, melainkan ia sangat menghargai perasaan putranya. Beberapa waktu lalu putranya mampu memberanikan diri untuk mengutarakan perasaannya yang sedang jatuh cinta pada wanita lain. Namun, sayang sekali perasaan itu harus dipaksa sapu demi keinginan abinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NaltaqiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang