PART 12

2.6K 285 4
                                    

Hari-hari berlalu tak ada yang berarti,
tapi untuk mereka hari perharinya itu sangat berarti walaupun tak ada apa-apa. Setiap hari menikmati waktu melihat raga Joshua yang masih menyatu dengan rohnya, melihatnya bernapas dan berceloteh di hadapan mereka, itu sangat berarti. Tubuh Joshua kian lemah tapi tawanya masih selalu terdengar renyah.

-

"MAMA, ED SAMA EM NIH!!!"

Joshua berteriak, sedikit frustasi menghadapi kedua bocah yang selalu berada di kamarnya.

"ED, JAHAT!!!!"

Emily menangis kencang setelah pertikaian pendek dengan Edgar yang tak mau kalah merebut lego-legonya dari tangan Emily.

"Kenapa?" Jessica datang.

"Ed, diapain lagi, sih?" Mamanya menyusul. Edgar menatap tajam Emily yang menangis dipelukan Jessica.

"Em, gak boleh ganggu, kan aku udah bilang," kata Edgar.

Joshua menghela napas saat ditatap mamanya yang seakan meminta penjelasan lebih. Sudah biasalah Edgar dan Emily ribut. Tiada hari Joshua tanpa melihat keributan keduanya. Kadang hiburan kadang bikin kesel.

--

Entah akan seberapa jauh kanker menghancurkan saraf-saraf di otaknya.
Dari mulai bergerak , melihat, menelan, mengingat, berpikir. Joshua sudah banyak kehilangan hal  normal. Tidak kah ada niatan sel kanker berbaik hati, membiarkan Joshua menikmati hari terakhir dengan bahagia sebelum mereka membunuhnya, membiarkan Joshua menikmati dengan damai tanpa ada hal-hal yang mengganggu lagi.
Semua yang menimpa Joshua sudah berat, jangan ditambah lagi. Biasanya mama akan menangis di belakang Joshua, tapi kali ini mama menangis di hadapannya.

"Maaf, Ma." Joshua hanya bisa menunduk. Pagi ini tiba-tiba celananya basah, cairan berbau pesing itu ikut membasahi sprei dan ranjangnya. Joshua tidak merasakan ingin buang air kecil. Air itu keluar begitu saja.

Tapi dia langsung tahu, kenapa ... bagian otaknya yang berurusan dengan perkandung kemihan pasti telah diserang. Membuat Joshua lagi-lagi harus berurusan dengan rumah sakit. Mama dan papa yang sedang ada di rumah, langsung membawanya ke tempat itu. Joshua menginap satu hari. Dan itu buruk.

--

Sejak kejadian mengompolnya, Joshua jadi irit senyum, bahkan dia tak senyum sama sekali selama berhadapan dengan dokter. Biasanya Joshua selalu murah senyum, makanya dokter dan perawat di sana sering memuji kelebihannya yang satu itu.

Emily dan Edgar sejak Joshua pulang dari rumah sakit, seakan menghiburnya.
Dua bocah itu terlihat sangat akur. Emily mengecup kening Joshua sembari berucap ...

"Its okay, Josjos. Semua bakalan baik-baik aja." Bocah kecil itu tiba-tiba jadi seperti orang dewasa. Edgar juga baik banget mukanya hari ini. Dia berdiri dengan ramah di depan Joshua.

"Josh, tadi aku ikut beresin kamar kamu sama Cece. Tuh, kastil aku juga udah jadi, disimpen di situ gak pa-pa, ya? Keren, kan?"

Joshua melirik kastil lego yang didominasi warna abu itu yang diletakkan di nakas tv, menyala dengan sinar biru.

"Siapa yang beresin?"

"El, kemarin El seharian di rumah," sahut Edgar.

Joshua tersenyum. "Bagus," katanya menatap kastil yang sudah Edgar kerjakan dari beberapa minggu yang lalu, awalnya dibantu Joshua, tapi karena mata Joshua tiba-tiba tidak bisa melihat jelas jadi dibantu Victor, tapi Victor kurang pinter soal rakit-merakit lego makanya tak jadi-jadi. Tapi akhirnya jadi juga, sayang Joshua tidak bisa melihat hasilnya dengan jelas.

"Em, suka kalau Josh lagi smile, handsome." Emily tersenyum lebar memandangnya.

"Bisa aja luu ...." Joshua mencapit pelan hidup kecil Emily. Gemes banget.
Ada saja kelakuannya yang bisa buat mood balik.

Emily tertawa. "Love you, Josh," katanya tampak senang bisa membuat Joshua tersenyum lebar kembali.

Tadi Joshua badmood banget keliatannya karena kehilangan kontrol pada pembuangan urin, dia jadi harus pasang kateter, sekarang kemana-mana harus bawa kateter dan kantung urin. Nasogastric tube saja bikin malu ditambah lagi ini. Jadinya sejak kemarin Joshua merasa kesal pada semuanya.

--

"Josh ke bawah, yuk."

"Ngapain?"

Sudah lama Victor tidak menggendong Joshua keluar kamar karena Joshua selalu tak mau dibawa ke mana-mana sekarang, ke bawah pun dia menolak.

"Nongkrong di depan liatin cuci mobil, papa juga lagi ngerapiin pohon cemara di depan lho, buat natal nanti."

Kening Joshua mengkerut.

"Kan masih lama."

"Beberapa hari lagi, ngerapiin nya, ya, sekarang. Em sama Ed juga ikutan ngerecokin, El juga. Di luar rame. Liat, yuk."

Joshua tetap menggeleng.

"Malu, Ko, diliatin tetangga," katanya.

"Apanya yang bikin maalu, sih? Lu kan dipakein baju. Ayok ... di kamar terus kayak perawan."

Joshua mendecih. "Yaudah, gendong."

Victor tersenyum. "O-siap, tapi gua bawa kursi roda dulu deh ke bawah, ya. Bentar kok."

Victor mengambil kursi rodanya keluar kamar. Sesuai janji hanya sebentar, benar-benar hanya sebentar sekali, entah dia berlari atau bagaimana. Victor kembali. Joshua mengambil kantung kateter menyimpan dipangkuan lalu Victor membopongnya. Mencelos saat merasa tubuh ringan Joshua jadi semakin ringan. Hoodie yang sekarang dipakai Joshua, itu hoodie lama dari jaman dia sekolah, perasaan dulu hoodie yang dipakainya itu berukuran biasa, tapi sekarang jadi terlihat oversize banget.

Halaman rumah ramai. Gabriel ikut membantu papa merapikan dua pohon cemara yang tumbuh di atas rumput.
Emily dan Edgar sedang bermain kejar-kejaran sembari tertawa, tadi mereka menyempatkan diri untuk berteriak menyapa Joshua. Victor mulai dengan kegiatannya mencuci mobil. Jessica dan mama juga bergabung duduk di kursi, menikmati secangkir teh dan kue yang mereka siapkan di meja.

"Pantesan hari ini cerah bener, Joshua keluar," canda Jessica.

"Yayayayaya ...," Joshua memutar bola matanya malas.

--

Goodbye World (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang