6.1 - Kakek

1K 275 33
                                    


Ia membuka matanya tapi ia merasa tak melihat apapun. Semua memutih, untuk sejenak ia merasa buta. Lalu ia mengangkat tangannya, meraba-raba sekitar. Kakinya yang tak bisa ia rasakan mulai bergerak maju ke depan. Ia menghirup nafas dalam-dalam, namun nihil. Ia juga tak bisa merasakan hidungnya.

Haechan memeluk dirinya sendiri, panik. Apa yang terjadi?

Terakhir yang ia ingat, dirinya kejang-kejang di UKS sebelum gerombolan orang rumah sakit datang mengotongnya keluar. 

Apa dia sudah mati?

Haechan menampar pipinya. Sakit.

Loh kok sakit? 

"Halo...."

Haechan tersadar begitu mendengar suara lain menggema dari arah berlawanan. Tiba-tiba ia merinding, ternyata dia tak sendirian.

"Siapa disana???" tanya Haechan menyahut teriak.

Perlahan cahaya di sekitarnya meredup, akhirnya Haechan dapat melihat jelas dimana ia sekarang. Ruang tanpa atap dengan lantai yang begitu luas. Tapi di ujung sana ada tangga, seseorang turun dari sana.

"Wah? Halo, kamu siapa?" tanya orang itu dengan senyum yang sangat ramah. Ia berjalan mendekat ke arah Haechan, matanya tak lepas menatap netra coklat muda pria remaja itu.

Haechan juga tak bisa mengalihkan perhatiannya dari pria itu. Ia tak kenal, namun ada sesuatu yang mengganjal perasaannya. Ia bahkan menganga, keduanya saling tatap dengan ekspresi yang berbeda.

"Kamu punya mata yang bagus," puji pria itu dengan senyuman yang tak memudar sejak tadi. "Nama kamu siapa?"

Sambil menegak ludah perlahan ia menjawab, "Haechan."

"Wah, namamu bagus," pria itu bertepuk tangan, kagum. "Aku pernah bermimpi punya anak laki-laki, aku ingin menamainya Haechan juga."

Haechan reflek mundur. Sorot matanya berubah takut, tak percaya. Ia langsung memikirkan satu nama tapi ia berusaha menepisnya. Haechan memandangi penampilan pria di depannya ini dengan seksama.

Keduanya tampak seumuran—bukan, mungkin pria ini seumuran Taeil—dengan seragam yang terlihat sangat kuno. Haechan tak merasa mengenal pria ini tapi ia sama sekali tak merasa asing.

"Apa yang kamu lakukan disini?" pria itu masih saja bertanya-tanya, tak menyadari kecanggungan Haechan. 

Haechan menggeleng. "Aku juga tak tahu kenapa bisa disini."

Pria itu ber-oh ria. Matanya bergerak turun, memperhatikan seragam yang dikenakan Haechan dengan seksama. "Woah? Kamu sekolah di SMA Geumseong?"

Haechan melotot kaget, "Kok tau?"

"Aku juga pernah sekolah disana," ia memutar tubuhnya, menunjukan seragam yang ia kenakan. "Lihat? Ini logo sekolahnya,"

"Tapi seragammu terlihat kuno..." gumam Haechan terdengar jelas.

Pria itu mengangguk menyetujui. "Kau benar, bajumu terlihat seperti versi terbarunya. Keren. Sepertinya aku adalah seniormu,"

Reflek Haechan menjura. "Maaf sudah tidak sopan, sunbaenim!"

"Ay ay ay... Tak perlu minta maaf! Santai saja..." pria itu tertawa. Lalu ia merangkul bahu lebar Haechan. "Mari kita berkeliling, aku akan menunjukan tempat ini padamu."


---


Tak butuh waktu lama untuk membuat kedua pria dengan usia yang terlihat terpaut jauh namun secara fisik mereka setara ini akrab. Haechan senang dengan cara bicara pria di hadapannya ini. Terdengar menyenangkan dan ramah.

(Not) The Gifted  | NCT 127 (HIATUS)Where stories live. Discover now