Chapter 07

652 114 1
                                    

Menghabiskan banyak waktu untuk berteman dengan Kim Taehyung membuat Jian menjadi sedikit lebih peka daripada kebanyakan gadis yang berada di sekitar hidupnya—tentu saja ia masih akan menjadi nomor dua setelah Ibu Taehyung sendiri. Tapi Jian cukup yakin bahwa dia adalah teman yang lumayan baik. Mungkin?

Sebagai teman yang seperti itu, Jian akan mengkritiknya saat Taehyung berpakaian aneh, memberikan saran saat pemuda itu terjebak dalam kesulitan, lalu menyarankan tempat saat mereka ingin pergi bersama. Jian bahkan tidak segan untuk memesan burger dan soda daripada semangkuk salad di depan mata Taehyung lalu ia juga akan menjawab dengan tegas makanan apa yang diinginkan saat berada di restoran bersama.

Jian bahkan yakin kalau dirinya tidak pernah memberikan Taehyung jawaban menggelikan semacam 'terserah' yang terasa sangat menyebalkan. Jangan bilang 'terserah'. Itu hanya menandakan bahwa kau merupakan seorang perempuan tanpa keinginan dan mau-mau saja menurut pada laki-laki. Itu bukan hal baik.

Selagi Jian masih bergelut dengan hal semacam ini di dalam kepala, ia jadi ingin berpesan pada banyak gadis di luar sana. Beberapa perempuan biasanya malu untuk menghabiskan makanan di depan para prianya. Mereka mungkin berpikir bahwa para pria akan menganggapmu rakus hanya karena kau menghabiskan semangkuk makanan. Itu salah. Sangat, malah. Kalau mereka memang berpikir begitu, tinggalkan saja mereka. Mereka mencari lidi yang tidak makan, bukan manusia yang harus diberi makanan. Perempuan juga manusia.

Kau kira Jian akan kenyang hanya dengan setengah porsi dari sepiring pasta? Oho, tentu saja tidak. Kau tidak perlu menyisihkan makanan dan berpura-pura kau sudah kenyang padahal belum. Jika kau melakukan itu di depan Taehyung, percayalah kalau dia tidak akan menyukaimu. Mungkin itu kenapa Taehyung jadi sering gagal dalam urusan berkencan.

Kembali pada topik awal, jadi, atas semua waktu yang sudah Jian tuangkan ke dalam persahabatan tersebut, ia tentu bisa mendeteksi sedikit perasaan Taehyung. Jian sama sekali tidak bermaksud membuat suasana semakin keruh. Tetapi dadanya nyaris berhenti berdetak saat ia menyadari kalau Taehyung marah tepat ketika bibir Jian tebuka lalu berkata pada Jungkook, "Kami punya banyak bubur di dalam. Mau makan sebentar bersama?"

Jian benar-benar hanya berpikir bahwa mereka tidak bisa membuang-buang makanan. Tetapi Taehyung rupanya mengartikan hal yang keliru—dia berpikir gadis itu ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan Jungkook. Salah besar.

"Kau tidak bisa berkencan dengan duda," dia berbisik dengan panik saat Jian pergi ke dapur untuk mengambil sekotak jus apel dari dalam kulkas. Kedua iris Jian menatap Taehyung tak percaya sebelum terlempar untuk melirik ruang tengah dimana Jungkook berada. Taehyung mendesak kembali, "Dan apa yang kau lakukan bersamanya semalam?"

"Aku akan menceritakan semuanya padamu, oke? Setiap detilnya. Tapi bukan sekarang. Coba bawa ini ke ruang tengah dan berhentilah mengomel seperti kakek tua yang terkena encok," ujar Jian agak jengkel sambil memberikan Taehyung dua buah gelas secara paksa. Gadis itu sendiri sedang membawa satu gelas dan satu kotak jus saat merotasikan bola mata dengan malas lalu mendesah pelan. "Lagipula Taehyung, untuk yang kesekian kalinya, sudah kubilang, dia bukan duda dan aku tidak berkencan dengannya."

"Itu tidak mengubah keadaan," dia bersikeras.

"Tentu saja itu mengubah keadaan. Kau harus diam."

Taehyung menatap kelewat serius. "Kau tidak pernah bilang padaku kalau tetangga barumu ternyata teman masa kecilmu."

"Itu tidak penting, Tae."

"Sejak kapan hubungan kita berbatasan dengan 'hal-hal penting', hm? Kau bahkan pernah meneleponku di tengah malam hanya untuk mengatakan kalau kau baru saja melihat kucing melahirkan. Apa kau pikir itu penting?"

Eunoia (a trilogy)Where stories live. Discover now