Pukul 01.28 setempat.
Kini, keempat remaja laki-laki itu sedang berada dalam perjalanan mencari Jinyoung.
Mereka jalan kaki, tentu. Kan sangat tidak mungkin ada motor di tengah hutan begini.
Sudah terhitung 20 menit sejak keluar dari rumah di tengah hutan, dan mereka belum menemukan apapun.
Tanda-tanda kehidupan dari Jinyoung, maksudnya.
Empat anak itu sedang garuk-garuk ciri khas orang utan yang ada di Kebun Binatang Ragunan.
Untung saja tidak sambil makan pisang. Eh, enggak, bercanda T_T
"Jaem, lo gak ada so*ffell, apa? Gatel banget ini, gak boong." Ringis Renjun sambil menggaruk kakinya.
"Balik-balik kaki-tangan gue bentol semua, dah. Ada nyamuk DBD gak, ya?" Imbuh Hyunjin.
"Jangankan so*ffell, hape aja gak gue bawa." Sahut Jaemin yang juga digigiti nyamuk.
"Ya mohon dimaklum aja, sih. Ini kan hutan, bukan hotel." Gumam Yoshi pelan.
Sungguh, ia kelelahan menghadapi tiga orang di sampingnya.
Tapi ya... mau bagaimana lagi? Yakali berpencar. Oh tidak, itu ide gila.
Srek!
Langkah mereka yang pelan langsung terhenti secara bersamaan.
Suara itu, lagi. Suara yang membuat mereka lari dan meninggalkan Junkyu.
"Ini suara apaan, sih? Tadi kita bertiga lari gegara itu. Junkyu jadi ketinggalan," gerutu Hyunjin.
Tiga orang di sampingnya abai, seakan tidak mendengar suara Hyunjin.
Hyunjin hanya mendengus.
Yoshi berdehem pelan, "Betewe, kok lo bisa tau kalo hutan ini ada anu-anunya, Jun?" Tanyanya ke Renjun.
Renjun mengedikkan bahunya. "Gue indigo, bisa liat apa yang belum tentu kalian liat—"
"Kayak Jinyoung?"
Renjun tergelak, "Kok jadi Jinyoung? Kan dia mah, manusia." Ucapnya menyahuti Jaemin.
"Lah kan katanya, lo bisa liat apa yang belum tentu kita liat? Kita gak liat Baejin, ya... barangkali lo liat."
Yoshi menggeleng pelan. "Hyunjin kebanyakan main sama Junkyu ya gini jadinya."
"Jadi intinya gim— eh, setan anjing!"
Ucapan Jaemin terpotong oleh umpatannya sendiri karena melihat sosok anjing besar berkepala manusia.
