Chapter 4 [Setidaknya Saat Ini]

30 9 24
                                    

Aloha!

Btw, apa kabar?
Semoga kalian sehat selalu yaaa!!


Langsung aja kuy, jangan lupa sisirin typo dan krisarnya.

[Nada]

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

[Nada]

Pikiranku benar-benar kalut. Sekarang, yang aku inginkan hanyalah menyendiri. Menutup dan mengunci diri di kamar. Menyalakan musik yang saling bersahutan dengan tangis. Guling dan bantal menjadi teman untuk menyeka air mata. Terkadang, seseorang perlu meluangkan waktu untuk sendiri, hanya sekadar bertanya apakah dia baik-baik saja.

Memoar terus saja mengulas kembali peristiwa yang terjadi hari ini. Dimulai Darvin yang mengacuhkanku, hingga kejadian yang membuat semuanya kacau.

"Meskipun lo udah diterima sama ibu tiri lo, tapi tetep aja, lo itu anak yang seharusnya nggak ada, Nada!"

Sebuah tamparan cukup keras mendarat di pipi sebelah kanan gadis itu. "Eh, lo siapa berani ngomong kayak gitu, ha?! Coba bilang lagi, coba! Telapak tangan gua masih kuat buat nampar pipi sebelah kiri lo. Gak ada segan buat gua."

"Lo siapa berani ikut campur? Pengen jadi sayap pelindung buat si cewek gak nyadar diri ini? Gak malu apa dia? Hasil dari kenakalan kedua orang tuanya yang–"

PLAKK!

Satu tamparan lagi diterima oleh pipi kiri gadis itu. Sakit. Akan tetapi, mungkin lebih sakit lagi apa yang dirasakan olehku.

Faza mengarahkan jari telunjuknya pada gadis itu. "Lo yang ikut campur! Lo bukan orang tuanya, lo bukan saudaranya, lo bukan keluarganya. Bahkan lo bukan temennya! Lo gak punya hak sama sekali buat ngusik hidup Nada!" Orang-orang mencoba melerai, tetapi hal tersebut dengan mudah ditangkis oleh Faza. "Bisa nggak kalian diem dulu? Ini soal Nada! Lo pada gak kasihan apa? Selama ini Nada udah dianggap cewek gak tahu diri sama temen sekelas bahkan kelas lain, perihal kejadian keliru di masa lalu yang diungkit-ungkit oleh mereka!" teriaknya dengan berapi-api. Bahkan suaraku tidak terdengar olehnya.

"Nada." Faza menjeda, menunjuk ke arahku yang lunglai. "Dia sama sekali nggak pernah benci sama orang tuanya yang ngelahirin dia. Dan lo, Tasha," Dia kembali mengarahkan pandangan juga telunjuknya ke arah gadis itu. "Dengan seenaknya ngomong gitu, ha? Lo yang harusnya malu! Kunci mulut lo, kunci!"

Seseorang memelukku dari belakang, Mama. Aku memeluknya balik, menangis dalam pelukannya. Napasku memburu.

"Gua bilang sekali lagi, jauh-jauh lo dari hidup Nada! Udah muak gua sama lo, dari kelas 10! Gua diam, bukan berarti gua lemah. Tapi Nada yang minta gua buat nggak cari gara-gara sama lo! Tapi sekarang ... gak ada maaf lagi buat lo!" Terdengar suara gebrakan, dan aku langsung melepas pelukan dari mama, melihat keadaan. Tasha tergeletak di lantai, lemah, ketakutan. Aku mencoba menahan Faza agar berhenti, tetapi mama menarikku.

Nada Bersua [On Going]Where stories live. Discover now