13

1.1K 100 1
                                    

SISKA berjalan menuju ruang ICU dengan terburu-buru, bahkan ia tidak memperdulikan penampilannya sekarang. Mendapat telepon dari Andira membuatnya tidak pikir panjang untuk segera ke Alamat yang dikirim.

Siska melihat Andira duduk depan ruang ICU Rumah sakit, kakinya bergoyang tidak berhenti. Khawatir, cemas dan gak tahu harus gimana. Yang ada dalam pikiran Andira sekarang hanya Amelia, kenapa dia belum sadar juga setelah 4 jam diruang ICU. Dan kenapa banyak perawat dan dokter yang keluar masuk ruangan itu.

"Andira.." Tanya Siska.

"Siska? Maaf aku baru kabarin karena aku gak tahu harus ngabarin siapa, jadi aku hanya menunggu sampai Ada yang nelepon Amelia. "

"It's okey, aku ngerti. Dont worry. " Siska duduk disebelah Andira, lalu berdiri setelah melihat seorang dokter baru saja keluar dari ruangan ICU.

"Gimana keadaan teman saya dokter?"

"Kamu walinya?"

"Saya temannya."

"Saya butuh orangtuanya, karena ada beberapa hal yang mesti saya pastikan." Dokter tersebut tampak was-was. Ia menarikan kacamatanya keatas kepala.

"Dokter bisa tanya kesaya,. Saya cukup tahu soal kesehatan Amelia.— " Siska sedikit melirik Andira yang ikut berdiri bersama mereka. "Jantungnya,—maksud saya, Dia pernah Cangkok Jantung dok." Shit,, persetan dengan Andira, hal terbaik saat ini adalah berkata jujur pada dokter. Agar dokter bisa melakukan hal yang terbaik. Mengingat Amelia sudah lama tidak chekup ke Dokter masalah jantungnya.

"Bisa kita bicara diruangan saya?"

"Andira, aku titip Amelia. Aku sudah menghubungi mamanya. Kemungkinan mereka akan sampai Malam ini." Siska menarik kedua telapak tangan Andira, memohon penuh harapan, karena saat ini hanya Andira yang ada di situ.

Andira hanya mengangguk, kemudian duduk kembali. Termenung dan pikirannya semakin kacau.

"Cangkok? Jantung?" Tak ingin Ambil pusing. Andira ogah bertanya-tanya. Dia hanya perlu menjaga Amelia sampai orangtuanya datang. Meskipun banyak kekhawatiran yang muncul.

Tidak berapa lama setelah siska keluar dari ruangan Dokter. Seorang perempuan dan laki-laki berjalan cepat kearah mereka. Langkahnya terdengar panik dan was-was. Wajahnya pucat pasih, getaran suaranya menandakan ia habis nangis dalam perjalanan menuju rumah sakit.

"Gimana,Lia?" Tanyanya pada Siska.

"Kita harus segera membawanya ke Rumah Sakit Jantung Pusat. Aku gak tahu kenapa, tapi dokter menyarankan itu."

"Ya terus? Kenapa masih disini?"

"Sayang, sabar. Kita dengerkan dulu penjelasan Siska" Seru pria yang datang bersama perempuan tersebut.

"Diva— aku juga maunya Amelia segera di rujuk kerumah sakit yang lebih baik." Siska menekan kalimatnya, memandang mata Diva, sepupu Amelia yang kebetulan sedang berada di Jakarta. "Tapi kita gak bisa asal asal bawa sajakan? Kita harus mengikuti SOP nya. Dokter dan perawat disini sedang mempersiapkan semuanya. Jadi kita sabar, dan Amelia juga didalam sedang berjuang."

"Sabar!" Suara Diva meninggi, matanya merah menahan tangis. Saat ia memutar badanny ia melihat sesosok wanita yang tidak asing baginya. Mereja saling tatap dan membisu.

Siska mendekatkan diirinya ke Siska. "Andira, dia yang membawa Amelia kemari." Serunya dalam bisik ditelinga Diva.

"I know,." Diva kembali menatap Siska " Apa kata tante Iren,?"

"Lakukan apapun itu jika yang terbaik buat Amelia."

Siska, Diva dan Suami Diva bergantian mondar mandir menunggu kabar baik dari suster yang keluar masuk ruangan. Tapi selalu mendapat jawaban yang sama.

Andira mencoba menenangkan pikirannya yang semakin kacau, yang penuh pertanyaan-pertanyaan. Bingung harus gimana, gak tahu harus berbuat apa. Ingin mendekat ke pintu Ruangan ICU tapi ia terlalu sungkan. Hingga ia kembali berakhir duduk di bangku paling ujung.

"Diva? Aku yakin dia Diva." Serunya dalam hati. "Tapi kenapa ia ada disini. Apa hubungan dia dengan Amelia. Mereka berteman ? Teman kerja? " rasanya mustahil ketemu lagi dengan Diva disini. Setelah beberapa tahun tidak ketemu.

"Keluarganya Nona Amelia?" Panggil seorang suster yang baru saja keluar dari Ruangan ICU. "Kita sudah siap. Apakah ada yang masih d tunggu atau kita berangkat sekarang?"

"Sekarang, sus. Kita berangkat sekarang." Jawab Diva. "Sayang, kamu hubungin tante Iren, kita berangkat ke RSJ Jakarta pusat. Suruh tante langsung kesana saja." Seruh Diva meminta suaminya untuk mengabarin mama Amelia.

Semua siap untuk berangkat. Siska memilih untuk menemanin Amelia didalam Ambulance. Dan membiarkan Diva dan suaminya mengiringin dibelakang.

Terlihat Andira yang hanya diam melihat situasi yang menegangkan. Amelia dalam keadaan terbaring dengan selang besar yang di mulutnya. Mesin pendeteksi detak jantuk yang berbunyi membuatnya tidak bisa berpikir apapun. Dia hany bisa diam melihat Amelia masuk kedalam Ambulance. Kemudian matanya menatap Siska perlahan, semua terasa lambat dan menakutkan.

"Thank you,," Hanya ucapan itu yang bisa Andira mengerti dari gerakan bibir Siska, sampai pintu Ambulance ditutup dan bunyi sirine Emergency berbunyi, perlahan menghilang.



***
*
*
*

Lanjut yukk.....

Jangan lupa koment dunk woi, biar semangat akunyaa...
Likenya juga nih.

BREAK HEART  [ COMPLETE ]Where stories live. Discover now