06

2.3K 142 3
                                    

ANDIRA duduk termenung, menopang dagu diatas meja. Sore ini pengunjung Caffe sepi, tidak seperti biasanya. Entah karena hujan atau memang lagi gak rezekinya aja untuk rame. Wanita yang termenung itu membolak balik handphonenya. Lalu menarik nafas.

Apa yang terjadi?
Andira sendiri saja bingung apa yang terjadi pada dirinya. Rasanya ada sebuah kenangan yang teramat ia rindukan mendadak muncul. Seharusnya ia bahagia, sepantasnya orang lain yang bahagia jika kenangan yang dirindukan terbalas. Tapi,,,

"Melelahkan."

"Ini-ni. Akibat barista terkece melamun, jadi sepikan dagangan kita." Celoteh Jay menepuk punggung Andira.

"Aku masih gak ngerti sama perasaanku."

Jay mendekat, bibirnya tersenyum. Seperti sangat antusius dengan cerita yang akan Andira bahas. Beberapa pengunjung Caffe asik dengan cofenya, sedangnya yang lain sibuk melirik Andira yang duduk dengan dua Botol Beer.

"Aneh gimana? "

"Entalah, seperti ada hal yang buat aku nyaman. Kadang aku merasa kehilangan jika tidak melihatnya."

Andira berdiri dari duduknya. Merapikan kaos dan memakai jaket. Hari ini ia enggan berlala-lama di Caffe. Rasanya membosanankan.

Hari sudah cukup gelap, gerimis mulai datang. Beberapa orang tetap diam tinggal untuk menikmati Cofe hangat. Sedangkan Andira memilih pulang dan tidur.

Dari dulu Andira bukan tipe orang yang akan ikut campur dalam urusan orang lain. Prihal apapun, ia lebih memilih diam dan mengabaikan. Bukan tidak peduli tapi menghindari konflik berkepanjangan.

Hal itupun berlalu malam ini.

Teriak minta tolong dari ujung gang depan Apartemen,,
Andira hanya meliriknya sekilas, sepasang kekasih sedang bertengkar. Saling adu pendapat dan saling menolak.

Biasa, sudah banyak pasangan memilih gang sempit dan gelap itu untuk beradu argumen, bahkan hanya untuk bercumbu.

"Andiraa... "

"Andiraa, please.. "

Kepala Andira diserang rasa sakit disekujur tubuhnya. Tegang dibagian tengkuk dan kening. Efek Beer yang ia minum terlalu banyak.

Namun begitupun ia masih bisa mendengar teriakan wanita dari gang tersebut. Namanya dipanggil berulang kali. Dari teriakan penuh power sampai tak bersuara sama sekali.

Mau tidak mau, karena namanya yang disebut. Dengan kepala yang terasa berat, kaki yang lemah. Andira bergegas menuju suara berasal.

"Andira. "

"Amelia"

"Jangan ikut campur!" Teriak seorang pria. Tanganya pria tersebut berada di leher Amelia, sedangkan yang satunya menggenggam erat pergelangan tangan.

"Iya tenang aja, gak akan ikut campur" Kaki Andira melangkah maju. Di ikutin Pria tersebut yang melangkah mundur.

Andira memberi isyarat, tangannya memberi hitungan. Amelia memahami maksud Andira. Dalam hitungan ketiga, Amelia mengigit kuat lengan pria tersebut. Kemudian lari berlindung di belakang Andira.

"Dasar Wanita Jalang!" Teriaknya sembari menyodorkan pisau kearah Andira dan Amelia.

Spontan membuat Mereka mundur.

"Dalam hitungan ketiga kamu lari yang kencang."

"Kamu? "

"Ya-aku ikut larilah."

Andira menggenggam kuat tangan Amelia. "Kamu siap? Satu-dua-Lariiiii"

Tak jauh dari mereka, pria yang membawa pisau tersebut itu lari mengejar Mereka. "Ameliaaa. Aku bakal terus teror kamu.!!! "

BREAK HEART  [ COMPLETE ]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt