Setelah Ami melahirkan beberapa hari yang lalu, hari itu adalah hari yang sangaaaaat panjang. Qian yang terus menerus dikerubungi orang-orang yang entah siapapun itu. Dimulai dari kedua orang tua Pam dan Ami, teman-teman Ami, teman-teman Pam, kakak-kakak ipar Ami, keponakan-keponakan, sampai adik sendiri. Bahkan, Ami merasa waktu pagi hingga menjelang malam terasa sangat bebas karena Qian sama sekali tidak dipegang oleh dirinya. Tapi, ketika malam tiba, saatnya Pam dan Ami-lah yang mengurus raja kecilnya itu.
Seperti saat siang ini, Qian diletakkan di atas kasur yang sengaja dipasang di ruang tengah dan bayi kecil itu dikelilingi oleh para keluarga. Benar-benar seperti raja. Menakjubkan.
"Aduh... Cucu Ninis yang keempat dikelilingi para krucil-krucil, gemes banget deh!" Ucap Henny dengan gemas. Senyumnya tak pernah luntur semenjak Ami melahirkan.
Ya, yang dimaksud 'krucil-krucil' oleh Henny, yaitu Hiro, Lano, dan Adin. Cucu-cucu kesayangan Henny sebelum datangnya seorang Qian.
"Dedek Qian lucu aned, Ninis." Ucap Hiro sembari mengusap pelan pipi Qian.
"Lucu ya, Ro. Mau punya gak?" Tanya Raden.
"No! Sekalang Hilo udah punya Qian, nda mau yang lain lagi." Jawab Hiro dengan gaya bicaranya yang masih cadel.
Jawaban anak kecil berumur empat tahun itu membuat semua orang yang mendengar di sana tertawa gemas.
"Kalo lucu kiss dong Dedek Qian-nya," ujar Ami pada Hiro. Ingin melihat bagaimana reaksi anak kecil yang sangat menggemaskan sekali di mata Ami.
Dan benar saja, Hiro langsung mencium pipi Qian! Semua orang langsung bersorak ramai bahkan ada yang bertepuk tangan.
"Gemesin banget sih kamu, Hirooo." Kata Nida sambil gregetan melihat Hiro.
Omong-omong, Pam dan Ami masih tinggal di rumah Yusuf dan Henny. Bahkan, Ludi, Tia, dan Ebri pun ikut menginap di sana. Katanya ingin melihat bagaimana kehidupan anak pertama mereka sampai tujuh hari ke depan.
Henny tidak mengizinkan Pam dan Ami pulang ke rumah karena takut ada sesuatu hal buruk yang akan terjadi. Karena Ami 'kan masih dalam proses belajar. Belajar memandikan bayi, belajar memakaikan baju dan popok, belajar menjadi seorang ibu rumah tangga yang sesungguhnya. Jadi, Henny akan menahan ketiganya di sini hingga Ami sudah benar-benar yakin dengan kemampuannya mengurus bayi.
Terbukti ketika Ami minta pulang pada Pam di depan Henny, Henny langsung berbicara seperti ini.
"Jangan dulu pulang! Udah kalian di sini dulu aja sampai Ami kompeten ngurusin Qian. Pam juga ikut belajar, jangan cuma Ami aja. Okay, sayang-sayangnya Mama?"
"Mama 'kan tau Pam itu orangnya otodidak, Pam pasti bisalah ngurus bayi doang. Apalagi ini anak aku sendiri," bela Pam.
"Aduuuh, enggak deh enggak deh. Mama gak mau ya anakmu itu jadi bahan percobaan ke-otodidakanmu itu. Enggak enggak. Nanti anakmu kecengklak kenapa-napa gimana!?"
"Kan ada tukang urut, Ma. Tinggal diurut apa susahnya toh?"
"Pa, anak bontotmu ini loh susah banget dibilanginnya." Adu Henny kepada Yusuf. Yusuf hanya menyengir saja.
"Kita 'kan mau mandiri, Mom. Mau belajar berumah tangga tanpa campur tangan Mom..."
"Iya, Mom tau Pam.. tapi belum saatnya. Nanti kalau sudah saatnya, Mama pasti bolehin kok."
"Kapan saatnya, Ma?"
"Sebulan lagi deh, gimana?"
Huft. Pam dan Ami mengembuskan napas pasrah. Ya sudah kalau sudah begitu apa boleh buat? Mereka tak bisa menolak permintaan sang mama tercinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Future Is Bright
FanfictionMenikah dengan seorang musisi? Its my dream, Mas! Not her! • Sumber Cover : Canva💙