"Masa lalu yang tak ingin kukenang, hadirnya hanya membawa penyesalan di masa sekarang. Tentang rasa cinta, yang merupakan sebuah kebodohan ....
Sebab, aku tak waras dibuatnya."
🍁🍁🍁
“Mama, jangan nangis, ya,” pinta Dzakka, membuat Aina semakin sulit untuk berhenti menangis.
Dia bodoh. Ini hasil dari perbuatannya dan masa depan anaknya kini dipertaruhkan. Tentang masa kelam orang tua, mampukah Dzakka suatu saat akan menerimanya. Belum lagi bullyan-bullyan yang seakan enggan berhenti. Pastilah masyarakat di sekitarnya tak akan pernah melupakan aib buruk dirinya, bahkan pastinya hinaan itu akan menurun kepada anaknya. Yang akan dicap sebagai anak haram oleh orang lain.
Meski itu kebenarannya, tetapi dia tidak bisa membayangkan jika suatu saat nanti Dzakka akan menanyakan kebenarannya. Meminta haknya sebagai seorang anak untuk mengetahui tentang asal-usulnya. Sanggupkah Aina untuk menjelaskan kebenarannya?
Dia rasa itu lebih dari cukup berat, sangat-sangat berat. Belum lagi Dzakka yang bisa-bisa akan membencinya dan malu memiliki orang tua macam dirinya.
“Semua buku yang diPO sudah dibatalkan semua oleh para pemesan. Bahkan mereka minta DP mereka dikembalikan. Bukunya padahal sudah mencapai tujuh puluh persen proses cetaknya. Bagian pemasaran sudah mencoba bernegosiasi dengan toko-toko buku, agar bukunya yang ditolak para pemesan bisa tetap dipasarkan. Sayangnya semua toko buku menolak setelah melihat kejadian kemarin yang langsung viral di sosial media,” jelas Afifah, kepala bagian pemasaran.
Semua orang yang duduk di dalam ruang rapat menghela napas panjang. Membuat nyali Aina semakin menciut. Perbuatannya dulu, kini berimbas kepada orang lain. Dan, hal itu jelas membuatnya merasa tak enak hati. Padahal dalam kamus kehidupannya, dirinya tak ingin menyusahkan hidup orang lain. Nemun, kehendak Allah kini membuatnya harus merasakan, bagaimana rasanya merasakan hal yang selalu dia hindari. Menjadi beban bagi orang lain.
“Maafkan saya,” ucapnya tertunduk.
Siska dari bagian pracetak mendengus kesal. “Aku kan, udah ngasih tau dari awal. Karya You-Lita itu belum tentu juga akan laris kalau dicetak. Peminat pembaca di aplikasi sama buku cetak itu berbeda-beda,” ucapnya sambil menatap sinis Aina.
“Ya, maksud aku kan, sia-sia kalau ada buku yang banyak manfaatnya terus nggak dicetak, nggak disebarluasin. Salah mereka juga yang mudah terprovokasi sama berita yang dilebih-lebihkan. Aku udah baca lima kali cerita Mbak Lita sebelum aku mengambil keputusan. Dan, di dalam ceritanya ini nggak ada unsur yang ingin mengajak kepada keburukan. Justru di dalamnya dia memberikan solusi bagi orang yang pernah melakukan kesalahan dengan memperbaiki diri.
“Terus apa salahnya kalau orang punya masa lalu yang buruk dan sekarang ingin memperbaiki diri? Aku yakin semua orang yang menghadiri rapat di sini juga punya masa lalu yang ingin dilupakan. Sama kayak Mbak Lita,” bela Icha yang termasuk bagian pracetak. Rekan satu tim Siska.
“Oke, kamu memang benar, Cha. Aku nggak ada maksud buat nyalahin Mbak Lita. Tapi seharusnya kamu jangan cuma pakai perasaan kalau mengambil keputusan, Cha. Logika juga kamu pakek. Kamu seharusnya mikir, ini karya kalau dicetak benar-benar menjual apa tidak. Kalau sudah begini siapa yang merugi? Bukan cuma perusahaan, tapi Mbak Lita juga akan merugi. Dia pasti merasa sedih kalau karyanya ditolak masyarakat.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Insecure Terinfrastruktur
RomanceKisah tentang wanita yang harus menanggung akibat dari pengaruh negatif pacaran. Berusaha untuk memperbaiki diri, tetapi berakhir sia-sia. Hidupnya hancur ketika dia telah hamil dengan pria lain sebelum menikah. Takdir semakin rumit, dia telah dijod...