39 - Hal Penting

10.9K 872 76
                                    

Selamat membaca! 💛

___

Jackson menghela napas tatkala melihat Nana yang tengah berbaring di atas ranjang rumah sakit. Kedua mata istrinya masih terpejam. Dokter sudah menyuntikkan obat dan memasangkan infus sebelumnya. Dokter juga berkata padanya jika tak lama lagi istrinya akan siuman. Jackson menggenggam tangan Nana dan menatap sendu istrinya itu. Dalam waktu dekat, untuk kedua kalinya Nana masuk rumah sakit karena pingsan. Jackson mengusap punggung tangan istrinya yang bebas dari selang infus. Ia mengecupnya berkali-kali sembari menggumamkan kata-kata sayang agar istrinya segera membuka mata.

Dugaan Jackson benar mengenai kehamilan Nana. Istrinya memang tengah hamil menurut pemeriksaan dari dokter. Usia kandungan Nana masih sangat muda, baru tiga minggu. Jackson begitu senang dan terharu, tetapi ia bimbang. Ia tidak mau membuat Nana semakin stres apalagi setelah mengetahui kehamilannya. Nana baru saja bilang jika ia belum siap hamil, Jackson akan memberitahunya jika keadaan istrinya sudah membaik. Ia tidak mungkin merahasiakan kehamilan istrinya karena lambat laut istrinya itu pasti akan mengalami tanda-tanda kehamilan. Jackson tidak bermaksud menyembunyikan kehamilan Nana dari diri wanita itu sendiri. Ia hanya menunda untuk memberitahu.

Jackson menegakkan tubuhnya saat merasakan tangan istrinya bergerak. Nana sudah siuman, gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali. Nana yang terlihat panik dan bingung, seketika merasa lega begitu menatap mata suaminya. Nana tersenyum kecil, berusaha untuk duduk.

"Nana pingsan lagi ya, Pak?" tanya Nana dengan suara parau.

"Iya, Honey, tadi kamu tiba-tiba pingsan di kafe. Gimana rasanya tubuhmu sekarang? Masih pusing atau apa?" Jackson melontarkan beberapa pertanyaan sembari membantu istrinya duduk.

"Kepala Nana agak berat, tapi gak apa-apa." Nana tersenyum lembut. "Maaf ngerepotin," imbuhnya.

"Jangan bilang gitu atau aku akan marah!" Jackson menatap serius istrinya.

Nana mengangguk mengiakan. Sebenarnya ia benar-benar merasa tak enak, tetapi bagaimana pun, Jackson tidak mau ia merasa merepotkan.

"Gak usah bilang keluarga ya kalau Nana sakit. Kasihan Mama atau Ayah kalau harus datang," ucap Nana sembari menatap suaminya.

"Iya, Hon, tenang! Aku udah cukup buat jagain kamu." Jackson menggeser maju kursinya dan melingkarkan kedua tangannya di pinggang sang istri. "Kata dokter kamu gak boleh banyak pikiran dan jangan melakukan aktivitas berat dulu. Nurut sama dokternya biar cepet sembuh, ya?!"

"Iya, Pak. Nana nanti boleh pulang, kan? Nana gak suka di rumah sakit," ucap Nana sedih.

"Nanti aku bilang ke dokternya lagi." Jackson tersenyum lembut pada istrinya.

"Pulang ya, Pak, ya! Nanti Nana bakal minum obat dan nurut kada dokter." Nana mengangguk mantap meyakinkan suaminya.

"Iya, Honey." Jackson tersenyum mendapati istrinya yang bertingkah seperti anak kecil. Satu tangannya terulur untuk mengusap sisi wajah istrinya.

"Buruan Bapak pergi urus administrasinya lalu kita pulang!" Nana menatap polos suaminya, tersenyum tanpa beban.

Jackson memejamkan mata sebentar dan tersenyum gemas. Istrinya menjadi bossy sekarang, tetapi ia tak mempermasalahkan. Ia justru semakin gemas dengan sikap istrinya. Akhir-akhir ini istrinya memang berbeda dari biasanya, mudah sensitif, cemburu, sulit ditebak, dan sekarang suka memerintah. Jackson mendekatkan wajahnya dan mengecup hidung istrinya dengan gemas. "Sabar," ujarnya lembut.

"Gak mau sabar." Nana menggeleng cepat.

"Astaga," celetuk Jackson sembari menggeleng pelan, tak habis pikir dengan istrinya. "Iya aku ke urus administrasinya sekarang, kamu gak apa-apa sendiri?"

My Lecturer, My CEO, My Husband [Terbit: My Perfect Partner]Where stories live. Discover now