part 3

1 1 0
                                    

"dunia terlalu menuntutku untuk kuat namun dia tidak menyadari betapa rapuh hati ini saat di hantam berkali-kali tanpa ada pelindung diri."
Diana

Aku terlalu rapuh untuk menjadi kuat, batinnya sembari berjalan pulang.

"Kata orang rumah tempat ternyaman  tapi rumahku? tempat membunuh mental,"

"Andai, aku tidak terlahir ke dunia ini. Mungkin, aku tidak akan pernah merasakan rasanya anak kandung berasa anak pungut,"

"Andai, aku bukan terlahir dari keluarga itu. Mungkin, hidupku bisa bahagia tanpa harus tersenyum menutupi luka yang ada,"

"Ah! Itu semua cuma andai. Andai-andai dan andai," Tangisnya pecah beriringan dengan hujan yang membasahi tubuh mungilnya itu.

"Hujan! Kenapa harus aku yang merasakan ini? Aku lelah!" Diana pun terduduk sembari menangis di temani hujan yang menjadi temannya malam ini.

:))

"Anak itu kemana sih? Udah malem kek gini masih aja keluyuran," Dinia berdiri di depan pintu rumah menunggu ke datangan Diana.

"Mah? Lagi ngapain di situ? Banyak nyamuk loh!" Nisa menghampiri mamahnya sembari memeluk boneka hello kitty milik Dinia.

"Biasalah nungguin anak yang gak tau diri itu, bukannya pulang malah keluyuran!" Nisa mengangguk ia paham siapa orang yang di maksud mamahnya itu.

"Udahlah mah! Masuk aja yuk! Kita tunggu di dalam. Lagian dingin nih, mana banyak nyamuk lagi" Nisa menarik lengan Dinia menuju ruang tamu. Tak lupa ia menutup pintu terlebih dahulu.

"Abang mana, Nis?" Dinia celingak-celinguk mencari keberadaan Wiliam.

"Gak tau, mungkin tidur mah. Diakan kebo, apalagi hujan kek gini mendukung banget buat hibernasi," jawab Nisa mengambil remot dan menonton kartun 'adit sopo jarwo' kesukaannya.

Tokk...

Tok...

Tok...

"Assalamualaikum," David terdiam, tidak biasanya Dinia lama membuka pintu.

Tokk...

Tokk..

"Din! Nisa! Wiliam! Dinia" teriak David sembari mengetuk pintu lebih keras.

"Mah! Papah keknya pulang deh," Nisa menepuk pipi mamahnya pelan untuk membangunkan Dinia.

"emm...," lenguhnya menatap anak bungsunya linglung. Nisa yang paham pun mengulang kembali perkataannya.

"papah pulang," Dinia segera berdiri berjalan menuju pintu.

Ceklek

"maaf aku ketiduran, mas" Dinia segera mengambil tas David dan memberi jalan agar suaminya segera masuk dan membersihkan badannya supaya tidak demam.

"Iya gak papa, eh Nisa belum tidur?" David mengelus pipi Nisa, ia heran tidak biasanya Nisa jam segini belum masuk kamar.

"Belum, aku nemenin mamah. Kasian sendirian, abang tidur kak Diana entahlah dia kemana," Nisa mematikan tv nya ia berpamitan untuk masuk kamar.

"Dinia! Diana mana? Kamu gak cariin dia?" Dinia mengguk salivanya susah payah ia bingung mau mencari Diana kemana.

"aku gak tau dia kemana, mas!" David menghembuskan napasnya lelah ia meninggalkan Dinia sendirian di ruang tamu.

"Anak itu!" Dinia meremas tas David, ia marah karena Diana ia hampir kena marah David.

:))

"Dek? Bangun dek!" Diana mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke indra penglihatannya.

Aku dimana? Batinnya menatap seorang laki-laki paruh baya tersenyum kepadanya.

"Alhamdulillah, kamu sudah sadar. Tadi saya nemu kamu pingsan di jalan. Jadi, kamu saya bawa pulang,"

Diana terdiam ia mencoba mengingat kejadian tadi.

"Permisi, eh nak cantik sudah bangun. Gimana ada yang sakit?" ucap perempuan payuh bara sembari membawa nampan yang berisikan bubur, susu, dan beberapa obat.

"ini istri saya," ucap bapak tadi yang melihat raut wajah bingung Diana.

Diana menganggukan kepalanya, ia terlalu malas untuk membuka mulutnya. Bukan karena sombong tapi karena dia terlalu cape teriak sehingga mengakibatkan suaranya serak.

"Makan dulu ya, nak. Nanti abis itu minum obat," Diana membuka mulutnya mengizinkan ibu itu menyuapinya.

Di sela-sela kunyahanya Diana bertanya kepada ibu tersebut, "nama ibu siapa? Dan aku ada dimana?"

"nama ibu? Ayu dan bapak yang tadi namanya Dimas. Kamu ada dirumah kami yang letaknya tak jauh dari komplek kamu pingsan. Nanti besok kamu kita antarkan pulang. Ngomong-ngomong, kamu anak siapa?" tanya Ayu menghentikan suapannya karena Diana berhenti mengunyah dan menolak untuk makan.

"Pertanyaan ibu terlalu banyak ya? Gak papa, gak usah dijawab. Lanjut lagi ya makannya, nanti kamu sakit. Kasian, orang tuamu nanti khawatir," Ayu mengelus puncak kepala Diana dan melanjutkan tugasnya menyuapi Diana.

Aku mati pun mereka gak akan perduli, gumamnya sembari menatap kosong ke depan.

Hallo?

Happy reading

Salam manis dari author yang manis>_<

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 24, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DIANA (SLOW UPDATE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang