[CHAPTER 9] Makan Malam Bersama

5.8K 966 73
                                    

Harusnya Jeno tidak menyentuh pipi Renjun sebab getaran panasnya masih terasa bahkan ketika Jeno sudah kembali duduk di dalam ruang kerjanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Harusnya Jeno tidak menyentuh pipi Renjun sebab getaran panasnya masih terasa bahkan ketika Jeno sudah kembali duduk di dalam ruang kerjanya. Jeno tidak pernah berharap sentimen yang dahulu sengaja ditenggelamkan sangat dalam kelak akan muncul ke permukaan. Perasaan dibutuhkan, mencintai dan mendamba. Tidak! Jangan sampai perasaan itu kembali.

Jeno memang menarik diri dari lingkungan sosial, tapi bukan berarti ia tidak pernah berinteraksi dengan orang lain di luar sana; entah wanita atau submisive. Jeno hanya akan berbicara seperlunya kadang juga membalas sapaan mereka. Cukup. Ia tidak pernah menaruh perhatian lebih.

Namun, saat pertama kali bertemu dengan Renjun, entah kenapa ada sesuatu yang menariknya untuk menaruh atensi lebih. Seolah Renjun adalah sebuah gravitasi kuat yang mustahil untuk dihindari. Jeno pun sampai tak sadar telah melewati batas yang dibuat sendiri.

Renjun memang terlihat kuat dan begitu percaya diri, akan tetapi dilain sisi ia menyimpan begitu banyak duka kesedihan. Barangkali hal itulah yang membuat Jeno tidak bisa mengabaikannya begitu saja.

Jeno ingin mempertahankan hatinya untuk tetap mati, gelap, dan dingin sebab bagi Jeno itu adalah pilihan terbaik untuk keberlangsungan hidupnya yang damai. Tapi, setelah Jeno berani menyentuh pipi Renjun, mengusap air matanya seraya tak lepas mengamati retina bening penuh kelembutan, ada sesuatu yang memercik dalam dada Jeno, sesuatu yang memompa hasrat dalam dirinya.

“Sial!” Jeno meremas rambutnya berang. Harusnya tidak boleh seperti ini, semua ini salah dan Jeno harus segera sadar sebelum benar-benar kehilangan akal.

『••✎••』

Hari telah berganti, sinar sang surya perlahan menyinari dunia menggantikan tugas sang rembulan. Renjun bergerak di atas tempat tidur disusul dengan kedua kelopak mata yang terbuka. Matanya sedikit bengkak setelah menangis semalaman, suhu badannya juga sudah turun tak sepanas tadi malam.

Renjun harap hari ini adalah hari minggu sehingga ia bisa beristirahat lebih lama lagi, namun sialnya hari ini masihlah hari kamis dan itu artinya ia harus pergi ke sekolah jika ingin segera lulus.

Suara ketukan pada pintu kamarnya berhasil menarik atensi Renjun, tak berapa lama pintu kayu itu terbuka menampilkan sosok Jeno yang datang dengan sebuah nampan di tangan.

Keheningan menginvasi, Renjun tidak tahu harus bagaimana bersikap didepan si pria bahkan hanya untuk mengucapkan sepatah katapun rasanya begitu berat. Semalam Renjun menangis begitu keras di hadapan Jeno, menunjukan sisi dirinya yang begitu lemah, hal yang tidak pernah ia lakukan di hadapan siapapun, kecuali orang tuanya.

Jeno pun sepertinya tak berniat untuk menyinggung prihal masalah kemarin, si dominan meletakkan nampan di atas meja samping tempat tidur Renjun.

“Hari ini kau tidak perlu pergi ke sekolah, aku sudah menghubungi wali kelas mu untuk meminta izin, sebaiknya kau istirahat saja agar lekas sembuh.” Ujar Jeno dengan wajah datar dan sorot mata yang tak terbaca seperti biasa.

MINE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang