1.0 [Coffe]

5.3K 663 5
                                    

Allo! Hope you enjoy! Happy reading, guys!

Makasih buat kalian yang bersedia meluangkan waktu untuk mampir dan baca ceritaku. Semoga betah sampai akhir.

Jangan lupa vote, komentar, dan bantu share cerita ini ke teman-teman kalian. Biar ramai.

Sekian ….

*****

"Kakak Alan, tolong Chi! Chi dalam bahaya, aaaa!" Chiyo berlari ke belakang Alan, berlindung di balik pria tersebut.

Alan menatap tidak paham Chiyo. "Anda kenapa, Nona Chi?"

"Kakak, tolong Chi, Daddy marah karena Chi salah memasukkan garam ke kopinya!" Chiyo menarik-narik ujung kemeja Alan.

Alan mendongak ketika mendengar derap langkah. Benar saja, itu Fedro yang bertampang datar. Siap menerkam.

"Chi, jangan bersembunyi di belakang Alan! Sini, menghadap dan akui kesalahanmu pada Daddy!" Fedro memberi titah dari jarak lima meter. Suaranya menggema, membuat bulu kuduk Chiyo berdiri.

Alan berbalik dan berjongkok, kini wajahnya setara dengan Chiyo. "Temui Tuan, akui kesalahan Nona, lalu minta maaf. Dengan begitu Tuan tidak akan menghukum Nona."

Chiyo memelas, dia menggeleng kuat. "Daddy seram seperti monster saat marah, walaupun tetap terlihat tampan. Tetapi Chi takut, sekalipun monsternya tampan. Monster tetaplah monster."

Alan tertawa, dia menoleh ke belakang menatap Fedro yang mukanya tertekuk. Alan kasihan kepada Fedro yang menjadi korban Chiyo.

"Anda mendengarnya, Tuan Monster Tampan?" gurau Alan.

Dari tempatnya berdiri, kurang lebih dua meter dari Chiyo, Fedro dapat melihat Chiyo yang takut-takut mengintip dari balik Alan. Fedro melotot tajam, Chiyo nyengir canggung dan kembali bersembunyi.

"Alan, berikan Chiyo padaku. Atau kau aku pecat!" titah Fedro jelas tidak mampu dibantah Alan.

Alan tersenyum manis pada Chiyo. "Maaf Nona, gaji adalah segalanya." Kemudian menggendong paksa Chiyo dan menyerahkan pada Fedro. "Pembayarannya dapat dibicarakan nanti, Tuan." Alan berkata seolah sedang menjual Chiyo.

Chiyo memberontak dalam gendongan Fedro. Masalahnya, dia digendong dengan tidak sewajarnya. Lehernya serasa tercekik, lagipula dia bukan anak kucing!

Chiyo mengomel. "Kak Alan penghianat!"

Alan melambaikan tangan. "Siapapun bisa menjadi penghianat, Nona. Maka dari itu jangan terlalu mempercayai seseorang. Karena uang adalah segalanya." Lalu Alan berpamitan kepada Fedro sebelum pergi.

"Bersikaplah manis agar dimaafkan oleh Tuan, Nona!" Alan memberi saran, tentunya diabaikan oleh Chiyo yang memberontak bagaikan orang kesetanan.

"Daddy, lepaskan Chi! Leherku tercekik, aw!" Chi merengek.

Fedro menurunkan Chiyo. Gerakan Chiyo kalah gesit dengan Fedro yang kini mencengkeram lengannya. Chiyo gagal kabur.

"Daddy, jangan menunjukkan wajah seram."

Fedro menyentil kening Chiyo. "Akui kesalahanmu, maka Daddy tidak akan marah."

Chiyo merengut, tidak merasa bersalah telah salah memasukkan garam ke dalam kopi Fedro. Itu bukan salah Chiyo, salahkan saja Fedro yang memaksa Chiyo belajar membuat kopi, padahal Chiyo bermusuhan dengan dapur. Chiyo bahkan merasa dapur tidak menyukai keberadaannya, mereka tidak bisa akur.

Pada intinya, Chiyo lemah dalam hal memasak. Kemampuannya nol besar.

"Daddy yang memaksaku, berarti itu salah Daddy." Chiyo bersikeras bahwa dirinya tidak bersalah.

Chiyo mendongak, nyalinya seketika menciut. Chiyo menghela nafas. "Baiklah, ini salah Chi. Chi minta maaf, Daddy jangan marah."

Bagaimana tidak takut, Fedro bersiap menarik pedangnya sebagai ancaman. Dasar remaja licik!

Fedro tersenyum puas. Dengan bangganya dia mengusap rambut Chiyo. "Daddy maafkan. Tapi kau tetap dihukum."

Wajah Chiyo tertekuk sempurna, tertekan bukan main. "Daddy kejam!"

*****

Begitulah awal mula mengapa Chiyo terdampar di ruang kerja Fedro, melakukan ini itu yang disuruh oleh ayah angkatnya. "Jangan mengeluh, katanya kau serba bisa. Sanggup menerima pekerjaan ganda, tapi kenapa sekarang kamu mengomel tidak jelas?"

Sudah tiga jam berlalu dan Fedro masih setia berkutat dengan berkas-berkas yang baru dilihat saja membuat kepala Chiyo pening.

"Dad, Chi lelah. Boleh istirahat?" tanya Chiyo. Dia selesai menyapu ruangan Fedro, tidak lupa mengelap setiap sudut yang kotor. Chiyo menghampiri Fedro.

Mengetahui Chiyo menyelesaikan tugasnya, walau diselingi gerutuan, Fedro tetap merasa puas. "Kembalilah ke kamar, Chi. Istirahat yang cukup, lain kali jangan membuatku marah, oke? Atau … ada hal yang tidak diinginkan terjadi." Fedro melirik pedangnya.

Chiyo bergidik ngeri. "Maafkan Chi, Dad."

Chiyo tersenyum, manis sekali. Dia mendekati Fedro, lalu mencium pipi ayah angkatnya itu. "Malam, Dad. Jangan tidur terlalu larut, nanti Dad sakit. Tidak baik terlalu memforsir diri." Fedro sedikit terkejut dengan keberanian Chiyo, namun tidak menyalahkan. Fedro berusaha mengontrol mimik wajah.

Fedro mengangguk, balas tersenyum. "Malam juga, Chi. Sebentar lagi Dad akan tidur, jangan khawatir."

Chiyo berbalik pergi, senyum Chiyo melebar, nyaris tidak bisa menahan diri.

Chiyo berusaha menahan diri untuk tidak histeris karena bisa mencuri ciuman dari Hot Daddy tampannya. Bisa disangka gila Chiyo oleh Fedro. Ya, untuk beberapa hal Chiyo harus bisa mengendalikan diri, agar tidak terjadi sesuatu yang membuatnya kerepotan.

[To be continued ….]

Yang kedua hari ini.

Follow for support:
Wattpad: @MeRaa-
Instagram: @jst.sweetch (Sweetcho)

Next?

See you next chapter!

With love,
Me Raa

Hot Daddy, Take Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang