Bab 22. Haru Biru

16 5 5
                                    

Bab 22. Haru Biru

Di depan pintu, Sandriana berusaha melihat Praga dalam kegelapan. Namun tidak berhasil. Akhirnya ia menyalakan kamera ponsel sejenak untuk memastikan penglihatannya kepada sosok Praga di serambi rumah. Ia tidak melihat Praga seperti biasa, duduk di kursi sambil berselonjor kaki dan berpikir jika Praga belum bangun. Akhirnya Sandriana kembali ke kamarnya dengan langkah yang sangat pelan lalu membaringkan tubuhnya lagi.

Sandriana berbaring menghadapkan wajahnya kepada Alana yang masih tidur nyenyak.

"Nyenyak sekali tidurmu, Alana!" Mata Sandriana mulai terpejam.

Sandriana tidak tahu sama sekali, kalau tadi saat dirinya keluar kamar, Alana bangun dan mengikutinya, namun hanya sampai di pintu kamar karena melihat Sandriana hanya berdiri di dekat pintu rumah. Setelah Sandriana berbalik akan ke kamar, dengan sigap pun, Alana kembali berbaring. Jika Alana tampak seperti tidur nyenyak, itu karena Alana sukses bersandiwara.

Begitu pula dengan Praga. Ia tahu kalau Sandriana akan berusaha bangun dan akan menemaninya duduk pada jam seperti biasanya. Praga pun melihat Sandriana berjalan ke pintu dengan menyingkap sedikit tirainya. Praga berinisiatif mengubah jam nongkrong malamnya. Jika seperti biasanya jam satu, maka kali ini ia hanya akan duduk di kamarnya saja menjelang salat Subuh. Praga tidak ingin menciptakan keadaan yang semakin ekstrim. Menjadikan dua gadis berseteru karena dirinya. Karena ia tahu, akan apa yang terjadi jika Sandriana sampai menemani Praga pada saat malam-malam seperti ini, jika Alana sampai tahu, bahkan neneknya.

Bagai alarm yang telah diatur, Praga bangun jam empat subuh. Ia berdiri di samping tempat tidur untuk memastikan keadaan di rumah masih tetap sepi. Namun ia malah mendengar langkah-langkah kaki dari dalam.

Praga mencoba melihat ke dalam dengan menyingkap sedikit tirai pintu kamar. Akhirnya ia tahu kalau yang bangun itu neneknya. Wanita bersahaja itu sudah terbiasa bangun jam empat subuh untuk melakukan aktifitasnya.

Praga berjalan keluar dengan pelan. Lalu duduk di kursi di pojok serambi, dan mendekatkan sebuah kursi lagi ke depannya agar bisa berselonjor kaki.

Ia kembali menikmati malam dan kesunyian alam yang lebih dingin dari pada biasanya. Apalagi angin berembus, membuatnya lebih merapatkan jaket.

Tidak lama Praga duduk, listrik sudah menyala. Praga tentu saja tidak lama di sana karena azan subuh pun sayup-sayup telah berkumandan di kejauhan. Ia termenung sesaat, dalam pikirannya betapa bagus jika ada masjid di dekat rumah neneknya itu. Praga berharap suatu saat, ia bisa mengusahakan sebuah masjid yang sederhana.

Ketika ia berdiri dan akan melangkah ke dalam rumah, Praga mendengar sebuah percakapan. Ia lebih menajamkan pendengarannya. Ternyata itu percakapan Sandriana dan Alana.

Praga berjalan ke dalam rumah dan mendapati kedua gadis itu sudah berada di dapur.

"Kalian mau apa?"

"Kami mau berwudu, Ga." Alana dan Sandriana nyaris bersamaan menjawab. Kedua gadis cantik itu saling berpegangan tangan. Praga menjadi terharu.

"Baiklah, kita salat berjamaah saja di ruang tamu," kata Praga, matanya sedang mencari neneknya.

Nenek Arum muncul di pintu dari bawah. "Nah begitu, kalian salatlah!"

"Nenek sudah salat?"

"Sudah, Ga. Tadi di bawah," kata Nenek Arum lalu ke kamarnya mengambil tiga Al Quran, lalu diletakkannya di atas meja makan.

"Setelah salat, kalian mengaji beberapa menit. Kemudian kita membuat pisang goreng," kata Nenek Arum.

Saat mereka mengaji bertiga, Alana dan Sandriana menangis tersedu-sedu. Tentu saja Nenek Arum dan Praga saling berpandangan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 29, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

LAKSANA DEWAWhere stories live. Discover now