25 - Gagal Dirayakan

168 57 46
                                    

•••••

Tiup lilin masih mungkin?

•••••

Hari ulang tahun menjadi hari yang menakutkan untuk beberapa manusia. Jika saja Senja masih terjaga, gadis itu tidak akan menyangka begitu banyak orang yang ingin merayakannya hari ini.

Dila menahan nafasnya kala mendapat panggilan dari Satria. Cewek dengan piyama itu meneguk ludah kasar, bagaimana menyampaikan keadaan Senja pada si Ketua OSIS.

"Gue ketiduran, Dil!"

"Lo masih disana? Senja nungguin gue nggak? Dia marah―"

"Sat...,"

"Kenapa? Jangan bilang tuh bocah nangis? Bilang ke dia, gue kesana. Sekarang juga gue jalan ."

"Nggak bisa,"

"Nggak lama, gue janji―"

"Senja kritis,"

Dila menggigit bibir bawahnya, sadar ketika suara disebrang sana menghilang, dia tak bisa mendengar deru nafas panik milik cowok itu. Satria benar-benar tak bersuara.

"Gue juga ketiduran, Sat. Pas gue ke rumah semuanya udah berantakan, pecahan kaca dimana-mana, banyak darah dilantai―"

"Rumah sakit mana?"

"Tenangin diri lo dulu, jangan langsung kesini. Lo baru bangun, gue takut lo nggak fokus bawa motornya―"

"RUMAH SAKIT MANA?!"

Dila nyaris menjatuhkan ponselnya sebab terkejut, dia sama sekali tak menyangka Satria akan berteriak marah seperti itu kepadanya.

"Medika Husada... "

Panggilan dimatikan sepihak, Dila masih gemetar karena bentakan Satria barusan. Tak ingin diperlakukan dua kali demikian, cewek itu mengirimkan pesan pada Nathan. Setidaknya nanti jika sewaktu-waktu dia membuka ponsel, Nathan bisa langsung menyusul mereka disini.

Dila mendekat duduk disamping Abi dengan sedikit berhati-hati, sadar betul jika laki-laki itu harusnya tidak diganggu lebih dulu. Tapi dia harus tau atas apa yang terjadi hingga begini.

"Senja sebenarnya kenapa, Kak?"

"Maksudku―tadi dirumah semuanya... berantakan, Om Juna lagi?"

Abi menyandarkan kepalanya pada dinding, mata merah laki-laki itu terlihat sangat menyakitkan. Dila bisa merasakannya dengan teramat jelas.

"Aku nggak tau, Dil." dia menjawab dengan suara serak, "Aku nggak tau apapun soal Danum."

Abi tersenyum kecut dengan mata merah berkaca-kaca. Air matanya luruh kembali, isi kepalanya berantakan. Penuh dengan segala rasa bersalah dan kebingungan, apakah selama ini ayahnya memperlakukan sang adik seburuk itu? Bagaimana bisa? Belum lagi tentang penyakit Senja yang sudah terlanjur parah. Akan diapakan hidupnya setelah ini jika dia kehilangan semuanya?

Tak ada satu pun kata yang berhasil Dila sampaikan pada kakak sahabatnya itu, dia pun merasakan rasa bersalah yang teramat. Begitu besar hingga membuatnya tak tau harus berbuat apa untuk menebus segala yang sudah terlanjur.

Danum SenjaWhere stories live. Discover now