After Rain.

644 63 4
                                    

Malam itu hujan deras ditambah suara petir yang cukup mengagetkan. Suara dari mesin kopi itu memecah keheningan di dapur. Ariel berjalan pelan menuruni tangga, ia mengambil kopinya kemudian sedikit mengintip keadaan luar melalui jendelanya.

Di luar hujan badai, jadi tak ada alasan untuknya keluar malam ini. Dengan secangkir kopi dan tayangan televisi yang menarik sudah cukup untuknya menghabiskan malam yang dingin ini. Ariel mendudukkan dirinya didepan TV. Tatapannya tidak sengaja terfokus pada foto berbingkai yang menggantung diatas kotak besar itu.

Kedua ujung bibirnya tertarik ke atas ketika menatap objek di foto berbingkai itu. Seorang gadis dengan rambut kecoklatan dengan hoodie yang ia kenakan. Dan jangan lupakan senyum lebarnya. Seketika kepalanya dipenuhi oleh bayangan hujan, sentuhan tangan, suara yang memekikkan telinga, dan pelangi.

Empat hal itu berputar di kepalanya seolah menyusun menjadi sebuah cerita. Ingatannya melayang jauh pada malam dimana ia menemukan pelanginya untuk pertama kali.

Dua tahun yang lalu, Ariel menatap langit sebelum akhirnya mendengus kesal. Gadis itu tidak pernah menyukai hujan, terutama saat malam dan ditambah petir yang menyambar. Ia menatap jam di pergelangan tangannya.

"Ini harusnya gue udah mimpi di kasur anjir,"

Malam ini, lagi-lagi ia terlambat untuk pulang karena harus menyelesaikan tugasnya untuk besok. Sekarang hampir tengah malam, perpustaan juga sebentar lagi akan tutup. Sekali lagi Ariel mendongak melihat langit, tidak ada yang berbeda sejak tadi. Air itu tetap turun, bahkan ia merasa lebih deras.

"Kapan berentinya sih astaga.."

Ariel memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya, lebih tepatnya menerobos hujan. Ia menghela nafas berat sebelum menutup kepalanya dengan cap hoodienya. Ariel berlari dibawah derasnya hujan hanya dengan cap hoodie yang menutupi kepalanya dan mulug yang hampir berbusa karena terus mengoceh menyalahkan keadaannya.

Gadis itu menggunakan tangannya untuk menghalau air mengenai matanya. Ini akan menjadi malam yang panjang, pikirnya. Ariel berkali-kali merutuki nasibnya, saat ini ia tidak memikirkan apapun selain sampai di rumah dengan selamat kemudian merebahkan dirinya di kasurnya dengan selimut yang menghangatkannya. Untungnya jarak perpustakaan dan apartemennya tak begitu jauh.

Ariel menggelengkan kepalanya pelan, ia mempercepat langkahnya. Senyumnya mengembang saat ia melihat gedung apartemennya. Bayangan tentang hal-hal yang segala aktivitasnya hari ini berputar di otaknya. Ia berlari di bumi, tapi pikirannya melayang-layang di angkasa.

Tiiinnnn-

"He-y! Awas!"

Suara seseorang berhasil membuyarkan lamunannya seiring dengan sentuhan yang ia rasakan. Tubuhnya tertarik begitu saja ke dalam sebuah pelukan, sebuah suara klakson mobil yang tiba-tiba melewatinya dengan kecepatan yang tidak terduga membuatnya berteriak tanpa sadar, suara itu memekikkan telinga. Waktu berjalan begitu cepat, seolah Tuhan tidak memberinya izin barang sedetik untuk mencerna apa yang baru saja terjadi padanya.

"Gila ya lo?!"

Yang dia dengar hanyalah sebuah kalimat dengan nada yang cukup keras membuatnya mendongak. Dia pikir dia akan dihadapkan pada pria yang galak karena suaranya yang tinggi menangkap telinganya, tapi dia salah. Yang ia temukan justru wajah seperti-bayi yang menurutnya sangat kontras dengan suaranya.

"Hah?" Ariel kemudian melepaskan diri dari pelukan gadis berrambut coklat di hadapannya. Ia menatap gadis yang baru ditemuinya itu. Tatapannya berhenti pada mata coklat di depannya. Dia  sedikit menundukkan kepalanya. "Maaf banget tapi gue ga liat mobil,"

Ariel seketika lupa kenapa ia berhenti dari kegiatan berlarinya. Ia bahkan lupa tentang sampai di apartment dengan selamat kemudian tidur dikasurnya dan selimut yang menghangatkannya. Dan satu hal lagi, Ariel bahkan tidak menyadari bahwa hujan telah berhenti sejak tadi.

OneshotsWhere stories live. Discover now