3. Papa Pulang?

12 6 0
                                    

Cuping telinga Giana berkedut saat mendengar pintu depan rumahnya diketuk pelan sebanyak 3 kali. Dengan kecepatan kilat ia berlari menuju pintu depan dan membukanya penuh semangat, "Papa!" serunya riang.

Namun, keriangan itu lenyap tak bersisa saat netra coklat terangnya mendapati dua sosok yang tak dikenalinya. "Maaf? Anda berdua siapa, ya? Ada keperluan apa mengetuk pintu rumah kami?" tanyanya dengan nada dingin serta wajah datar.

Keduanya sempat terkejut dengan perubahan emosi yang begitu dratis itu sehingga otak mereka menjadi kosong mendadak. "Ah! Kami ...,"

"Siapa, Dek?" teriak Ariani dari dalam.

Giana menggeleng pelan walau tahu Ariani tak dapat melihat. Ariani yang tak kunjung mendapat jawaban pun muncul dari balik punggung Giana. Keningnya berkerut menatap kedua pria di hadapannya, "Maaf?Anda berdua mencari siapa, ya?"

Kedua pria itu berdeham sebentar sebelum mulai memperkenalkan diri. "Perkenalkan, saya Briptu Joshua dan yang ini Aiptu Andre. Kedatangan kami ke sini untuk mencari bapak Angga Adiputra," jelas pria yang memiliki bekas luka di alis mata kirinya.

Kening Giana berkerut tak senang saat mendengar pangkat keduanya. Polisi yang datang ke rumah mencari ayahnya yang menghilang menandakan firasat buruknya benar. Walau begitu, ia berusaha untuk memasang wajah sedatar mungkin agar emosinya tidak terbaca. "Papa sedang bekerja," ujar Giana mendahului Ariani yang hendak menjawab.

Pria berambut cepak-yang diperkenalkan sebagai Aiptu Andre-itu tersenyum ramah. Ia menundukkan tubuhnya sedikit untuk menyejajarkan tinggi badannya dengan Giana yang hanya 165 cm. "Adik manis gak boleh bohong, ya," ujarnya lembut.

"Saya tidak berbohong. Papa memang sedang pergi bekerja," ujarnya dengan nada tenang. Apa yang ia katakan bukanlah sepenuhnya bohong. Terakhir kali ia melihat Angga adalah saat Angga pamit untuk pergi bekerja. Walau ia menyembunyikan fakta bahwa ayahnya sudah menghilang tiga hari lamanya, tetapi apa yang ia katakan bukanlah sebuah kebohongan.

Aiptu Andre menatap lurus ke dalam mata Giana yang balas menatapnya dengan berani. Setelah tiga menit penuh saling adu tatap, Aiptu Andre memilih untuk menyerah karena tak dapat menemukan kebohongan yang ia cari.

"Apa Anda sedang mencari tahu apakah saya tengah berbohong atau tidak?" tantang Giana tak gentar. Ia merasa perlu melakukan hal tersebut agar terlihat lebih meyakinkan. Tentu saja, ia tak berbohong. Ia hanya mengatakan setengah kebenaran yang ada.

"Giana!" tegur Ariani atas tindakan tak sopan adiknya. Ia menatap kedua perwira polisi itu dengan tatapan sungkan. "Maafkan adik saya, ya, Pak," ucapnya tak enak.

Giana balas menatap sang kakak dengan tatapan bingung. "Kenapa kakak marah? Aku kan gak salah," kekeuh Giana. Mata gadis itu membelalak lebar saat tak sengaja menatap jam yang tergantung di ruang tamu.

Gawat! Telat lagi! Mana ada ujian fisika, keluhnya dalam hati, lalu masuk ke dalam rumah tanpa pamit. Kemudian berlari keluar secepat kilat setelah memakai sepatu.

"Kak, telat!" teriaknya pada Ariani yang terbengong di depan pintu akibat tingkah tak sopannya.

Mendengar teriakan adiknya yang sedang berlari tunggang langgang sontak membuat kepalanya berputar menatap jam yang tergantung.

Mampus aku!

Briptu Joshua melayangkan senyum sopan, "Maaf sudah menyita waktu Anda. Kalau begitu, kami permisi terlebih dahulu," ujarnya, lalu membalikkan badan dan menarik rekannya angkat kaki dari sana.

"Kenapa kamu seperti itu pada gadis kecil itu? Bagaimana kalau dia takut dan malah menangis?" hardik Briptu Joshua pada Aiptu Andre saat berjalan meninggalkan rumah Ariani.

Who's the Killer [ON GOING]Where stories live. Discover now