4

363 20 0
                                    


Aku terbangun dengan selimut yang menutupi hampir seluruh tubuhku, aku mengerjap beberapa kali berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam mataku, ku lihat di jendela kaca matahari sudah bersinar dengan terangnya, aku berbalik, mencari Brian yang semalam tidur di sampingku, namun Brian tidak ada disana, kasurnya terasa dingin. Aku membangunkan diriku, berjalan ke arah kamar mandi, dan kaca kamar mandi menyambutku dengan pantulan tubuh telanjangku, aku meraih kran wastafel dan mencuci mukaku dengan gerakan yang sedikit kasar, memori semalam mulai membuatku malu dan kesal di saat yang bersamaan, dan lebih menyebalkan karna aku berharap Brian ada di sampingku pagi ini, tapi tidak, memangnya siapa aku ini berharap Brian akan menemaniku sampai pagi?

Aku berjalan kearah shower, guyuran air hangat membuat tubuhku terasa lebih rileks, sedikit demi sedikit rasa kesalku luntur seiring dengan air yang terus menerus mengguyur tubuhku. Pikiranku melayang mengingat kejadian semalam, tentang Gaby, bagaimana dirinya bisa bertunangan dengan Dimas, lelaki yang menyebutku sebagai escort, memang perkataanya tidak sepenuhnya salah, namun mannernya terlihat bermasalah, selain itu Gaby terlihat masih seumuran denganku. Ah ada apa aku ini, kenapa aku memikirkan orang yang bahkan baru pertama kali aku temui sekeras ini, lagi pula Gaby sudah pasti memiliki alasan yang kuat kenapa dirinya bertunangan dengan Dimas.

Knock

Suara ketukan di pintu kamarmandi membuatku mematikan air shower, aku meraih handuk untuk mengelap rambutku, dan berikutnya ku balut tubuhku dengan bathrobe. Aku membuka pintu kamar mandi, dan kudapati Brian sedang duduk di sofa dengan leptop di pangkuannya, di depannya paper bag putih besar yang bertuliskan salah satu brand pakaian tergeletak begitu saja, mendengar pintu terbuka Brian tersenyum kearahku,

"Morning..." sapaku,

"Morning princess!" Balasnya, di letakannya leptopnya di atas meja, dan aku berjalan kearah meja kecil tempat mini bar berada, ku buatkan Brian kopi tanpa gula, dan aku membuat teh untukku sendiri, aku menghampiri Brian dengan 2 cangkir di kedua tanganku, ku ulurkan kopi pahit kearah Brian, dan aku mendudukkan diriku di sampingnya.

"Thanks princess." Ucapnya, dan aku mengangguk, kudapati Brian meneguk kopinya pelan, dan akupun ikut meminum sedikit teh milikku.

"Sorry masalah semalem, temen-temenku, aku juga.." ucapnya, aku menatapnya kali ini, bagaimana bisa Brian meminta maaf tentang tindakannya? Sejak semalam aku mengira diriku yang salah, jelas aku tidak bisa memenuhi keinginannya semalam.

"Dadd-" ucapku, namun Brian nampaknya belum menyelesaikan kalimatnya,

"Aku gamaksud bikin kamu tertekan, im sorry you cried because of me last night baby girl..." sambungnya sambik menatapku, dan aku terdiam, begitupula Brian, kami saling menatap entah berapa lama, namun pada akhirnya aku mengalihkan pandanganku pada cangkir teh yang ada di genggamanku.

"You have the rights to do what you want, its already clear on our agreements daddy..." ucapku lirih,

"It is, but i dont know, just let me know if youre not ready yet." Jawabnya, dan aku menggangguk, kupikir keputusanku menjadi sugar baby tidak seburuk itu, Brian masih memberikanku kesempatan untuk berkata tidak, kupikir Brian akan menggunakanku semaunya, ternyata jauh dari itu, Brian memberikanku kenyamanan dan pilihan yang sebelumnya tidak pernah aku dapatkan.

Brian mengulurkan paper bag yang ada du depannya kearahku, aku membukanya, di dalamnya jelas ada pakaian untukku, namun ada box putih dengan gambar handphone di luarnya, aku mentap Brian dengan penuh tanya,

"Pake baju, kita pulang.." ucapnya,

"Daddy beli handphone baru?" Tanyaku sambil menggoyangkqn kotak berisi handphone di tangan kananku,

Dream : Be with HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang