Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Putri? Yang bener aja?!"
Putri berdecak lalu mengacak-acak rambutnya kesal melihat wajah Agis yang sepertinya tak sejalan dengan otaknya, Agis turut berdecak dan juga membuang muka dengan rasa marahnya sambil menyandar ke punggung kursi. Keduanya lalu hening untuk beberapa saat.
Agis merasa tak di hargai usahanya saat ini, Putri kenapa bisa-bisanya memutuskan untuk menggugurkan kandungannya disaat Agis susah payah bergelut dengan otaknya untuk mencari cara agar bisa bertanggung jawab.
"Ini buat masa depan kita juga, Ragista." ucap Putri akhirnya memulai perdebatan, Agis menoleh dengan tatapan tajamnya.
"Terus masa depan dia gimana? Kalau lo gugurin anak kita, bukan cuma tentang masa depan dia, bahkan lo menghancurkan kehidupannya yang belum sama sekali dia coba!" omel Agis membuat Putri menghela nafas, "Dia anak lo." lanjutnya penuh penekanan.
"Enggak, dia anak lo!" balas Putri sama sinisnya menatap Agis membuat Agis ternganga tak percaya.
"Terus lo pikir dia sekarang di dalam perut lo itu apa artinya?!" ketus Agis semakin marah, bahkan sepertinya ini pertama kalinya Agis marah pada Putri. "Putri, gua tau ini semuanya salah gua, tapi bukan berarti lo jadi jahat nggak ngakuin anak lo sendiri." keluhnya.
"Gue nggak mau hamil, Ragista. Dari awal gue bilang sama lo, gue nggak mau hamil." keluh Putri juga, "Lo harus pikirin diri lo sendiri, gapai cita-cita lo, jangan mau hidup susah karena anak ini. Begitu juga sama gue, dan kita clear, urusan kita udah nggak ada lagi setelah kita gugurin anak ini." katanya keras kepala.
Agis berdecak, "Ini bukan masalah cita-cita gue sama lo, ini masalah seseorang yang bakal hidup! Seseorang yang bakal merasakan kehidupan, dunia, keluarga, teman-teman, sekolah, juga cita-cita. Setidaknya kalau kita nggak bisa gapai cita-cita kita, anak kita bisa memenuhi ekspetasi kita lewat kebahagiaannya pas dia punya cita-cita. Lo belum jadi Ibu aja udah jahat, Put! Tega lo!" katanya membuat Putri membuang muka.
"Karena anak bisa dibuat lagi, Ragista. Pada waktu yang tepat juga. Sementara cita-cita? Semua hilang saat ada anak yang lahir bukan waktunya." ucap Putri ketika memalingkan wajah, melihatnya Agis perlahan muak.
"Dan dihantui rasa bersalah? Buat apa lo kejar cita-cita lo sampe dapet kalau lo sendiri menyesal suatu saat nanti. Anak memang bisa dibuat kapan aja, atau pada waktu yang tepat, tapi yang udahterbentuk di dalam perut lo sekarang itu bakalan beda sama anak yang akan hadirdiwaktu yang tepat itu. Mereka bukan orang yang sama, nasibnya beda, dapat kasih sayang dari lo juga jelas beda. Lo bayangin anak lo yang sekarang sekecewa apa dia denger Ibunya mau bunuh dia disaat dia mengharapkan kehidupan?" omel Agis lagi, Putri benar-benar diam sekarang. "Lo juga nggak ngehargain gua, Putri. Semua usaha-usaha gua untuk mempertanggung jawabkan kebahagiaan lo ke depannya, lo pikir lo aja yang sulit?" ketusnya sambil beranjak dari duduknya membuat Putri menoleh.