Bab 6

175 16 0
                                    

Alvaro terharu mendengarkan kata kata romantis yang keluar dari bibir mungil kekasihnya, Alvaro pun membalas perkataannya.

"Rossa, jika kau mengatakan semua itu tadi aku sangat berterima kasih, aku menjadi bersyukur bahwa tidak salah menempatkan hati. Ya, hati ini benar benar kau rawat dan kau jaga hingga tumbuh, tumbuh menjadi pelindungmu, penjagamu, dan perawatmu."

"Rossa, aku tidak tahu harus bicara apalagi untuk mengucapkan syukur memilikimu. Tapi tahukah Rossa, kamu kini ada di doaku setiap malam."

"Ya doaku, aku yakin Tuhan tidak menempatkan sosok lain secara kebutulan, apalagi sosokmu yang sangat istimewa. Dan akupun selalu bersyukur saat itu terjadi."

"Rossa, tahukah kamu jika hariku buruk, lalu seakan mood-ku menjadi hancur. Aku hanya perlu ke tempat sepi dengan secangkir kopi, lalu kubuka galeri dan memandang sosokmu. Dan sekejap duniaku membaik, Rossa."

"Entah, mungkin memang sesederhana itu caraku, atau cintamu yang sebesar itu aku pun tak mengerti tapi itu terjadi Rossa."

Rossa pun tertegun dan tersenyum mendengarkan kata kata sang kekasih, namun Rossa kembali berkata.

"Alvaro, tahukah kamu?"

"Pertama kali mengenalmu aku sangat terpukau, apalagi hari pertama kali kau bawa aku kerumah."

"Iya, saat itu kau telah mengendarai mobil, fasilitas mewah untuk remaja seumuran kita. Namun bukan berati aku memandang materimu, Alvaro. Tapi aku juga harus bersyukur mempunyai kekasih sepertimu kala itu. Kamu dengan segala fasilitas yang orang tuamu berikan, kamu izinkan aku menikmatinya juga."

"Alvaro, ingatkah kamu pertama kamu ajak aku kerumahmu. Perasaanku saat itu sangat percaya diri. Bagaimana tidak, orang tuaku memberiku fasilitas walaupun mereka jauh dari aku. Dan untuk itu aku bersyukur karena mereka menjaga martabatku jika kelak harus bertamu dirumah sosok lain, ya sosok itu adalah dirimu."

"Alvaro, tapi tahukah kamu. Begitu mencapai depan gerbang rumahmu rasa percaya diriku hancur seketika. Entah kenapa aku juga tak bisa menjawab. Aku hanya terperangah melihat istana yang kau tinggali begitu megah. Bahkan aku tidak pernah melihat istana sebesar itu selama hidupku."

"Dalam hati aku berkata, Papiku yang berkeliling dunia pun hingga tak sempat menemuiku masih tak bisa membangun istana sebesar ini."

"Kamu tahu Alvaro saat itu aku benar benar gundah, aku membayangkan bangsawan akan mengintrogasiku, bahkan aku bingung harus melepas alas kaki atau tidak saat akan bertamu ke istanamu. Aku benar benar takut akan mengotori lantaimu, aku membayangkan jika itu kotor aku suru membersihkan tenagaku akan habis kala itu."

"Tapi kamu tau Alvaro, hari itu juga aku bersyukur, ya bersyukur! Bersyukur karena semua isi rumahku menyambutku bak tuan putri yang akan dipinang sang raja."

"Seisi rumahmu seakan menyambutku Alvaro, seakan tempat ini tidak asing bagiku, sekan tempat ini juga tempat aku untuk bercerita. Bahkan sofamu sangat nyaman untuk aku berlama lama disana."

"Alvaro terima kasih untuk semua itu, tak ada kata yang bisa menggambarkan susanan malam itu selain ucapan syukur."

Alvaro hanya terdiam seolah dia dihipnotis oleh kata kata Rossa, dia bingung dengan segala pujian Rossa. Namun dalam hati bersyukur dan lega karena Rossa merasakan kenyamanan. Hal itu sangat berati untuk Alvaro lebih dari apapun di hari itu. Alvaro hanya bisa memeluk Rossa, sembari mencium keningnya tanpa henti. Rossa melanjutkan obrolannya.

"Alvaro, tahukah kamu satu hal."

"Ya ini tentang kamu, sekali lagi tentangmu, tentang hatimu. Secara tidak sadar aku tidak hanya menganggapmu sebagai kekasih, lebih dari itu semua tentangmu itu bagaikan rumah untuk segala gundahku."

"Mungkin aku bisa pergi kemana saja untuk menemukan healing buat diriku dikala dunia mulai mengerjaiku. Tapi tempat itu tak senyaman dekapanmu."

"Di telingamu aku mengerti, bahwa aku bisa menceritakan apa saja yang aku mau bahkan tentang segala hal sensitif sekalipun."

"Di tubuhmu aku merasa ditopang ketika seisi dunia hampir menjatuhkanku, dan hal itu yang membuatku tak punya pilihan untuk melihat orang lain selain dirimu Alvaro."

Alvaro pun tersenyum, dan dia merasa sangat lega karena selama ini membuat Rossa bisa nyaman dan jadi dirinya sendiri. Alvaro pun berbicara pada Rossa.

"Rossa, aku tidak memintamu untuk menjadi orang lain atau bahkan menjadi kekasih yang hanya memenuhi ekspetasiku, aku tetap ingin kamu menjadi dirimu sendiri. Kamu tidak perlu sungkan terhadap hal apapun tentang kamu. Bagiku kamu baik-baik saja dan bisa melewati harimu dengan baik itu sudah sangat melegakanku."

"Rossa, jika kelak kita bersama aku tak akan pernah memintamu untuk menjadi versi terbaik bagiku. Tapi aku percaya kamu akan menjadi versi terbaikmu sendiri yang akan sangat berarti buatku".

Rossa pun semakin jatuh dalam pelukan Alvaro, sosok pertama yang menaklukan hatinya. Lalu ditengah suasana yang semakin intim, Alvaro pun mengambil cincin tunangan mereka dan berkata.

"Rossa, lihatlah ini. Ya, cincin ini adalah cincin yang pernah kita sepakati. Kita berdua setuju dengan bentuk cincin ini. Cincin ini lah yang akan melingkar di jari kita nanti."

"Rossa, sekarang aku telah mendapatkan dua pasang cincin ini. Artinya cincin ini telah milik kita, satu untukmu dan satu untuku. Tandanya sebentar lagi kita akan bertunangan dan melanjutkan ke jenjang yang lebih serius."

"Bahkan jika kamu meminta malam ini pun kita bertunangan aku akan siap menelpon orang tuaku untuk datang, dan esok kita pergi ketempat ibumu tinggal untuk mengatakan berita bahagia ini."

"Tak ada sedikit ragu untuk memilikimu bahkan jika semua harus dilakukan malam ini pun aku siap untuk membuat janji suci ini."

Rossa pun semakin terbenam oleh semua komitmen yang ditawarkan sang kekasih. Dia diselimuti oleh perasaan sangat bahagia, hingga matanya pun berkaca – kaca. Namun di dalam lubuk hati paling dalam ia menyimpan kegundahan besar. Kegundahan yang ia sendiri tidak tau maksudnya. Rossa pun berkata pada Alvaro.

"Alvaro, jika kau menawarkan komitmen akupun tak ada alasan menolaknya, aku tak melihat kekurangan di dalam dirimu bahkan setitik kecilpun aku tak mendapatkannya. Jika kau ingin memulai semuanya malam ini, yang disaksikan ketenangan malam, debur angin dan bintang - bintang akupun tak bisa menjawab tidak."

"Kamu tau Alvaro, Ibuku pun tak akan menolakmu, walaupun aku hanya mengabari lewat telepon pasti saat ini hatinya bangga. Iya bangga, bahwa anak perempuannya akan berada dipelukan yang tepat untuk mengarungi sisa hidupnya nanti".

"Kamu tahu Alvaro, bahkan jika aku meneleponnya untuk mengatakan tujuanmu saat ini dan memamerkan cincin cantik ini pasti beliau akan tidur beralaskan langit dan menggenggam bulan."

"Aku tahu ini memang terlalu cepat untuk kita memulai komitmen, walaupun kita mulai hubungan ini telah lama. Bukan aku berarti aku menolakmu. Tapi ini harus melibatkan kedua keluarga, Alvaro. Ya kedua keluarga berbeda latar belakang yang harus kita satukan."
"Tapi aku pun tak ada alasan untuk menolakmu, ya bukan pilihan yang sulit untuk menerimamu, Alvaro."

Alvaro hanya bisa tersipu sambil menggegam tangan Rossa, dia hanya terdiam dan memeluknya agar meyakinkan Rossa pelukan inilah yang akan memeluknya hingga akhir hayatnya.

***

CERAI [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang